Zero COVID-19 Harus Jadi Tekad Bersama
Senin, 27 April 2020 - 09:00 WIB
Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
SEMUA orang akhirnya harus sampai pada kesadaran bersama bahwa pandemi COVID-19 yang berlarut-larut tak hanya memenjarakan, tetapi juga merampas kebebasan setiap individu. Lebih dari itu, jika tidak tumbuh kesadaran dan keinginan bersama memutus rantai penularannya, pandemi COVID-19 akan menuntun semua orang ke dalam perangkap kebuntuan yang menyebabkan penderitaan berkepanjangan.
Tanpa dipaksa dan sekadar diimbau, miliaran orang di berbagai belahan dunia patuh dan memilih "memenjarakan diri" di rumah karena takut tertular COVID-19. Kendati menyandang status manusia merdeka, namun demi tetap sehat dan selamat, semua orang bahkan rela kebebasannya "direnggut" oleh virus yang satu ini.
Keluar rumah atau bepergian dibatasi. Pintu-pintu gerbang pemukiman ditutup. Mudik dilarang. Alih-alih berangkulan, jabat tangan pun tidak diperkenankan. Virus ini pun "memberangus" kebebasan berkumpul, termasuk untuk beribadah sekali pun. Bekerja di kantor atau belajar di sekolah juga tidak diperkenankan. Hingga hari kedua atau ketiga, diam di rumah saja itu mungkin masih menyenangkan.
Ceritanya menjadi sangat berbeda ketika masuk pekan kedua. Bagi banyak orang yang terbiasa aktif dan menekuni kegiatan-kegiatan produktif seperti komunitas pekerja, berlarut-larutnya keharusan diam di rumah justru dirasakan cukup menyiksa. Mahasiswa dan pelajar yang terbiasa bergerak dinamis pun merasakan hal yang sama.
Pertanyaannya, sampai berapa lama lagi kehidupan tak menyenangkan seperti sekarang ini akan berlangsung? Pertanyaan seperti ini mungkin belum waktunya dikedepankan sekarang, karena memang belum ada yang mampu memberi jawaban meyakinkan.
Di ruang publik, yang muncul hanya perkiraan dengan versi sangat beragam. Sedangkan upaya para ahli menghadirkan vaksin COVID-19 belum membuahkan hasil. Jerman, Israel, Inggris, Iran, Tiongkok hingga Rusia mengklaim sudah melakukan uji coba klinis Vaksin dimaksud. Masih butuh waktu cukup lama sebelum vaksin itu diperkenankan untuk mengobati manusia.
Sebaliknya, fakta yang mengemuka justru mendorong dan mengharuskan semua orang tetap dan terus waspada agar tidak terinfeksi COVID-19. Bagi masyarakat Indonesia misalnya, tren Pandemi COVID-19 bisa dilihat dan dipahami dari data resmi yang dipublikasikan pemerintah setiap harinya. Tak kalah pentingnya adalah menyimak dan mencermati pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta kecenderungan di negara lain. Pada pekan keempat April 2020, WHO merilis sebuah perkiraan yang sangat patut diwaspadai. Menurut WHO, virus corona masih akan terus berada di dunia untuk waktu yang lama. Sebab, banyak negara yang saat ini masih berada dalam tahap awal pandemi. "Jangan salah, kita masih harus menempuh jalan panjang. Virus ini akan bersama kita untuk waktu yang lama," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam konferensi pers virtual di Jenewa, Swiss, Kamis (23/4/2020).
Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia
SEMUA orang akhirnya harus sampai pada kesadaran bersama bahwa pandemi COVID-19 yang berlarut-larut tak hanya memenjarakan, tetapi juga merampas kebebasan setiap individu. Lebih dari itu, jika tidak tumbuh kesadaran dan keinginan bersama memutus rantai penularannya, pandemi COVID-19 akan menuntun semua orang ke dalam perangkap kebuntuan yang menyebabkan penderitaan berkepanjangan.
Tanpa dipaksa dan sekadar diimbau, miliaran orang di berbagai belahan dunia patuh dan memilih "memenjarakan diri" di rumah karena takut tertular COVID-19. Kendati menyandang status manusia merdeka, namun demi tetap sehat dan selamat, semua orang bahkan rela kebebasannya "direnggut" oleh virus yang satu ini.
Keluar rumah atau bepergian dibatasi. Pintu-pintu gerbang pemukiman ditutup. Mudik dilarang. Alih-alih berangkulan, jabat tangan pun tidak diperkenankan. Virus ini pun "memberangus" kebebasan berkumpul, termasuk untuk beribadah sekali pun. Bekerja di kantor atau belajar di sekolah juga tidak diperkenankan. Hingga hari kedua atau ketiga, diam di rumah saja itu mungkin masih menyenangkan.
Ceritanya menjadi sangat berbeda ketika masuk pekan kedua. Bagi banyak orang yang terbiasa aktif dan menekuni kegiatan-kegiatan produktif seperti komunitas pekerja, berlarut-larutnya keharusan diam di rumah justru dirasakan cukup menyiksa. Mahasiswa dan pelajar yang terbiasa bergerak dinamis pun merasakan hal yang sama.
Pertanyaannya, sampai berapa lama lagi kehidupan tak menyenangkan seperti sekarang ini akan berlangsung? Pertanyaan seperti ini mungkin belum waktunya dikedepankan sekarang, karena memang belum ada yang mampu memberi jawaban meyakinkan.
Di ruang publik, yang muncul hanya perkiraan dengan versi sangat beragam. Sedangkan upaya para ahli menghadirkan vaksin COVID-19 belum membuahkan hasil. Jerman, Israel, Inggris, Iran, Tiongkok hingga Rusia mengklaim sudah melakukan uji coba klinis Vaksin dimaksud. Masih butuh waktu cukup lama sebelum vaksin itu diperkenankan untuk mengobati manusia.
Sebaliknya, fakta yang mengemuka justru mendorong dan mengharuskan semua orang tetap dan terus waspada agar tidak terinfeksi COVID-19. Bagi masyarakat Indonesia misalnya, tren Pandemi COVID-19 bisa dilihat dan dipahami dari data resmi yang dipublikasikan pemerintah setiap harinya. Tak kalah pentingnya adalah menyimak dan mencermati pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta kecenderungan di negara lain. Pada pekan keempat April 2020, WHO merilis sebuah perkiraan yang sangat patut diwaspadai. Menurut WHO, virus corona masih akan terus berada di dunia untuk waktu yang lama. Sebab, banyak negara yang saat ini masih berada dalam tahap awal pandemi. "Jangan salah, kita masih harus menempuh jalan panjang. Virus ini akan bersama kita untuk waktu yang lama," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam konferensi pers virtual di Jenewa, Swiss, Kamis (23/4/2020).
tulis komentar anda