Pengaturan dan Pengawasan Praktik Telemedisin

Kamis, 21 Juli 2022 - 16:27 WIB
Sebagai salah satu wujud perlindungan terhadap pasien, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah mengatur bahwa seorang dokter wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Sesuai dengan Pasal 37 ayat (2), dokter hanya bisa praktik terbatas pada tiga lokasi saja. Tetapi, dengan adanya layanan kesehatan online, lokasi praktik dokter tidak terbatas dan bisa di mana saja.

Berkaitan dengan kontrak terapeutik mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, layanan telemedisin hanya mengandalkan kepercayaan (trust) antara pasien dengan dokter. Pada layanan kesehatan online, tidak bisa dipastikan pihak yang nantinya bertanggung jawab ketika terjadi hal-hal yang merugikan pasien karena adanya kekeliruan diagnosis maupun kesalahan saat terapi.

Sampai saat ini, layanan kesehatan online (telemedisin) di Indonesia belum memiliki regulasi yang spesifik. Belum diatur mengenai kriteria device yang digunakan, mekanisme pemberian resep secara online, dan perlindungan pasien jika terjadi malapraktik. Kelonggaran pelaksanaan layanan telemedisin di masa Pandemi Covid-19 sebaiknya juga perlu diikuti dengan peningkatan perhatian terhadap perlindungan dan keamanan pasien.

Keamanan dan kerahasiaan data rekam medis pasien masih menjadi isu pada layanan telemedisin, meskipun telah ada UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Permenkes Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis yang menyebutkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) harus memegang teguh prinsip kerahasiaan dan keamanan data.

Perlindungan konsumen pada layanan telemedisin masih lemah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pelayanan yang kurang efektif karena tidak adanya interaksi secara langsung antara dokter dengan pasien yang memungkinkan terjadinya kesalahan diagnosis.

Selain itu, belum terdapat aturan atau standar layanan telemedisin, sehingga mengakibatkan tarif yang dibayarkan kepada dokter menjadi tidak seragam antar platform. Pengawasan terhadap aplikasi telemedisin juga belum efektif, karena belum ada pihak otoritas yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi.

Regulasi dan Pengawasan Telemedisin

Pesatnya perkembangan telemedisin dapat didukung oleh Kementerian Kesehatan dengan memberlakukan regulatory sandbox yang efektif, sehingga para pelaku usaha terdorong untuk melakukan uji terhadap aplikasinya baik dari sisi tampilan, model usaha, maupun mekanisme pelayanan sehingga tidak bertentangan dengan regulasi yang ada.

Saat ini, telah ada beberapa program yang dijalankan oleh Kementerian Kesehatan, salah satunya merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis, di mana di dalam revisi rekam medis tersebut telah diakomodasi mengenai perlindungan data pribadi pasien dan mengatur mengenai rekam medis elektronik.

Kementerian Komunikasi dan Informatika terus mengupayakan perlindungan data pribadi dengan terus mengawal proses RUU Perlindungan Data Pribadi. Nantinya, UU Perlindungan Data Pribadi ini akan memberikan sanksi tegas bagi platform yang tidak dapat melindungi data pribadi penggunanya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More