Pakar Komunikasi Ini Sarankan Publik Bijak Menyerap Informasi Terkait ACT
Sabtu, 09 Juli 2022 - 21:46 WIB
JAKARTA - Publik diminta bijaksana dalam menyikapi pembentukan opini publik yang telah mengaitkan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan kelompok atau individu terduga teroris. Hal ini dikatakan oleh Pakar komunikasi dari Universitas Sahid Jakarta, Dr Algooth Putranto.
Dia menilai, data yang dimiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum cukup valid namun sudah mengarahkan opini bahwa ACT tersangkut teroris, hingga langsung menyatakan melakukan pemblokiran rekening.
Baca juga: Kasus ACT dan Kerawanan Altruisme
"Ini yang dinamakan trial by press. Membentuk dulu opini publik melalui media bahwa seakan-akan pihak yang dituduhkan itu bersalah, sementara fakta yang dimiliki masih belum cukup kuat. Ini sangat berbahaya," kata Algooth dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).
Sejauh ini, Algooth melihat adanya kecenderungan ke arah tersebut. Ia menyatakan isu terkait aliran dana teroris dengan ACT sebenarnya sudah muncul sejak lama, sekitar 2018. Sayangnya, hingga kini narasi yang dimunculkan masih sebatas dugaan.
"Ini menjadi pertanyaan kritis, mengapa sekarang kembali lagi muncul di saat ACT sedang bermasalah. Ada apa ini," tanyanya.
Faktanya sampai saat ini lanjutnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah menyatakan lembaga donasi ACT tidak masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).
PPATK telah memiliki Pedoman Pelaksanaan Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam DTTOT. Hal ini merupakan Peraturan Bersama (Joint Regulation) antara Ketua Mahkamah Agung, Menlu, Kapolri, BNPT dan PPATK.
"Komunikasikan saja secara jujur dan terbuka apakah benar adanya aliran dana teroris di ACT. Jangan bermain opini dan melemparkan bola panas. Ini sangat berbahaya jika tidak cukup bukti maka hal ini akan merusak citra dan reputasi pemerintah," katanya.
Sebelumnya PPATK menyatakan adanya dugaan aliran dana yang masuk ke rekening ACT dari negara-negara berisiko tinggi yang terindikasi teroris. Laporan dari PPATK itu juga sudah dikirimkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk ditindaklanjuti.
Dia menilai, data yang dimiliki Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum cukup valid namun sudah mengarahkan opini bahwa ACT tersangkut teroris, hingga langsung menyatakan melakukan pemblokiran rekening.
Baca juga: Kasus ACT dan Kerawanan Altruisme
"Ini yang dinamakan trial by press. Membentuk dulu opini publik melalui media bahwa seakan-akan pihak yang dituduhkan itu bersalah, sementara fakta yang dimiliki masih belum cukup kuat. Ini sangat berbahaya," kata Algooth dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).
Sejauh ini, Algooth melihat adanya kecenderungan ke arah tersebut. Ia menyatakan isu terkait aliran dana teroris dengan ACT sebenarnya sudah muncul sejak lama, sekitar 2018. Sayangnya, hingga kini narasi yang dimunculkan masih sebatas dugaan.
"Ini menjadi pertanyaan kritis, mengapa sekarang kembali lagi muncul di saat ACT sedang bermasalah. Ada apa ini," tanyanya.
Faktanya sampai saat ini lanjutnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah menyatakan lembaga donasi ACT tidak masuk dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).
PPATK telah memiliki Pedoman Pelaksanaan Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam DTTOT. Hal ini merupakan Peraturan Bersama (Joint Regulation) antara Ketua Mahkamah Agung, Menlu, Kapolri, BNPT dan PPATK.
"Komunikasikan saja secara jujur dan terbuka apakah benar adanya aliran dana teroris di ACT. Jangan bermain opini dan melemparkan bola panas. Ini sangat berbahaya jika tidak cukup bukti maka hal ini akan merusak citra dan reputasi pemerintah," katanya.
Sebelumnya PPATK menyatakan adanya dugaan aliran dana yang masuk ke rekening ACT dari negara-negara berisiko tinggi yang terindikasi teroris. Laporan dari PPATK itu juga sudah dikirimkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk ditindaklanjuti.
(maf)
tulis komentar anda