Argumentasi Pembelaan Hukum Imam Nahrawi

Jum'at, 26 Juni 2020 - 11:08 WIB
Walaupun duduk di kursi pesakitan, kesuksesan Imam Nahrawi yang membawa harum nama bangsa Indonesia tetap mendapat apresiasi dari jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Namun hanya demi menyatakan bersalah, JPU juga mengajukan pertimbangan hal–hal yang memberatkan.

Melihat perjalanan dugaan tindak pidana korupsi yang dituduhkan kepada Imam Nahrawi dari awal ditetapkannya sebagai tersangka sampai dengan dibacakannya dakwaan, di persidangan JPU sangat tidak konsisten dalam hal menentukan jumlah besaran penerimaan suap dan gratifikasi yang selalu berubah-ubah. Indikasi ketidakkonsistenan itu di antaranya pada saat awal proses penyidikan diumumkan melalui media massa sebesar Rp26,500 miliar.

Dalam dakwaan JPU yang dibacakan pada 7 Februari 2020, tiba-tiba dugaan besaran penerimaan suap dan gratifikasi terhadap Imam Nahrawi berubah menjadi Rp20,148 miliar. Dengan demikian terdapat selisih Rp6,351 miliar dari tuduhan awal saat penetapan Imam Nahrawi sebabagai tersangka.

Lantas, mengapa JPU tidak yakin dalam menentukan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang ditetapkan pada saat penyidikan oleh penyidik?

Sejak digelarnya persidangan dengan agenda pembuktian yang dimulai pada 14 Februari 2020-8 Juni 2020, 30 saksi yang dihadirkan JPU hanya mendasarkan pada rumor, bukan apa yang dilihat, didengar, dan dialami sendiri. Tidak ada satu pun saksi di persidangan yang menyatakan memberikan uang langsung kepada Imam Nahrawi dan saksi yang dihadirkan hanya bersifat testimonium de auditu.

Di sisi lain, Imam Nahrawi mampu menghadirkan 142 bukti surat, 4 orang A de Charge atau saksi meringankan, dan 1 orang ahli hukum pidana yang mampu mematahkan dakwaan JPU. Bahwa Imam Nahrawi tidak melakukan tindak pidana korupsi.

Dalam persidangan, Imam Nahrawi secara tegas meminta kepada JPU untuk melakukan konfrontir antara Miftahul Ulum dengan Sekjen KONI Pusat Ending F Hamidy, Bendahara KONI Pusat Johny E Awuy, dan PNS Kemenpora Lina Nurhasanah. Namun lagi-lagi JPU tidak mengindahkan permintaan Imam Nahrawi.

Hal tersebut semakin meyakinkan akan adanya irama nada-nada sumbang yang dipaksakan merdu guna memuluskan Imam Nahwari, mempora berprestasi masuk ke dalam dinginnya jeruji besi. Dengan tidak terungkapnya fakta-fakta sebenarnya ke mana sebenarnya aliran dana KONI Pusat Rp11,500 miliar itu kalau bukan ke Imam Nahrawi?

Semua saksi-saksi dari pihak KONI Pusat maupun Kemenpora di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) mengatakan adanya aliran dana ke oknum penegak hukum untuk menutupi perkara KONI Pusat yang sedang ditangani oleh institusi penegak hukum. Namun tiba-tiba di persidangan suara itu perlahan hilang dan memudar dengan dalih adanya pembayaran oleh KONI Pusat di Inspektorat Kemenpora untuk menutupi Laporan Pertanggungjawabannya.

Imam Nahrawi dianggap melakukan tindak pidana korupsi. Padahal sudah jelas di dalam fakta persidangan Imam Nahrawi tidak terbukti melakukan segala perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan dan tuntutan JPU. Sangat menyedihkan jika seseorang yang datang dengan niat suci dan ikhlas untuk membangun prestasi olahraga nasional kemudian dijerumuskan oleh orang-orang yang dipercayainya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More