Pencegahan Penyakit Tidak Menular, Batasi Gula, Garam, dan Lemak
Selasa, 05 Juli 2022 - 17:54 WIB
Kewajiban Pencantuman Informasi GGL
Pelaku industri makanan dan minuman di Indonesia telah diwajibkan untuk mencantumkan pesan kesehatan, sesuai dalam pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Pesan Kesehatan memuat informasi bahwa konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 2000 miligram, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.
Berdasarkan Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 Pasal 9, terdapat penetapan sanksi bagi produk yang tidak mencantumkan Informasi GGL pada kemasan. Pada kenyataannya, penerapan sanksi tersebut belum dilakukan oleh dinas-dinas di daerah. Contohnya, di Kota Tangerang Selatan dan Semarang masih banyak pelaku usaha mikro kecil (UMK) yang tidak mencantumkan takaran GGL dan Informasi Nilai Gizi (ING) pada kemasan produknya.
Di tingkat daerah seperti Kota Semarang, belum terdapat sosialisasi terkait kewajiban menyantumkan informasi GGL pada kemasan produk. Pengawasan Informasi Nilai Gizi (ING) dan pesan kesehatan juga belum dilakukan. Sosialisasi kepada konsumen mengenai informasi GGL juga masih kurang. Pelaku usaha jenis skala usaha kecil dan menengah hanya memiliki P-IRT dalam kemasan. Dalam proses penerbitan izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), sampai saat ini belum ada kewajiban untuk mencantumkan nilai GGL dalam label produk sebagai salah satu persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pelaku usaha UMKM mengaku tidak mengetahui kewajiban pencatuman ING dan GGL dikarenakan belum ada sosialisasi dan pemberitahuan dari Dinas terkait. Selain itu, tren pencantuman ING pada UMK belum meningkat dikarenakan kendala pengujian di lab dan masih terganjal oleh pembiayaan. Di Kota Tangerang Selatan, akses informasi terhadap GGL pada produk masih belum menjadi prioritas utama pemerintah daerah karena pemerintah daerah masih mengutamakan ketersediaan bahan pokok penting di masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa regulasi yang dibentuk oleh pemerintah pusat terlihat belum secara optimal dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Langkah yang harus Ditempuh Pemerintah
Berdasarkan permasalahan tersebut, beberapa langkah bisa diambil untuk meminimalkan konsumsi GGL berlebih di masyarakat. Langkah tersebut mencakup aspek regulasi, reformulasi pangan, penetapan pajak/cukai, studi, dan edukasi. Label pangan dan pesan kesehatan dapat membantu konsumen untuk memilih dan memilah pangan sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan. Konsumsi GGL berlebih dapat dicegah dengan mengedukasi masyarakat salah satunya melalui pesan kesehatan pada pangan olahan dan pangan siap saji. Diperlukan juga sinergi yang baik antara pemerintah sebagai pembuat regulasi dengan para pelaku usaha yang akan menerapkan pencantuman informasi kandungan GGL sebagai upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
Kementerian Kesehatan perlu melakukan pembaharuan studi tentang paparan terkait kandungan GGL pada berbagai macam produk pangan olahan dan pangan siap saji melalui Total Diet Study (TDS). Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi untuk melakukan pengawasan serta pemberian sanksi jika terdapat pelaku usaha UMKM yang tidak mencantumkan ING GGL dan pesan kesehatan pada kemasan produk. Pemberian sanksi juga diberikan kepada pelaku usaha yang melanggar klaim zat gizi/label gizi sesuai dengan Pasal 28 Peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2022.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan perlu melakukan pembinaan serta monitoring label ING untuk mendukung pencantuman P-IRT (OSS), pesan kesehatan, dan takaran GGL pada pelaku usaha baik mikro, kecil, dan menengah dalam kemasan produk makanan dan minuman. Terakhir, edukasi guna meningkatkan kesadaran konsumsi GGL konsumen agar terhindar dari penyakit tidak menular, dapat dilakukan melalui tayangan iklan layanan masyarakat.
Konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) memang diperlukan oleh tubuh, namun jika jumlah yang dikonsumsi berlebih hal ini akan meningkatkan rIsiko konsumen mengidap Penyakit Tidak Menular (PTM). Terkait dengan hal tersebut, pelaku usaha dan pemerintah dapat bersinergi terkait pencantuman ING GGL dan pesan kesehatan dalam suatu produk. Dari sisi konsumen, perlu peningkatan edukasi terkait pengetahuan jumlah kadar aman konsumsi GGL dan edukasi mengenai perilaku membaca label pada kemasan.
Pelaku industri makanan dan minuman di Indonesia telah diwajibkan untuk mencantumkan pesan kesehatan, sesuai dalam pasal 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan Untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Pesan Kesehatan memuat informasi bahwa konsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 2000 miligram, atau lemak total lebih dari 67 gram per orang per hari berisiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.
Berdasarkan Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 Pasal 9, terdapat penetapan sanksi bagi produk yang tidak mencantumkan Informasi GGL pada kemasan. Pada kenyataannya, penerapan sanksi tersebut belum dilakukan oleh dinas-dinas di daerah. Contohnya, di Kota Tangerang Selatan dan Semarang masih banyak pelaku usaha mikro kecil (UMK) yang tidak mencantumkan takaran GGL dan Informasi Nilai Gizi (ING) pada kemasan produknya.
Di tingkat daerah seperti Kota Semarang, belum terdapat sosialisasi terkait kewajiban menyantumkan informasi GGL pada kemasan produk. Pengawasan Informasi Nilai Gizi (ING) dan pesan kesehatan juga belum dilakukan. Sosialisasi kepada konsumen mengenai informasi GGL juga masih kurang. Pelaku usaha jenis skala usaha kecil dan menengah hanya memiliki P-IRT dalam kemasan. Dalam proses penerbitan izin PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), sampai saat ini belum ada kewajiban untuk mencantumkan nilai GGL dalam label produk sebagai salah satu persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pelaku usaha UMKM mengaku tidak mengetahui kewajiban pencatuman ING dan GGL dikarenakan belum ada sosialisasi dan pemberitahuan dari Dinas terkait. Selain itu, tren pencantuman ING pada UMK belum meningkat dikarenakan kendala pengujian di lab dan masih terganjal oleh pembiayaan. Di Kota Tangerang Selatan, akses informasi terhadap GGL pada produk masih belum menjadi prioritas utama pemerintah daerah karena pemerintah daerah masih mengutamakan ketersediaan bahan pokok penting di masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa regulasi yang dibentuk oleh pemerintah pusat terlihat belum secara optimal dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Langkah yang harus Ditempuh Pemerintah
Berdasarkan permasalahan tersebut, beberapa langkah bisa diambil untuk meminimalkan konsumsi GGL berlebih di masyarakat. Langkah tersebut mencakup aspek regulasi, reformulasi pangan, penetapan pajak/cukai, studi, dan edukasi. Label pangan dan pesan kesehatan dapat membantu konsumen untuk memilih dan memilah pangan sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan. Konsumsi GGL berlebih dapat dicegah dengan mengedukasi masyarakat salah satunya melalui pesan kesehatan pada pangan olahan dan pangan siap saji. Diperlukan juga sinergi yang baik antara pemerintah sebagai pembuat regulasi dengan para pelaku usaha yang akan menerapkan pencantuman informasi kandungan GGL sebagai upaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
Kementerian Kesehatan perlu melakukan pembaharuan studi tentang paparan terkait kandungan GGL pada berbagai macam produk pangan olahan dan pangan siap saji melalui Total Diet Study (TDS). Pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi untuk melakukan pengawasan serta pemberian sanksi jika terdapat pelaku usaha UMKM yang tidak mencantumkan ING GGL dan pesan kesehatan pada kemasan produk. Pemberian sanksi juga diberikan kepada pelaku usaha yang melanggar klaim zat gizi/label gizi sesuai dengan Pasal 28 Peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2022.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan perlu melakukan pembinaan serta monitoring label ING untuk mendukung pencantuman P-IRT (OSS), pesan kesehatan, dan takaran GGL pada pelaku usaha baik mikro, kecil, dan menengah dalam kemasan produk makanan dan minuman. Terakhir, edukasi guna meningkatkan kesadaran konsumsi GGL konsumen agar terhindar dari penyakit tidak menular, dapat dilakukan melalui tayangan iklan layanan masyarakat.
Konsumsi gula, garam, dan lemak (GGL) memang diperlukan oleh tubuh, namun jika jumlah yang dikonsumsi berlebih hal ini akan meningkatkan rIsiko konsumen mengidap Penyakit Tidak Menular (PTM). Terkait dengan hal tersebut, pelaku usaha dan pemerintah dapat bersinergi terkait pencantuman ING GGL dan pesan kesehatan dalam suatu produk. Dari sisi konsumen, perlu peningkatan edukasi terkait pengetahuan jumlah kadar aman konsumsi GGL dan edukasi mengenai perilaku membaca label pada kemasan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda