Perangi Stunting, Pangkas Obesitas

Jum'at, 25 Februari 2022 - 11:22 WIB
loading...
Perangi Stunting, Pangkas Obesitas
Permasalahan stunting dan obesitas perlu ditangani dengan baik agar tidak berdampak buruk di kemudian hari. FOTO/WIN CAHYONO
A A A
JAKARTA - Indonesia masih menghadapi ancaman soal gizi yang tidak ringan. Meski secara khusus Hari Gizi Nasional sejak 62 tahun silam dicanangkan, fenomena kekurangan gizi kronis pada balita ( stunting ) terus terjadi. Di sisi lain tingginya prevalensi obesitas di saat pandemi Covid-19 juga tak bisa disepelekan.

Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021 yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Biro Pusat Statistik (BPS) dengan dukungan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, angkastuntingsecara nasional menurun sebesar 1,6% per tahun. Pada 2019, angkastuntingmencapai 27,7%, sedangkan pada 2021 bisa diturunkan menjadi 24,4%. Hampir sebagian besar dari 34 provinsi pun menunjukkan penurunan pada 2021 bila dibandingkan dengan 2019.

Namun tercatat masih ada lima provinsi yang menunjukkan angka stunting tinggi, yakni Jawa Barat (1.055.608 anak), Jawa Timur (653.218 anak), Jawa Tengah (543.963 anak), Banten (294.862 anak) dan Sumatera Utara (383.403 anak).



Mengacu pada Program Indonesia Sehat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, percepatan penurunanstuntingmenjadi 14% pada 2024 menjadi salah satu tujuan pembangunan kesehatan. Arah pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya promotif preventif karena dapat memberikan dampak yang lebih luas dan efisien dari sisi ekonomi.

Di tengah perjuangan membenahistuntingini Indonesia juga memiliki masalah lebih pelik karena pada saat yang sama juga menghadapi banyak masyarakat yang terjangkiti obesitas. Merujuk pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi kasus 1:3. Artinya 1 dari 3 orang dewasa di Tanah Air mengalami obesitas. Data juga menunjukkan 1 dari 5 anak usia 5–15 tahun mengalami obesitas.

Data Global Nutrition Report 2021 mengungkapkan pula bahwa penderita obesitas pada usia 18 tahun ke atas meningkat. Pada 2013, jumlah obesitas sebesar 14,8%, sedangkan pada 2018 naik menjadi 21,8%. Obesitas pada anak-anak diprediksi terus meningkat 60%pada dekade mendatang. Banyak pihak menduga jumlah penderita obesitas dua tahun terakhir bisa diprediksi akan meningkat mengingat perubahan gaya hidup yang terjadi selama pandemi Covid-19.

Untuk mengatasi masalah kekurangan gizi ini, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Erna Mulati menjelaskan, pemerintah terus meningkatkan literasi masyarakat tentang pemenuhan gizi seimbang sesuai dengan usia. Misalnya bayi 0–6 bulan cukup air susu ibu (ASI) eksklusif dan 6 bulan–2 tahun diberi makanan pendamping (MP) ASI sesuai dengan kebutuhan, terutama pemberian protein hewani.

“Demikian juga untuk balita, usia remaja, ibu hamil, dan lain-lain, kita mengharapkan mereka makan makanan dengan gizi seimbang. Kalori itu sekitar setengah dari kebutuhan. (Kemudian) lauk-pauk, baik protein hewani maupun nabati, seperempat. Seperempatnya lagi adalah sayuran,” ujarnya.

Tantangan lain adalah penanganan obesitas pada anak-anak. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8%dan usia 18 tahun ke atas 21,8%. Pemerintah terus berupaya menahan laju obesitas agar tidak naik. Targetnya pada tahun 2024, prevalensi obesitas tetap 21,8%. “Kalau anak gemuk, rawan kalau kita suruh diet karena masa pertumbuhan (anak) sejak balita sampai remaja dan prasekolah. Yang kita tekankan komposisi makanan dan mengurangi lemak,” kata Erna.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1220 seconds (0.1#10.140)