Partai Buruh Gugat UU Pembentukan Perundangan ke MK, Ini Alasannya
Senin, 27 Juni 2022 - 08:33 WIB
JAKARTA - Partai Buruh akan mengajukan judicial review terhadap UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3) ke Mahkamah Konstitusi , Senin (27/6/2022) hari ini. Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin mengatakan ada beberapa alasan langkah ini diambil.
Pertama, dari aspek formil terdapat kerugian konstitusional. Menurut Said, UU P3 dibentuk tanpa kepastian hukum. Padahal di dalam UUD Pasal 28D ayat 1 dinyatakan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.
"Aspek kepastian hukum tidak terpenuhi. Mulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Ini membuat Partai Buruh merasa kepastian hukum yang dijamin konstitusi dilanggar," ujar Said, Minggu (26/6/2022).
Kedua, kata Said dalam pembentukan Undang-Undang, ada beberapa asas yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
"Saya ambil contoh UU PPP ini. Apakah Undang-Undang ini dibentuk karena benar-benar dibutuhkan? Mayoritas rakyat Indonesia buruh, petani, hingga nelayan; mereka tidak butuh revisi UU PPP yang dimaksudkan untuk memuluskan UU Cipta Kerja jilid dua," kata Said Salahudin.
Namun Said mengungkapkan faktanya konfederasi-konfederai besar, serikat petani, hingga kelompok perempuan yang ada dalam Partai Buruh menolak revisi UU PPP yang dimaksudkan untuk memuluskan UU Cipta Kerja.
Menurut Said, revisi UU PPP harus dibaca dalam satu rangkaian dengan omnibus law UU Cipta Kerja. Hal itu dinyatakan sendiri di dalam penjelasan UU 13/2022. Di sana disebutkan, UU PPP diubah karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU Cipta Kerja.
Hal yang lain, kerugian konstitusional yang dialami adalah tidak adanya keterlibatan kaum buruh, petani, dan nelayan. Mereka seharusnya dilibatkan dalam revisi UU PPP. Karena revisi ini menyangkut UU Cipta Kerja.
Pertama, dari aspek formil terdapat kerugian konstitusional. Menurut Said, UU P3 dibentuk tanpa kepastian hukum. Padahal di dalam UUD Pasal 28D ayat 1 dinyatakan, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum.
"Aspek kepastian hukum tidak terpenuhi. Mulai dari proses perencanaan, penyusunan, dan pembahasan. Ini membuat Partai Buruh merasa kepastian hukum yang dijamin konstitusi dilanggar," ujar Said, Minggu (26/6/2022).
Kedua, kata Said dalam pembentukan Undang-Undang, ada beberapa asas yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
"Saya ambil contoh UU PPP ini. Apakah Undang-Undang ini dibentuk karena benar-benar dibutuhkan? Mayoritas rakyat Indonesia buruh, petani, hingga nelayan; mereka tidak butuh revisi UU PPP yang dimaksudkan untuk memuluskan UU Cipta Kerja jilid dua," kata Said Salahudin.
Namun Said mengungkapkan faktanya konfederasi-konfederai besar, serikat petani, hingga kelompok perempuan yang ada dalam Partai Buruh menolak revisi UU PPP yang dimaksudkan untuk memuluskan UU Cipta Kerja.
Menurut Said, revisi UU PPP harus dibaca dalam satu rangkaian dengan omnibus law UU Cipta Kerja. Hal itu dinyatakan sendiri di dalam penjelasan UU 13/2022. Di sana disebutkan, UU PPP diubah karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan UU Cipta Kerja.
Hal yang lain, kerugian konstitusional yang dialami adalah tidak adanya keterlibatan kaum buruh, petani, dan nelayan. Mereka seharusnya dilibatkan dalam revisi UU PPP. Karena revisi ini menyangkut UU Cipta Kerja.
tulis komentar anda