Transformasi Digital dalam Manajemen SDM
Rabu, 24 Juni 2020 - 05:53 WIB
Manajemen Digital SDM
Manajemen SDM dalam paradigma lama sering kali dilihat atau dipersepsikan sebagai manajemen pendukung yang menopang setiap karyawan dalam organisasi untuk menjalankan tugasnya. Itu tidak salah. Tetapi, itu hanya merupakan salah satu saja. Manajemen SDM dalam konteks kehidupan digital hari ini, dituntut untuk meluaskan cakrawala untuk menjadi pemimpin dan pendorong dalam seluruh proses transformasi digital organisasi.
Karena itu, manajemen SDM dituntut untuk merancang organisasi, proses bisnis, pengelolaan talenta ke dalam praktik baru berbasis digital yang ditandai dengan adanya budaya inovasi dan berbagi (innovation and sharing). Memetakan setiap potensi individu dalam organisasi atau korporasi dengan demikian menjadi sangat penting, karena budaya inovasi dan berbagi hanya dimungkinkan ketika tersedia infrastruktur yang memungkinkan berlangsungnya proses berinovasi dan saling berbagi tersebut.
Karena itu pula organisasi dan korporasi harus menciptakan ekosistem bekerja yang memberi ruang bagi produktivitas yang lebih baik, entah melalui penggunaan perangkat komunikasi digital yang sekarang ini makin banyak tersedia di pasar, atau menciptakan fungsi-fungsi dan tanggung jawab baru dalam organisasi yang semuanya beroperasi dalam platform digital.
Dengan demikian, yang dituntut dalam organisasi atau korporasi tidak semata-mata bekerja digital (do digital) tetapi menjadi digital (be digital). Bekerja digital itu sudah keharusan, tetapi menjadi digital, itu adalah perubahan paradigma atau pola pikir (mindset).
Mengubah pola pikir be digital memerlukan upaya yang jauh lebih serius dan kompleks ketimbang hanya bekerja digital atau do digital. Do digital hanya mengandaikan tersedianya perangkat, sedangkan be digital mengandaikan adanya upaya untuk membangun sistem yang end to end, mulai dari manusianya, lingkungan kerjanya, sampai dengan platform yang digunakan.
Apabila organisasi dan korporasi mampu mengoperasikan proses bisnis dan “memaksa” setiap entitas atau unit di dalam organisasi menjadi digital, tidak sekadar bekerja digital, kemungkinan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang didorong oleh kehadiran teknologi atau fenomena pandemi seperti sekarang ini, tentu semakin besar.
Karena dalam setiap zaman atau setiap situasi apa pun, paradigma dan nasihat lama tetap berlaku: “Bukan mereka yang paling besar dan paling kuat yang dapat bertahan, melainkan mereka yang lincah dan cepat beradaptasi dengan perubahan-perubahan baru yang sedang terjadi.”
Manajemen SDM dalam paradigma lama sering kali dilihat atau dipersepsikan sebagai manajemen pendukung yang menopang setiap karyawan dalam organisasi untuk menjalankan tugasnya. Itu tidak salah. Tetapi, itu hanya merupakan salah satu saja. Manajemen SDM dalam konteks kehidupan digital hari ini, dituntut untuk meluaskan cakrawala untuk menjadi pemimpin dan pendorong dalam seluruh proses transformasi digital organisasi.
Karena itu, manajemen SDM dituntut untuk merancang organisasi, proses bisnis, pengelolaan talenta ke dalam praktik baru berbasis digital yang ditandai dengan adanya budaya inovasi dan berbagi (innovation and sharing). Memetakan setiap potensi individu dalam organisasi atau korporasi dengan demikian menjadi sangat penting, karena budaya inovasi dan berbagi hanya dimungkinkan ketika tersedia infrastruktur yang memungkinkan berlangsungnya proses berinovasi dan saling berbagi tersebut.
Karena itu pula organisasi dan korporasi harus menciptakan ekosistem bekerja yang memberi ruang bagi produktivitas yang lebih baik, entah melalui penggunaan perangkat komunikasi digital yang sekarang ini makin banyak tersedia di pasar, atau menciptakan fungsi-fungsi dan tanggung jawab baru dalam organisasi yang semuanya beroperasi dalam platform digital.
Dengan demikian, yang dituntut dalam organisasi atau korporasi tidak semata-mata bekerja digital (do digital) tetapi menjadi digital (be digital). Bekerja digital itu sudah keharusan, tetapi menjadi digital, itu adalah perubahan paradigma atau pola pikir (mindset).
Mengubah pola pikir be digital memerlukan upaya yang jauh lebih serius dan kompleks ketimbang hanya bekerja digital atau do digital. Do digital hanya mengandaikan tersedianya perangkat, sedangkan be digital mengandaikan adanya upaya untuk membangun sistem yang end to end, mulai dari manusianya, lingkungan kerjanya, sampai dengan platform yang digunakan.
Apabila organisasi dan korporasi mampu mengoperasikan proses bisnis dan “memaksa” setiap entitas atau unit di dalam organisasi menjadi digital, tidak sekadar bekerja digital, kemungkinan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang didorong oleh kehadiran teknologi atau fenomena pandemi seperti sekarang ini, tentu semakin besar.
Karena dalam setiap zaman atau setiap situasi apa pun, paradigma dan nasihat lama tetap berlaku: “Bukan mereka yang paling besar dan paling kuat yang dapat bertahan, melainkan mereka yang lincah dan cepat beradaptasi dengan perubahan-perubahan baru yang sedang terjadi.”
(poe)
tulis komentar anda