Tanah Jarang (Rare Earth) dan Daya Tawar Diplomatik
Kamis, 09 Juni 2022 - 14:11 WIB
Sebagai contoh adalah China yang merupakan eksportir tanah jarang tebesar dunia. Pada 2010, China pernah mengembargo ekspor tanah jarang ke Jepang, karena masalah sengketa territorial, yang mengakibatkan terganggunya industri elektronik, komputer, industri automotif dan pendukungnya.
China mempunyai kapasitas produksi elemen tanah jarang terbesar dunia yaitu sekitar 94% (Jha, 2014), dan Amerika serikat (AS) adalah importir terbesar dari China, sekitar 80% dari produksinya. Perusahaan besar yang menggunakan antara lain Raytheon, Lockheed Martin, BAE untuk komponen industri militer misil presisi tinggi, Apple untuk smartphone, Tesla untuk mobil listrik, General Electric, dan lainnya.
China dan AS, kerap terjadi perang dagang dan perang diplomatik, akan tetapi China mempunyai daya tawar diplomatik, dengan ancaman penghentian ekspor tanah jarang ke AS, yang dapat menurunkan output industri teknologi tinggi.
Tanah jarang merupakan elemen vital pada industri kamponen di industri teknologi tinggi, dan belum lama terjadi ketika pandemi Covid-19 yang baru lau, di mana China melakukan lock down, berakibat penurunan produksi tanah jarang yang berdampak pada negara lain pada industri automotif, dengan penurunan produksi dan penghentian operasi sebagian pabriknya, seperti Toyota, Nissan, Honda, VW, Daimler Benz.
Belajar dari China
Kemampuan yang dimiliki China saat ini, karena ilmuwan dan insinyur China sudah memulai penelitian dan pengembangan sejak 1952, yang menjadikannya saat ini menjadi eksportir tanah jarang terbesar dunia. Riset dan pengembangannya beafiliasi ke Universitas Peking, Changchun Institute of Applied Chemistry, Beijing General Research institute, dan Baotou Rare Earth Research Institute yang merupakan lembaga riset tanah jarang terbesar dunia. Dengan kemampuan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimilikinya, China mengontrol ekspor tanah jarang dunia.
Bercermin kepada China sebagai negara yang mengontrol perdagangan tanah jarang dunia, kini negara itu telah menguasai teknologi tinggi, seperti teknologi militer, turbin, komputer, smart phone, flat monitor, automotif, termasuk kereta api capat. Kita mengenal Shanghai motor, Wuling, Dongfeng, Shanghai Electric & Dongfang untuk pembangkit listrik, Lenovo, ZTE, Xiaomi, Oppo dan Huawei untuk teknologi informasi, Changchun Railway & Tangshan Railway untuk teknologi kereta api cepat.
Produsen tanah jarang dunia disamping China adalah, Australia, AS, Rusia, India, Brazil, Burundi, dan sebagain negara Asean, Malaysia, Vietnam, Thailand, Burma (USGS, Reuters 2019).
Karena peran pentingnya di industri teknologi tinggi, tanah jarang tidak hanya merupakan aset ekonomi, tetapi juga merupakan aset dan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang strategis.
Sudah saatnya, Indonesia termasuk bagian dari negara dunia yang masuk dalam daftar produsen tanah jarang dunia yang dapat digunakan sebagai daya tawar diplomatik sekaligus untuk melangkah menuju negara yang menguasai teknologi tinggi.
China mempunyai kapasitas produksi elemen tanah jarang terbesar dunia yaitu sekitar 94% (Jha, 2014), dan Amerika serikat (AS) adalah importir terbesar dari China, sekitar 80% dari produksinya. Perusahaan besar yang menggunakan antara lain Raytheon, Lockheed Martin, BAE untuk komponen industri militer misil presisi tinggi, Apple untuk smartphone, Tesla untuk mobil listrik, General Electric, dan lainnya.
China dan AS, kerap terjadi perang dagang dan perang diplomatik, akan tetapi China mempunyai daya tawar diplomatik, dengan ancaman penghentian ekspor tanah jarang ke AS, yang dapat menurunkan output industri teknologi tinggi.
Tanah jarang merupakan elemen vital pada industri kamponen di industri teknologi tinggi, dan belum lama terjadi ketika pandemi Covid-19 yang baru lau, di mana China melakukan lock down, berakibat penurunan produksi tanah jarang yang berdampak pada negara lain pada industri automotif, dengan penurunan produksi dan penghentian operasi sebagian pabriknya, seperti Toyota, Nissan, Honda, VW, Daimler Benz.
Belajar dari China
Kemampuan yang dimiliki China saat ini, karena ilmuwan dan insinyur China sudah memulai penelitian dan pengembangan sejak 1952, yang menjadikannya saat ini menjadi eksportir tanah jarang terbesar dunia. Riset dan pengembangannya beafiliasi ke Universitas Peking, Changchun Institute of Applied Chemistry, Beijing General Research institute, dan Baotou Rare Earth Research Institute yang merupakan lembaga riset tanah jarang terbesar dunia. Dengan kemampuan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang dimilikinya, China mengontrol ekspor tanah jarang dunia.
Bercermin kepada China sebagai negara yang mengontrol perdagangan tanah jarang dunia, kini negara itu telah menguasai teknologi tinggi, seperti teknologi militer, turbin, komputer, smart phone, flat monitor, automotif, termasuk kereta api capat. Kita mengenal Shanghai motor, Wuling, Dongfeng, Shanghai Electric & Dongfang untuk pembangkit listrik, Lenovo, ZTE, Xiaomi, Oppo dan Huawei untuk teknologi informasi, Changchun Railway & Tangshan Railway untuk teknologi kereta api cepat.
Produsen tanah jarang dunia disamping China adalah, Australia, AS, Rusia, India, Brazil, Burundi, dan sebagain negara Asean, Malaysia, Vietnam, Thailand, Burma (USGS, Reuters 2019).
Karena peran pentingnya di industri teknologi tinggi, tanah jarang tidak hanya merupakan aset ekonomi, tetapi juga merupakan aset dan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang strategis.
Sudah saatnya, Indonesia termasuk bagian dari negara dunia yang masuk dalam daftar produsen tanah jarang dunia yang dapat digunakan sebagai daya tawar diplomatik sekaligus untuk melangkah menuju negara yang menguasai teknologi tinggi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda