Pendidikan yang Kita Rindukan
Senin, 09 Mei 2022 - 13:15 WIB
Senyampang para wakil rakyat dan pemerintah sedang berkutat "mengunyah" pasal demi pasal RUU Sisdiknas tersebut, ada baiknya kita semua memberikan usulan yang konstruktif ke dalam prosesnya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam sektor pendidikan kita yang saat ini relatif masih tercecer, sehingga mungkin saja menjadi penyebab kinerja pendidikan kita hanya jalan di tempat.
Pertama, kompetensi guru dan tenaga kependidikan yang kurang dijaga proses peningkatannya. Program uji kompetensi guru yang direncanakan berjalan rutin sejak 2012, akhirnya dihentikan pada 2015; kecuali untuk wilayah DKI Jakarta yang masih dijalankan pada 2019 untuk seluruh guru. Uji kompetensi dan pelatihan profesi berkelanjutan (continuous professional development) adalah dua mata uang yang saling berkaitan. Pelatihan tanpa mengukur kekurangan setiap guru itu seperti menebak kucing dalam karung: sama meongnya tapi tidak tahu kondisi sebenarnya.
Kedua, program pendidikan inklusi dan anak berbakat. Anak didik di dua kelompok yang berbeda ini sangat perlu diperhatikan. Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di lapisan difabel perlu diperhatikan karena mereka adalah anak-anak kita juga yang kelak bisa ikut berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka adalah bagian dari tugas mulia negara untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan di masyarakat.
Di kelompok anak-anak berbakat istimewa, kita juga perlu memastikan mereka ini "terjaring" sehingga dapat memperkuat bangsa ini dalam persaingan global. Salman Amin Khan, pendiri platform pembelajaran daring gratis Khan Academy pada 2005, memiliki pandangan bahwa penemu obat kanker atau perjalanan antar-galaksi itu jangan-jangan ada di antara anak-anak miskin di gurun Afrika atau sebagian pelosok terpencil kumuh miskin di muka bumi ini. Ya, anak didik berbakat istimewa dari keluarga miskin itu akan selalu tersisihkan dalam persaingan memasuki pendidikan formal. Mereka sudah kalah sebelum bertanding.
Ingat serial novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata (2005)? Anak yang bernama Lintang itu mestinya bisa menjadi ahli nuklir kalau sukses sekolahnya. Namun, apa hendak di kata, nasibnya berakhir sebagai sopir truk karena ayahnya wafat sehingga dia harus drop out banting tulang mencari nafkah demi keluarganya. Di mana gerangan negara dalam kondisi seperti itu?
Ketiga, peran banyak pihak di luar sekolah dan sektor pendidikan perlu ditingkatkan. Lembaga negara, masyarakat, kalangan akademik, dunia usaha, dan media adalah pihak-pihak pemangku pendidikan yang memiliki peran strategis dalam membantu bangsa ini mengangkat kualitas pendidikan secara masif. Ide kolaborasi ini bukan hal baru, karena Ki Hajar Dewantara sudah mencetuskannya dalam konsep Tripusat atau tiga "pusat" yang melingkupi pendidikan si anak didik, yaitu keluarga, sekolah,dan masyarakat. Pengalaman si anak, kalau ditilik dari konsep pendidikan konstruktivisme John Dewey, menjadi sentral dalam proses pembelajaran.
Alangkah baiknya apabila negara dalam hal ini kementerian pendidikan menjadi motor penggerak dan pengembang terwujudnya perluasan tiga pusat tadi menjadi kolaborasi yang ekstensif, sistemik, dan sistematis. Ekstensif karena menyangkut seluruh aspek pendidikan, mulai dari input, proses, dan keluarannya. Sistemik karena menyangkut semua unsur dalam aktivitas sektor pendidikan. Sistematis karena dijalankan secara mudah, terbuka, dan demokratis karena memanfaatkan aplikasi teknologi yang terbaru.
Cita-cita kemerdekaan republik ini dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara masih belum selesai. Tidak akan pernah selesai. Proses perbaikan secara terus menerus inilah yang membuat kita menjadi bangsa yang besar, maju, dan terdidik. Kita dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam sektor pendidikan apabila kita mampu menggali potensi diri dan hikmah dari pengalaman sejarah yang panjang ini. Semua strategi yang kita terapkan demi peningkatan kualitas anak-anak kita ini penting untuk melahirkan pemimpin-pemimpin kelas dunia di masa depan. Kita mampu kalau kita mau. Selamat Hari Pendidikan Nasional.
Pertama, kompetensi guru dan tenaga kependidikan yang kurang dijaga proses peningkatannya. Program uji kompetensi guru yang direncanakan berjalan rutin sejak 2012, akhirnya dihentikan pada 2015; kecuali untuk wilayah DKI Jakarta yang masih dijalankan pada 2019 untuk seluruh guru. Uji kompetensi dan pelatihan profesi berkelanjutan (continuous professional development) adalah dua mata uang yang saling berkaitan. Pelatihan tanpa mengukur kekurangan setiap guru itu seperti menebak kucing dalam karung: sama meongnya tapi tidak tahu kondisi sebenarnya.
Kedua, program pendidikan inklusi dan anak berbakat. Anak didik di dua kelompok yang berbeda ini sangat perlu diperhatikan. Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di lapisan difabel perlu diperhatikan karena mereka adalah anak-anak kita juga yang kelak bisa ikut berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Mereka adalah bagian dari tugas mulia negara untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan di masyarakat.
Di kelompok anak-anak berbakat istimewa, kita juga perlu memastikan mereka ini "terjaring" sehingga dapat memperkuat bangsa ini dalam persaingan global. Salman Amin Khan, pendiri platform pembelajaran daring gratis Khan Academy pada 2005, memiliki pandangan bahwa penemu obat kanker atau perjalanan antar-galaksi itu jangan-jangan ada di antara anak-anak miskin di gurun Afrika atau sebagian pelosok terpencil kumuh miskin di muka bumi ini. Ya, anak didik berbakat istimewa dari keluarga miskin itu akan selalu tersisihkan dalam persaingan memasuki pendidikan formal. Mereka sudah kalah sebelum bertanding.
Ingat serial novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata (2005)? Anak yang bernama Lintang itu mestinya bisa menjadi ahli nuklir kalau sukses sekolahnya. Namun, apa hendak di kata, nasibnya berakhir sebagai sopir truk karena ayahnya wafat sehingga dia harus drop out banting tulang mencari nafkah demi keluarganya. Di mana gerangan negara dalam kondisi seperti itu?
Ketiga, peran banyak pihak di luar sekolah dan sektor pendidikan perlu ditingkatkan. Lembaga negara, masyarakat, kalangan akademik, dunia usaha, dan media adalah pihak-pihak pemangku pendidikan yang memiliki peran strategis dalam membantu bangsa ini mengangkat kualitas pendidikan secara masif. Ide kolaborasi ini bukan hal baru, karena Ki Hajar Dewantara sudah mencetuskannya dalam konsep Tripusat atau tiga "pusat" yang melingkupi pendidikan si anak didik, yaitu keluarga, sekolah,dan masyarakat. Pengalaman si anak, kalau ditilik dari konsep pendidikan konstruktivisme John Dewey, menjadi sentral dalam proses pembelajaran.
Alangkah baiknya apabila negara dalam hal ini kementerian pendidikan menjadi motor penggerak dan pengembang terwujudnya perluasan tiga pusat tadi menjadi kolaborasi yang ekstensif, sistemik, dan sistematis. Ekstensif karena menyangkut seluruh aspek pendidikan, mulai dari input, proses, dan keluarannya. Sistemik karena menyangkut semua unsur dalam aktivitas sektor pendidikan. Sistematis karena dijalankan secara mudah, terbuka, dan demokratis karena memanfaatkan aplikasi teknologi yang terbaru.
Cita-cita kemerdekaan republik ini dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara masih belum selesai. Tidak akan pernah selesai. Proses perbaikan secara terus menerus inilah yang membuat kita menjadi bangsa yang besar, maju, dan terdidik. Kita dapat sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam sektor pendidikan apabila kita mampu menggali potensi diri dan hikmah dari pengalaman sejarah yang panjang ini. Semua strategi yang kita terapkan demi peningkatan kualitas anak-anak kita ini penting untuk melahirkan pemimpin-pemimpin kelas dunia di masa depan. Kita mampu kalau kita mau. Selamat Hari Pendidikan Nasional.
(mpw)
tulis komentar anda