Politikus Perindo Sebut Ada Terobosan Baru dalam UU TPKS
Kamis, 21 April 2022 - 22:08 WIB
JAKARTA - Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hukum dan HAM, Tama S. Langkun menyebut ada beberapa terobosan baru dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( RUU TPKS ) di antaranya kemudahan pemberian alat bukti, restitusi adalah ganti kerugian, dan delik pemerkosaan.
Terkait alat bukti, Tama mengatakan dengan disahkannya UU TPKS memberikan kemudahan bagi korban untuk memberikan berbagai alat bukti yang bukan hanya visum saja. Melainkan bukti percakapan dalam chat kini dapat dijadikan sebuah bukti dalam menindak pelaku pemerkosaan.
"Misalnya dalam konteks pembuktian dari dulu perlu alat bukti misalnya ada visum dan segala macam. Kalau sekarang satu hal alat bukti saja bisa berupa chat menjadi lebih mudah," kata Tama dalam Podcast Aksi Nyata Partai Perindo #DariKamuUntukIndonesia, Kamis (21/4/2022)
Kedua, soal restitusi atau ganti rugi, menurut nya penyidik kini dapat menyita aset pelaku untuk dijadikan biaya ganti rugi korban kekerasan. "Korban dalam kejahatan apa pun boleh minta ganti rugi. Biasanya kalau restitusi tidak sanggup ya sudah selesai. Kalau sekarang sebelum pelaku bilang tidak bisa mengganti rugi, penyidik bisa sita jaminannya agar hak restitusi bisa maksimal," ujar dia.
Bahkan, korban pun dapat meminta talangan restitusi kepada negara. Jika pelaku kekerasan dinilai belum dapat menanggung biaya ganti rugi sang korban. "Kalau restitusi sekarang negara sementara bisa mengcover terlebih dahulu. Ini menurut saya bagus makanya kemudian undang-undang ini ada istilah victim trust fund," ujarnya.
Ketiga, terkait delik pemerkosaan menjadi lebih luas. Di mana UU TPKS ini juga mengatur pelecehan seksual secara fisik, verbal hingga psikis korban. Kemudian kata Tama biasanya hukum kekerasan seksual baik terhadap persetubuhan anak masuk UU perlindungan anak dan remaja di atas 18 tahun masuk KUHP dulu dipisahkan. Kini disatukan dalam wujud UU TPKS
"Kalau pemerkosaan (anak usia 18 tahun) dia pakai KUHP, persetubuhan (anak) itu ada undang-undang perlindungan anak ini masih terpisah-pisah aturannya. Sekarang di satukan ada namanya undang-undang UU TPKS. Itu juga harus menjadi hal yang dilindungi sehingga korban punya hak yang lebih untuk bisa berdaya atas dirinya," kata dia.
Terkait alat bukti, Tama mengatakan dengan disahkannya UU TPKS memberikan kemudahan bagi korban untuk memberikan berbagai alat bukti yang bukan hanya visum saja. Melainkan bukti percakapan dalam chat kini dapat dijadikan sebuah bukti dalam menindak pelaku pemerkosaan.
"Misalnya dalam konteks pembuktian dari dulu perlu alat bukti misalnya ada visum dan segala macam. Kalau sekarang satu hal alat bukti saja bisa berupa chat menjadi lebih mudah," kata Tama dalam Podcast Aksi Nyata Partai Perindo #DariKamuUntukIndonesia, Kamis (21/4/2022)
Kedua, soal restitusi atau ganti rugi, menurut nya penyidik kini dapat menyita aset pelaku untuk dijadikan biaya ganti rugi korban kekerasan. "Korban dalam kejahatan apa pun boleh minta ganti rugi. Biasanya kalau restitusi tidak sanggup ya sudah selesai. Kalau sekarang sebelum pelaku bilang tidak bisa mengganti rugi, penyidik bisa sita jaminannya agar hak restitusi bisa maksimal," ujar dia.
Bahkan, korban pun dapat meminta talangan restitusi kepada negara. Jika pelaku kekerasan dinilai belum dapat menanggung biaya ganti rugi sang korban. "Kalau restitusi sekarang negara sementara bisa mengcover terlebih dahulu. Ini menurut saya bagus makanya kemudian undang-undang ini ada istilah victim trust fund," ujarnya.
Ketiga, terkait delik pemerkosaan menjadi lebih luas. Di mana UU TPKS ini juga mengatur pelecehan seksual secara fisik, verbal hingga psikis korban. Kemudian kata Tama biasanya hukum kekerasan seksual baik terhadap persetubuhan anak masuk UU perlindungan anak dan remaja di atas 18 tahun masuk KUHP dulu dipisahkan. Kini disatukan dalam wujud UU TPKS
"Kalau pemerkosaan (anak usia 18 tahun) dia pakai KUHP, persetubuhan (anak) itu ada undang-undang perlindungan anak ini masih terpisah-pisah aturannya. Sekarang di satukan ada namanya undang-undang UU TPKS. Itu juga harus menjadi hal yang dilindungi sehingga korban punya hak yang lebih untuk bisa berdaya atas dirinya," kata dia.
(cip)
tulis komentar anda