Kontinuitas IKN, Momentum Penguasa Berbenah

Senin, 18 April 2022 - 22:04 WIB
Secara politik, terlepas dari berbagai pro dan kontranya, keberlanjutan kebijakan IKN ada di tangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai penguasa. Sebab, kepemilikan kebijakan (policy ownership) IKN ini bertumpu pada partai ini. Selama ini juga PDIP-lah yang paling rajin berjuang mempertahankan diskursus IKN. Tanpa PDIP sebagai partai penguasa, kebijakan IKN agaknya akan segera menjadi ”dongeng”.

PDIP berpotensi besar mengawal implementasi IKN dengan beberapa alasan berikut. Dari sisi basis massa, partai ini memiliki kelompok pemilih paling loyal dan jumlahnya relatif paling banyak. Partai ini, misalnya, mendominasi hasil pilkada serentak 2020 lalu. Sekitar 17 calonnya terpilih di Jawa Tengah, dan 11 di Jawa Timur. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa partai banteng moncong putih ini memiliki stok kader pemimpin relatif lebih melimpah dan loyal ketimbang partai-partai lain.

Meski demikian, beberapa tantangan berikut perlu mendapat perhatian serius.Pertama,saat ini periode terakhir Presiden Joko Widodo menjabat. Keberadaan Badan Otorita IKN jelas membantu koordinasi kebijakan ibu kota baru ini. Tetapi, kewenangannya pada akhirnya ditentukan oleh presiden yang berhak mengganti kepalanya sewaktu-waktu. Akan ada figur presiden baru yang akan bertanggung jawab atas IKN. Belum tentu ia punya perhatian selevel Presiden Jokowi.

Kedua,jamak dipahami bahwa partai-partai politik besar di Indonesia relatif dinastik atau oligopolistik.Trahatau golongan tertentu mendominasi, jika bukan satu-satunya, jalan regenerasi kepemimpinannya. Harus diakui, PDIP masih kental dengan nuansa dinastik itu. Dwi-dekade pelaksanaan IKN adalah momentum pelecut partai penguasa ini untuk berbenah.

Para pemimpin partai ini perlu lebih serius menyiapkan kader dengan memperluas kolam talenta (pool of talent) mereka. Terlalu fokus pada trah tertentu akan menyulitkan diri partai itu sendiri.

Reformasi Meritokratik dan Kolaboratif

Publik tentu mengapresiasi sikap reformatif PDIP, sebagai partai penguasa, menolak tegas perpanjangan masa jabatan presiden dan pengunduran jadwal pemilu. Nah, IKN meningkatkan urgensi penguasa arena politik Indonesia tersebut untuk mereformasi dirinya secara lebih fundamental. PDIP perlu bertransformasi dari situasi dinastik menjadi lebih meritokratik dan kolaboratif.

Bukan hanya loyalitas, kualitas kader atau talenta partai juga perlu dinilai dari aspek-aspek yang lebih substantif. Dengan sistem partai yang meritokratik, siapa pun, dari latar mana pun, perlu diberi kesempatan untuk memimpin partai ini. Tentu, dengan syarat mereka berkinerja bagus, berkapasitas politik mumpuni, dan loyal terhadap kepentingan nasional,wabil-khususmau mengawal kebijakan pembangunan IKN hingga selesai.

Di sisi lain, parpol berkuasa juga perlu membuka diri untuk aktif berkolaborasi dengan aktor-aktor non-partai. Kerja sama dengan universitas dan lembaga riset, dikomandoi Megawati Institute, misalnya, perlu lebih digiatkan untuk menelurkan masukan-masukan berkualitas bagi pemerintah. Kerja sama dengan organsisasi masyarakat. Dengan Nahdlatul Ulama (NU), sebagai contoh, PDIP dapat menyusun peta-jalan kehidupan beragama di IKN. Lagipula, telah banyak kepala daerah dari partai ini yang nyatanya juga kader NU.

Besarnya potensi PDIP memimpin Indonesia dalam jangka panjang akan menjadi hal aneh (peculiar) dan menantang demokrasi kita khususnya era Reformasi. Hal ini akan menantang pendapat umum bahwa dua periode adalah cukup untuk sebuah kelompok memimpin negeri ini. Namun, sepanjang penguasa memiliki kepemilikan terhadap sebuah kebijakan, keberlanjutannya akan relatif terjamin. Implementasi IKN akan membutuhkan komitmen sekaligus atmosfer politik yang stabil.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More