Tantangan Dewan Komisioner OJK
Rabu, 13 April 2022 - 13:56 WIB
Terjaganya stabilitas sistem jasa keuangan di masa pandemi ditunjukkan oleh berbagai indikator, mulai dari profil risiko yang cenderung membaik hingga likuiditas dan permodalan yang tetap terjaga. Profil risiko industri keuangan ditandai oleh rendahnya non-performing loan (NPL) perbankan dan non-performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan. Selama pandemi, NPL perbankan dan NPF perusahaan pembiayaan senantiasa terjaga di kisaran 3%. Pada Februari 2022 NPL perbankan (gross) berada di level 3,08%, sementara NPF perusahaan pembiayaan di level 3,25%.
NPL dan NPF yang terjaga rendah membantu perbankan dan Industri keuangan nonbank (IKNB) mempertahankan permodalannya di level yang sehat. Rasio permodalan perbankan pada Februari 2022 tercatat sebesar 25,82%. Sementara risk based capital (RBC) industri asuransi jiwa berada di level 535,72% dan RBC industri asuransi umum di level 323,11%. Artinya permodalan baik perbankan maupun industri asuransi semuanya aman di atas threshold.
Indikator stabilitas sistem jasa keuangan lainnya adalah likuiditas. Likuiditas perbankan ditunjukkan oleh rasio alat likuid terhadap non-care deposit yang pada Februari 2022 terjaga di level 147,33%. Cukup jauh di atas threshold 50%. Selain itu ditunjukkan juga oleh rasio alat likuid terhadap DPK yang berada di level 32,72% (threshold 10%). Artinya likuiditas perbankan juga terjaga aman.
Terjaganya stabilitas sistem jasa keuangan yang dicerminkan oleh indikator risiko, permodalan dan likuiditas merupakan modal besar untuk pemulihan ekonomi. Modal pemulihan ekonomi itu adalah pencapaian DK OJK yang lama, yang harus dilanjutkan oleh DK OJK yang baru.
Tantangan
Meskipun sistem jasa keuangan terjaga baik, bukan berarti tantangan ke depan menjadi ringan. DK OJK yang baru, yang akan dilantik bulan Juli mendatang, memiliki tantangan yang beragam dan berat.
Posisi dan fungsi OJK sendiri sangat strategis dan sering disebut sebagai superbodi karena kewenangannya yang sangat luas dan besar. Bersama kewenangan yang sangat besar itu ada tanggung jawab yang juga sangat besar. Tantangan utama DK OJK adalah memastikan bahwa OJK akan melaksanakan tugas dan kewenangannya secara bertanggung jawab.
Tantangan berikutnya adalah melanjutkan kerja-kerja serta prestasi yang sudah berjalan dan diraih oleh Dewan Komisioner periode-periode sebelumnya. Meskipun OJK selama pandemi berhasil menjaga stabilitas sistem jasa keuangan, bukan berarti semua permasalahan dalam sistem jasa keuangan sudah selesai. Masih banyak lembaga jasa keuangan (LJK) yang bermasalah dan harus segera diselesaikan oleh DK OJK yang baru. Utamanya adalah Jiwasraya, Asabri, Bumiputera, dan berbagai lembaga jasa keuangan lainnya. DK OJK yang baru harus segera melanjutkan upaya-upaya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.
Selain menyelesaikan berbagai permasalahan di lembaga jasa keuangan, DK OJK juga harus mempersiapkan masa transisi menuju era industri keuangan digital yang merupakan keniscayaan masa depan. Industri keuangan mau tidak mau pada akhirnya akan menjadi digital. Di awali oleh berkembangnya berbagai startup teknologi keuangan (fintech) yang kemudian diikuti oleh munculnya bank-bank digital. DK OJK harus memastikan proses menuju industri keuangan digital bisa berjalan smooth tanpa terjadinya gejolak yang merugikan perekonomian.
Last but not least, seiring dengan persiapan industri keuangan digital, tantangan DK OJK berikutnya adalah mewujudkan pengawasan terintegrasi yang menjadi amanah pendirian OJK. Pengawasan terintegrasi diharapkan dapat memperkuat pengawasan terhadap konglomerasi keuangan yang menawarkan produk dan jasa keuangan yang bersifat hybrid antara produk perbankan, asuransi, dan pasar modal.
NPL dan NPF yang terjaga rendah membantu perbankan dan Industri keuangan nonbank (IKNB) mempertahankan permodalannya di level yang sehat. Rasio permodalan perbankan pada Februari 2022 tercatat sebesar 25,82%. Sementara risk based capital (RBC) industri asuransi jiwa berada di level 535,72% dan RBC industri asuransi umum di level 323,11%. Artinya permodalan baik perbankan maupun industri asuransi semuanya aman di atas threshold.
Indikator stabilitas sistem jasa keuangan lainnya adalah likuiditas. Likuiditas perbankan ditunjukkan oleh rasio alat likuid terhadap non-care deposit yang pada Februari 2022 terjaga di level 147,33%. Cukup jauh di atas threshold 50%. Selain itu ditunjukkan juga oleh rasio alat likuid terhadap DPK yang berada di level 32,72% (threshold 10%). Artinya likuiditas perbankan juga terjaga aman.
Terjaganya stabilitas sistem jasa keuangan yang dicerminkan oleh indikator risiko, permodalan dan likuiditas merupakan modal besar untuk pemulihan ekonomi. Modal pemulihan ekonomi itu adalah pencapaian DK OJK yang lama, yang harus dilanjutkan oleh DK OJK yang baru.
Tantangan
Meskipun sistem jasa keuangan terjaga baik, bukan berarti tantangan ke depan menjadi ringan. DK OJK yang baru, yang akan dilantik bulan Juli mendatang, memiliki tantangan yang beragam dan berat.
Posisi dan fungsi OJK sendiri sangat strategis dan sering disebut sebagai superbodi karena kewenangannya yang sangat luas dan besar. Bersama kewenangan yang sangat besar itu ada tanggung jawab yang juga sangat besar. Tantangan utama DK OJK adalah memastikan bahwa OJK akan melaksanakan tugas dan kewenangannya secara bertanggung jawab.
Tantangan berikutnya adalah melanjutkan kerja-kerja serta prestasi yang sudah berjalan dan diraih oleh Dewan Komisioner periode-periode sebelumnya. Meskipun OJK selama pandemi berhasil menjaga stabilitas sistem jasa keuangan, bukan berarti semua permasalahan dalam sistem jasa keuangan sudah selesai. Masih banyak lembaga jasa keuangan (LJK) yang bermasalah dan harus segera diselesaikan oleh DK OJK yang baru. Utamanya adalah Jiwasraya, Asabri, Bumiputera, dan berbagai lembaga jasa keuangan lainnya. DK OJK yang baru harus segera melanjutkan upaya-upaya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.
Selain menyelesaikan berbagai permasalahan di lembaga jasa keuangan, DK OJK juga harus mempersiapkan masa transisi menuju era industri keuangan digital yang merupakan keniscayaan masa depan. Industri keuangan mau tidak mau pada akhirnya akan menjadi digital. Di awali oleh berkembangnya berbagai startup teknologi keuangan (fintech) yang kemudian diikuti oleh munculnya bank-bank digital. DK OJK harus memastikan proses menuju industri keuangan digital bisa berjalan smooth tanpa terjadinya gejolak yang merugikan perekonomian.
Last but not least, seiring dengan persiapan industri keuangan digital, tantangan DK OJK berikutnya adalah mewujudkan pengawasan terintegrasi yang menjadi amanah pendirian OJK. Pengawasan terintegrasi diharapkan dapat memperkuat pengawasan terhadap konglomerasi keuangan yang menawarkan produk dan jasa keuangan yang bersifat hybrid antara produk perbankan, asuransi, dan pasar modal.
Lihat Juga :
tulis komentar anda