SILPA dan Pandemi

Senin, 11 April 2022 - 14:53 WIB
Keynesiantelah membuktikan bahwa dalam kondisi resesi ekonomi, intervensi pemerintah melalui belanja pemerintah efektif dalam menangani berbagai krisis di masa lalu. Ketika sebuah negara berada dalam kondisi krisis, maka belanja negara (government spending) akan menjadi ujung tombak pemulihan permintaan dan penawaran agregat, termasuk menjadi alat stabilisasi ekonomi (economic stabilizer). Pun selama masa pandemi, peran pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah aktif dalam menangani dampak pandemi sangat dibutuhkan.

Program penanganan pandemi yang digulirkan pemerintah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 yang terwujud melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hingga saat ini, PEN telah berjalan dalam tiga tahun sejak 2020 ketika awal pandemi menghantam Indonesia.

Dalam penyelenggaraan tahun pertamanya, pemerintah mengalokasikan anggaran PEN senilai Rp695,2 triliun. Pada 2021, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran PEN menjadi Rp744,7 triliun. Selanjutnya, pada 2022, pemerintah menurunkan alokasi anggaran PEN menjadi Rp455,6 triliun.

Komponen belanja pemerintah berupa belanja modal dan belanja barang diharapkan mengalami peningkatan guna mendukung program PEN. Optimalisasi ini juga dimaksudkan untuk menjaga tren pertumbuhan ekonomi yang berangsur membaik. Akan tetapi sayangnya, tingginya angka SILPA, khususnya di berbagai daerah di Indonesia, menunjukkan bahwa alokasi belanja pemerintah masih belum optimal.

Data menunjukkan bahwa realisasi pengadaan barang dan jasa di Kementerian/Lembaga (K/L) pada kuartal I/2021 hanya sekitar 10,98% serta pengadaan barang dan jasa di pemerintah daerah di bawah 5%. Selain itu, semua realisasi belanja pemerintah juga masih rendah. Hingga kuartal I, total belanja APBN yang terserap baru sekitar 15%, APBD 7%, dan serapan belanja dana PEN juga terbilang rendah, yaitu 24,6%.

Lebih lanjut, hasil Kajian Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa peningkatan simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) di perbankan juga sejalan dengan terjadinya peningkatan SILPA.

Secara rata-rata simpanan Pemda di perbankan berbentuk giro 66,5%, deposito 30,4%, dan dalam bentuk tabungan hanya sekitar 1,8%. Simpanan dalam bentuk deposito menunjukkan proporsi yang terus meningkat. Kementerian Keuangan mencatat dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan pada akhir 2021 mencapai Rp113,38 triliun.

Data mencatat bahwa saldo Pemda di perbankan pada Desember 2021 merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Jumlahnya mengalami kenaikan 20,6% atau Rp19,41 triliun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Tingginya simpanan di bank tersebut mengindikasikan bahwa masih kurang optimalnya pelayanan kepada masyarakat. Padahal dana tersebut seharusnya dapat digunakan untuk kegiatan pelayanan publik dan belanja produktif lainnya yang dapat mendorong pembangunan, terutama dalam masa pemulihan ekonomi nasional seperti saat ini.

Kunci Optimalisasi Serapan Belanja
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More