Perpres 64/2020: Babak Baru Kenaikan Iuran BPJS Pasca-Putusan MA

Selasa, 16 Juni 2020 - 06:52 WIB
Ogiandhafiz Juanda, S.H., LL.M., C.L.A. Advokat, Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, Direktur Treas Constituendum Institute. Foto/Ist
Ogiandhafiz Juanda, S.H., LL.M., C.L.A.

Advokat, Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional, Direktur Treas Constituendum Institute

MENYATAKAN Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Begitulah amar atau diktum putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 tanggal 27 Februari 2020 atas hak uji materiil atau judicial review yang diajukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KCPDI) terhadap Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) tersebut. Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) dari Perpres Nomor 75/2019 ini memuat aturan mengenai perubahan atau kenaikan atas iuran BPJS yang besaran kenaikannya mencapai 100%. Tetapi, sejak dibatalkan MA, pasal tersebut secara yuridis dianggap tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang sifatnya mengikat dan dianggap tidak pernah ada (ex tunc ) sehingga dengan adanya putusan MA tersebut, aturan iuran BPJS yang berlaku dikembalikan pada keadaan seperti sedia kala.

Akan tetapi, terhitung 2,5 bulan sejak keluarnya putusan MA tersebut, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS melalui Perpres Nomor 64/2020. Perpres modifikasi tersebut tentu saja menyebabkan sebagian masyarakat kecewa karena dianggap mengatur mengenai satu persoalan lama yang sama, yakni tentang kenaikan iuran BPJS. Apalagi, menurut mereka, hal ini dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang telah menyebabkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat menjadi drop. Di lain pihak, kenaikan iuran BPJS ini dianggap oleh pemerintah sebagai satu upaya untuk menjaga keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sekaligus menjamin pelayanan kesehatan masyarakat.



Sebenarnya, ada tiga persoalan besar terkait kenaikan iuran BPJS ini. Pertama, mengenai validitas dari Perpres baru tersebut. Kedua , terkait momentum keluarnya Perpres tersebut. Ketiga , mengenai alasan atas adanya kenaikan iuran BPJS itu sendiri.

Peraturan yang Sah

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10/2004, Peraturan Presiden (Perpres) menempati kedudukan yang sentral dalam sistem dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Secara umum, Perpres berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada Presiden untuk mengatur (relegende bevoegheid ) dan menjalankan visinya terhadap satu persoalan yang memiliki kadar urgensi tertentu. Kewenangan Presiden untuk mengeluarkan Perpres ini juga diatur secara implisit di dalam Konstitusi melalui Pasal 4 ayat (1) UUD 1945.

Dalam teori hukum, Perpres sebagai satu norma hukum yang keberadaannya di bawah undang-undang, tidaklah boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya, yang mana hal ini juga dikenal dalam prinsip "lex superior derogat legi inferiori". Keberlakuan prinsip ini direpresentasikan dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 7/P/HUM/2020 tadi.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More