Legislator PDIP Sebut Sengkarut Masalah Minyak Goreng Memalukan
Senin, 07 Maret 2022 - 22:04 WIB
Deddy mengaku bingung karena kebutuhan bahan baku minyak goreng dalam negeri hanya sekitar 10% dari total produksi CPO nasional yang mencapai di atas 49 juta ton per tahun. Indonesia hanya butuh sedikitnya di atas 5 juta ton per tahun untuk minyak goreng, tetapi pasokan minyak tetap tidak bisa terpenuhi.
Baca juga: Menanti Jurus Tepat Kendalikan Minyak Goreng
"Bahkan bila ditambahkan dengan kebutuhan CPO untuk program B30 yang mencapai sekitar 9 juta ton, produksi kita masih sangat aman. Jika pun pengusaha dan eksportir CPO dikenakan kewajiban DMO 30%, mereka tetap akan untung karena harga internasional masih sangat tinggi mencapai Rp15.000/kg," katanya.
Karena itu, Deddy berharap agar Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM segera duduk bersama dengan para stakeholder terkait dan pelaku industri. Semua harus duduk bersama untuk menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng karena sebentar lagi akan memasuki bulan puasa.
"Persoalan ini sudah terlalu lama tidak terselesaikan, sungguh memalukan. Sengkarut ini merugikan semua pihak, mulai dari hulu hingga ke hilir, konsumen dan bahkan negara secara tidak langsung juga dirugikan," kata legislator dari dapil Kalimantan Utara tersebut.
Deddy Yevru berharap agar Kemendag memberikan kepastian solusi terhadap permasalahan ini. Terkuncinya ekspor CPO tidak hanya merugikan pengusaha sawit, tetapi juga berdampak pada penerimaan negara. Ketiadaan minyak goreng juga merugikan pedagang dan pelaku ekonomi, baik yang besar, menengah maupun kecil.
"Saya meminta Kemendag dan Menteri Perdagangan buka-bukaan, apa masalahnya hingga hampir 3 bulan lebih kelangkaan minyak goreng masih terus terjadi. Seberapa efektif kebijakan DMP, DPO, HET dan pelarangan ekspor dalam memulihkan struktur produksi dan perdagangan komoditas ini? Apakah benar-benar tidak ada cara yang efektif dan sistemik untuk mengurangi benang kusut yang ada? Sampai kapan masalah ini akan teratasi, ini harus dijawab oleh Kementerian Perdagangan," kata Deddy.
Baca juga: Menanti Jurus Tepat Kendalikan Minyak Goreng
"Bahkan bila ditambahkan dengan kebutuhan CPO untuk program B30 yang mencapai sekitar 9 juta ton, produksi kita masih sangat aman. Jika pun pengusaha dan eksportir CPO dikenakan kewajiban DMO 30%, mereka tetap akan untung karena harga internasional masih sangat tinggi mencapai Rp15.000/kg," katanya.
Karena itu, Deddy berharap agar Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM segera duduk bersama dengan para stakeholder terkait dan pelaku industri. Semua harus duduk bersama untuk menyelesaikan masalah kelangkaan minyak goreng karena sebentar lagi akan memasuki bulan puasa.
"Persoalan ini sudah terlalu lama tidak terselesaikan, sungguh memalukan. Sengkarut ini merugikan semua pihak, mulai dari hulu hingga ke hilir, konsumen dan bahkan negara secara tidak langsung juga dirugikan," kata legislator dari dapil Kalimantan Utara tersebut.
Deddy Yevru berharap agar Kemendag memberikan kepastian solusi terhadap permasalahan ini. Terkuncinya ekspor CPO tidak hanya merugikan pengusaha sawit, tetapi juga berdampak pada penerimaan negara. Ketiadaan minyak goreng juga merugikan pedagang dan pelaku ekonomi, baik yang besar, menengah maupun kecil.
"Saya meminta Kemendag dan Menteri Perdagangan buka-bukaan, apa masalahnya hingga hampir 3 bulan lebih kelangkaan minyak goreng masih terus terjadi. Seberapa efektif kebijakan DMP, DPO, HET dan pelarangan ekspor dalam memulihkan struktur produksi dan perdagangan komoditas ini? Apakah benar-benar tidak ada cara yang efektif dan sistemik untuk mengurangi benang kusut yang ada? Sampai kapan masalah ini akan teratasi, ini harus dijawab oleh Kementerian Perdagangan," kata Deddy.
(abd)
tulis komentar anda