Legislator PDIP Sebut Sengkarut Masalah Minyak Goreng Memalukan
Senin, 07 Maret 2022 - 22:04 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyoroti masalah kelangkaan minyak goreng yang belum terselesaikan hingga saat ini. Dia melihat langkah penyelesaian yang dilakukan pemerintah masih jalan di tempat.
Menurut Deddy, saat ini kelangkaan minyak goreng masih terus berlanjut di berbagai daerah dan bahkan di Jakarta. Sementara harga di pasaran, masih jauh dari Harge Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan.
"Saya justru melihat bahwa industri ini rusak parah, rantai pasoknya dari hulu hingga hilirnya sudah bermasalah," kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (7/3/2021).
Baca juga: Stabilisasi Harga Minyak Goreng
Deddy menjelaskan, rantai pasok minyak goreng dimulai dari pekebun sawit, produsen CPO, pabrik minyak goreng, distributor, agen, hingga pedagang. Namun masing-masing sudah tidak saling bersambung, sehingga semua pihak dirugikan. Menurutnya, tidak hanya rakyat yang kesulitan mendapatkan barang, tetapi harganya pun sangat mahal.
"Saya mendapatkan laporan produsen CPO misalnya, mengeluh karena tidak ada jaminan mereka bisa melakukan ekspor. Padahal mereka mengaku sudah memenuhi persyaratan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng," katanya.
Dari sisi produsen minyak goreng, kata Deddy, mayoritas merasa masih kesulitan mendapatkan bahan baku. Padahal jika dilihat struktur industrinya, dari sekitar 400 pabrik minyak goreng yang ada, hampir 51% dari total produksi dikuasai oleh 4-5 perusahaan. Artinya, jika pemerintah serius, maka sangat mudah untuk mengetahui sebaran hasil produksi minyak goreng dari pabrik.
"Saya menerima keluhan dari banyak pengusaha sawit, baik domestik maupun PMA. Mereka bingung dengan berbagai ketidakjelasan aturan yang ada, dan ini sangat merugikan mereka," katanya.
Menurut Deddy, saat ini kelangkaan minyak goreng masih terus berlanjut di berbagai daerah dan bahkan di Jakarta. Sementara harga di pasaran, masih jauh dari Harge Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan.
"Saya justru melihat bahwa industri ini rusak parah, rantai pasoknya dari hulu hingga hilirnya sudah bermasalah," kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) itu dikutip dari keterangan tertulisnya, Senin (7/3/2021).
Baca juga: Stabilisasi Harga Minyak Goreng
Deddy menjelaskan, rantai pasok minyak goreng dimulai dari pekebun sawit, produsen CPO, pabrik minyak goreng, distributor, agen, hingga pedagang. Namun masing-masing sudah tidak saling bersambung, sehingga semua pihak dirugikan. Menurutnya, tidak hanya rakyat yang kesulitan mendapatkan barang, tetapi harganya pun sangat mahal.
"Saya mendapatkan laporan produsen CPO misalnya, mengeluh karena tidak ada jaminan mereka bisa melakukan ekspor. Padahal mereka mengaku sudah memenuhi persyaratan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng," katanya.
Dari sisi produsen minyak goreng, kata Deddy, mayoritas merasa masih kesulitan mendapatkan bahan baku. Padahal jika dilihat struktur industrinya, dari sekitar 400 pabrik minyak goreng yang ada, hampir 51% dari total produksi dikuasai oleh 4-5 perusahaan. Artinya, jika pemerintah serius, maka sangat mudah untuk mengetahui sebaran hasil produksi minyak goreng dari pabrik.
"Saya menerima keluhan dari banyak pengusaha sawit, baik domestik maupun PMA. Mereka bingung dengan berbagai ketidakjelasan aturan yang ada, dan ini sangat merugikan mereka," katanya.
tulis komentar anda