Penundaan Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Konstitusional
Senin, 07 Maret 2022 - 15:10 WIB
Salah satu fokus utama pada perubahan pertama tersebut terletak pada pembatasan periode masa jabatan presiden agar di masa mendatang tidak ada lagi presiden menjabat berpuluh-puluh tahun seperti di masa lalu. Karena itu, dilakukan perubahan terhadap Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 sehingga secara jelas menegaskan seseorang dapat menjadi presiden untuk dua kali masa jabatan saja. Setelah tembok sakralisme berhasil dirobohkan, amandemen terhadap konstitusi terus berlanjut hingga empat kali.
Secara ringkas, terdapat empat substansi perubahan dari empat kali amendemen konstitusi. Pertama, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung atau tidak lagi melalui MPR. Kedua, pelembagaan masa jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap selama lima tahun dengan maksimal dua periode masa jabatan. Ketiga, pengalihan fungsi legislasi dari semula titik berat berada di lembaga eksekutif menjadi di lembaga legislatif, meski tetap harus dibahas dan mendapatkan persetujuan presiden. Keempat, penghapusan kedudukan dan peran MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Berbagai perubahan mendasar dihasilkan melalui empat tahap amendemen konstitusi tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Arend Lijphart (1994: 91-105), terdapat tiga elemen pokok sistem presidensial. Kepala pemerintahan dipilih untuk masa jabatan bersifat tetap, presiden dipilih secara langsung, dan presiden merupakan kepala eksekutif bersifat tunggal. Konsekuensi masa jabatan bersifat tetap tersebut adalah presiden terpilih tidak mudah dijatuhkan oleh parlemen.
Berangkat dari semangat itu, penundaan pemilu atas dalih pemilihan ekonomi akibat pandemi adalah hal kontraproduktif bagi keberlangsungan demokrasi konstitusional di Indonesia. Dua prinsip dasar demokrasi konstitusional adalah pembatasan periode masa jabatan presiden/wakil presiden serta sirkulasi kekuasaan secara teratur dan demokratis.
Dua prinsip dasar itu dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari jebakan otoritarianisme. Jangan sampai hanya karena untuk memuasakan syahwat berkuasa, prinsip-prinsip dasar itu dirusak oleh partai-partai politik yang notabene merupakan salah satu pilar penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
Secara ringkas, terdapat empat substansi perubahan dari empat kali amendemen konstitusi. Pertama, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung atau tidak lagi melalui MPR. Kedua, pelembagaan masa jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap selama lima tahun dengan maksimal dua periode masa jabatan. Ketiga, pengalihan fungsi legislasi dari semula titik berat berada di lembaga eksekutif menjadi di lembaga legislatif, meski tetap harus dibahas dan mendapatkan persetujuan presiden. Keempat, penghapusan kedudukan dan peran MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Berbagai perubahan mendasar dihasilkan melalui empat tahap amendemen konstitusi tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Arend Lijphart (1994: 91-105), terdapat tiga elemen pokok sistem presidensial. Kepala pemerintahan dipilih untuk masa jabatan bersifat tetap, presiden dipilih secara langsung, dan presiden merupakan kepala eksekutif bersifat tunggal. Konsekuensi masa jabatan bersifat tetap tersebut adalah presiden terpilih tidak mudah dijatuhkan oleh parlemen.
Berangkat dari semangat itu, penundaan pemilu atas dalih pemilihan ekonomi akibat pandemi adalah hal kontraproduktif bagi keberlangsungan demokrasi konstitusional di Indonesia. Dua prinsip dasar demokrasi konstitusional adalah pembatasan periode masa jabatan presiden/wakil presiden serta sirkulasi kekuasaan secara teratur dan demokratis.
Dua prinsip dasar itu dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari jebakan otoritarianisme. Jangan sampai hanya karena untuk memuasakan syahwat berkuasa, prinsip-prinsip dasar itu dirusak oleh partai-partai politik yang notabene merupakan salah satu pilar penting dalam kehidupan demokrasi di Indonesia.
(ynt)
Lihat Juga :
tulis komentar anda