Cara Industri Ritel Menyelamatkan Diri di Masa Pemulihan
Sabtu, 26 Februari 2022 - 12:03 WIB
Referensi lain dari Prophet.com mengatakan bahwa transformasi pengalaman konsumen sejati bergerak dengan dua kecepatan dan membutuhkan pembuatan portofolio pergerakan pengalaman. Pergerakan ini mencakup proses perbaikan dari suatu masalah, dengan merujuk pada pengalaman sebelumnya.
Kendati e-commerce mengalami tren pertumbuhan signifikan, namun tidak jarang pada pemasar menemukan fakta bahwa hasil penjualan mereka tidak seperti yang diharapkan. Kondisi ini bisa jadi karena para peritel melupakan bahwa konsumen adalah elemen pencetak penghasilan terbesar. Untuk itu, jangan sampai usaha ritel tersebut melupakan pertimbangkan masukan dari konsumen yang menjadi target mereka.
Terkait customer experience ini, pelaku bisnis ritel harus melakukannya lebih cepat sebelum pesaing mengambil tindakan yang sama. Kecepatan ini lah yang akan menjadi kunci kesuksesan transformasi.
Menang, pada awalnya mungkin aka nada tantangan dan kendala bermunculan yang membuat proses transformasi tidak berjalan mulus. Namun, dengan keyakinan dan banyaknya percobaan (trial & error), pelaku usaha akan menemukan pengalaman unik dan tepat untuk konsumen mereka, dan tentunya memenangkan pelanggan.
Transformasi dengan dasar pengalaman pelanggan dapat dimulai dari salah satu bagian dari bisnis tersebut. Misalnya, dari sisi pemasaran yang dilakukan secara digital. Setelah itu, dilanjutkan dengan melakukan transformasi pada keseluruhan proses yang ada. Cara ini dapat diperluas seiring dengan berjalannya waktu, dengan menggunakan proses metodologi yang fleksibel (agile).
Salah satu contoh pengalaman bisa dilihat dari perusahaan-perusahaan fast moving consumer good (FMCG) yang mengubah cara bertransaksi konsumennya menjadi lebih mudah dengan menggunakan teknologi aplikasi messenger seperti WhatsApp.
Layanan yang menggunakan chatbot dalam WhatsApp ini memungkinkan respons otomatis selama 24 jam sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen tersebut terhadap usahanya.
Di Indonesia, layanan seperti mulai lumrah ditemukan. Perlahan tapi pasti, akan semakin banyak yang melakukan praktik ini karena dampak yang ditimbulkannya positif bagi perkembangan industri.
Meski demikian, harus diingat bahwa teknologi bukanlah sulap. Meski demikian, sudah diakui bahwa dengan menggunakan teknologi maka pelaku usaha dapat meningkatkan kinerjanya, serta mengurangi biaya operasional apabila digunakan dengan baik.
Hanya saja, karena industry ritel ujungnya bermuara kepada konsumen, maka sudut pandang konsumen harus menjadi pondasi utama dalam melakukan transformasi bisnis.
Kendati e-commerce mengalami tren pertumbuhan signifikan, namun tidak jarang pada pemasar menemukan fakta bahwa hasil penjualan mereka tidak seperti yang diharapkan. Kondisi ini bisa jadi karena para peritel melupakan bahwa konsumen adalah elemen pencetak penghasilan terbesar. Untuk itu, jangan sampai usaha ritel tersebut melupakan pertimbangkan masukan dari konsumen yang menjadi target mereka.
Terkait customer experience ini, pelaku bisnis ritel harus melakukannya lebih cepat sebelum pesaing mengambil tindakan yang sama. Kecepatan ini lah yang akan menjadi kunci kesuksesan transformasi.
Menang, pada awalnya mungkin aka nada tantangan dan kendala bermunculan yang membuat proses transformasi tidak berjalan mulus. Namun, dengan keyakinan dan banyaknya percobaan (trial & error), pelaku usaha akan menemukan pengalaman unik dan tepat untuk konsumen mereka, dan tentunya memenangkan pelanggan.
Transformasi dengan dasar pengalaman pelanggan dapat dimulai dari salah satu bagian dari bisnis tersebut. Misalnya, dari sisi pemasaran yang dilakukan secara digital. Setelah itu, dilanjutkan dengan melakukan transformasi pada keseluruhan proses yang ada. Cara ini dapat diperluas seiring dengan berjalannya waktu, dengan menggunakan proses metodologi yang fleksibel (agile).
Salah satu contoh pengalaman bisa dilihat dari perusahaan-perusahaan fast moving consumer good (FMCG) yang mengubah cara bertransaksi konsumennya menjadi lebih mudah dengan menggunakan teknologi aplikasi messenger seperti WhatsApp.
Layanan yang menggunakan chatbot dalam WhatsApp ini memungkinkan respons otomatis selama 24 jam sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen tersebut terhadap usahanya.
Di Indonesia, layanan seperti mulai lumrah ditemukan. Perlahan tapi pasti, akan semakin banyak yang melakukan praktik ini karena dampak yang ditimbulkannya positif bagi perkembangan industri.
Meski demikian, harus diingat bahwa teknologi bukanlah sulap. Meski demikian, sudah diakui bahwa dengan menggunakan teknologi maka pelaku usaha dapat meningkatkan kinerjanya, serta mengurangi biaya operasional apabila digunakan dengan baik.
Hanya saja, karena industry ritel ujungnya bermuara kepada konsumen, maka sudut pandang konsumen harus menjadi pondasi utama dalam melakukan transformasi bisnis.
Lihat Juga :
tulis komentar anda