SILPA dan Pandemi
loading...

Candra Fajri Ananda/FOTO.DOK KORAN SINDO
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Laporan Realisasi Angaran (LRA) di sejumlah daerah di Indonesia masih menunjukan adanya sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) cukup signifikan. Data menunjukan bahwa rata-rata SILPA provinsi Indonesia masih sebesar Rp20 triliun untuk seluruh provinsi.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa SILPA tahun anggaran 2021 sebesar Rp84,9 triliun. Angka tersebut turun 65,4% dibandingkan SILPA 2020 yang mencapai Rp245,6 triliun (berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/ LKPP). Penurunan SILPA tersebut tak lain adalah karena adanya perbaikan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2021 yang terus menguat dan membaik.
SILPA menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SILPA menandakan bahwa terdapat sejumlah dana yang tidak digunakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk pelayanan masyarakat. Artinya, semakin tinggi jumlah SILPA maka dana yang tidak digunakan pemerintah untuk memenuhi pelayananan kepada masyarakat juga kian besar.
Angka SILPA daerah yang masih besar merupakan indikasi masih adanya permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam pengelolaan keuangannya. SILPA yang timbul di akhir tahun anggaran antara lain berasal dari adanya penghematan anggaran pelaksanaan kegiatan, kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan sehingga dananya tidak terserap. Penyebab lain adanya pelampauan pendapatan, ataupun transfer pemerintah pusat ke daerah yang dilakukan mendekati akhir tahun anggaran sehingga tidak dapat diserap oleh daerah dalam kegiatannya. Nilai SILPA yang sangat besar mengindikasikan masih kurang tepatnya perencanaan anggaran atau masih belum optimalnya penyerapan anggaran.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Laporan Realisasi Angaran (LRA) di sejumlah daerah di Indonesia masih menunjukan adanya sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) cukup signifikan. Data menunjukan bahwa rata-rata SILPA provinsi Indonesia masih sebesar Rp20 triliun untuk seluruh provinsi.
Di sisi lain, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa SILPA tahun anggaran 2021 sebesar Rp84,9 triliun. Angka tersebut turun 65,4% dibandingkan SILPA 2020 yang mencapai Rp245,6 triliun (berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/ LKPP). Penurunan SILPA tersebut tak lain adalah karena adanya perbaikan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2021 yang terus menguat dan membaik.
SILPA menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SILPA menandakan bahwa terdapat sejumlah dana yang tidak digunakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk pelayanan masyarakat. Artinya, semakin tinggi jumlah SILPA maka dana yang tidak digunakan pemerintah untuk memenuhi pelayananan kepada masyarakat juga kian besar.
Angka SILPA daerah yang masih besar merupakan indikasi masih adanya permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh daerah dalam pengelolaan keuangannya. SILPA yang timbul di akhir tahun anggaran antara lain berasal dari adanya penghematan anggaran pelaksanaan kegiatan, kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan sehingga dananya tidak terserap. Penyebab lain adanya pelampauan pendapatan, ataupun transfer pemerintah pusat ke daerah yang dilakukan mendekati akhir tahun anggaran sehingga tidak dapat diserap oleh daerah dalam kegiatannya. Nilai SILPA yang sangat besar mengindikasikan masih kurang tepatnya perencanaan anggaran atau masih belum optimalnya penyerapan anggaran.
Lihat Juga :