Tabularasa Pancasila
Senin, 21 Februari 2022 - 09:30 WIB
Sungguh beruntung sekali sesungguhnya kita Bangsa Indonesia karena Bung Karno sejak awal mula mengosongkan diri dalam artian menjauhkan diri dari klaim pribadi dan merasa memiliki ide Pancasila itu sebagai anggitannya atau pikirannya. Bung Karno lebih menyebutnya sebagai ilham yang diturunkan oleh Tuhan. Dalam konteks ini Bung Karno sendiri menempatkan dirinya seakan sebagai kertas kosong yang sekadar menyampaikan ilham dari Tuhan.
Berkaitan dengan itu, menjadi menarik jika kita simak perkataan Sukarno yang begitu puitik ditulis dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams berikut:
“Di malam sebelum aku akan berbicara di Badan Penyelidik, aku pergi ke luar pekarangan rumahku. Seorang diri. Dan aku memandang bintang-bintang di langit. Dan aku kagum pada ciptaan yang sempurna itu. Dan aku meratap pelan-pelan. Kusampaikan kepada Tuhan, aku menangis karena besok aku akan menghadapi saat bersejarah dalam hidupku. Dan aku memerlukan bantuan-Mu. Aku tahu, pemikiran yang akan kusampaikan bukanlah milikku. Engkaulah yang membukakannya kepadaku. Hanya engkaulah yang Maha Pencipta. Engkaulah yang selalu memberi petunjuk pada setiap nafas hidupku. Ya Allah, berikan kembali petunjuk serta ilham-Mu kepadaku”.
Menilik pada kutipan perkataan Bung Karno tersebut dapatlah kita dipahamkan dan mahfum mengapa Sukarno tidak mengklaim pidatonya tentang Pancasila sebagai pemikirannya. Sukarno telah menjadikan dirinya kertas kosong (tabularasa) sejak permulaanya. Sebuah jalan dan hikmah yang bisa kita petik untuk juga bertabularasa Pancasila mulai saat ini dan seterusnya. Dengan begitu diharapkan Pancasila benar-benar terang sebagai bintang penuntun manusia Indonesia, bangsa dan negara Indonesia bahkan dunia untuk beradaptasi sekaligus tetap setia kepada tujuan etisnya.
Berkaitan dengan itu, menjadi menarik jika kita simak perkataan Sukarno yang begitu puitik ditulis dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams berikut:
“Di malam sebelum aku akan berbicara di Badan Penyelidik, aku pergi ke luar pekarangan rumahku. Seorang diri. Dan aku memandang bintang-bintang di langit. Dan aku kagum pada ciptaan yang sempurna itu. Dan aku meratap pelan-pelan. Kusampaikan kepada Tuhan, aku menangis karena besok aku akan menghadapi saat bersejarah dalam hidupku. Dan aku memerlukan bantuan-Mu. Aku tahu, pemikiran yang akan kusampaikan bukanlah milikku. Engkaulah yang membukakannya kepadaku. Hanya engkaulah yang Maha Pencipta. Engkaulah yang selalu memberi petunjuk pada setiap nafas hidupku. Ya Allah, berikan kembali petunjuk serta ilham-Mu kepadaku”.
Menilik pada kutipan perkataan Bung Karno tersebut dapatlah kita dipahamkan dan mahfum mengapa Sukarno tidak mengklaim pidatonya tentang Pancasila sebagai pemikirannya. Sukarno telah menjadikan dirinya kertas kosong (tabularasa) sejak permulaanya. Sebuah jalan dan hikmah yang bisa kita petik untuk juga bertabularasa Pancasila mulai saat ini dan seterusnya. Dengan begitu diharapkan Pancasila benar-benar terang sebagai bintang penuntun manusia Indonesia, bangsa dan negara Indonesia bahkan dunia untuk beradaptasi sekaligus tetap setia kepada tujuan etisnya.
(ynt)
tulis komentar anda