Model Pers Berkelanjutan

Rabu, 09 Februari 2022 - 06:57 WIB
Tak ada yang salah jika pers mengadaptasi perubahan cepat berbasis konvergensi. Bagaimanapun pers harus menyolidkan model pers berkelanjutan. Tidak bisa ego sektoral bertahan sekadar untuk gagah-gagahan. Sebagai cara untuk dapat mengelola eksistensi dirinya, sekaligus relevan dengan budaya konsumsi khalayak yang bermigrasi ke digital, maka pemerintah dan para pelaku media arus utama harus bersinergi menguatkan ekosistem digital yang bisa melindungi pers sekaligus tetap menjaga marwah jurnalisme ada terpelihara. Komitmen akan perbaikan regulasi diperlukan agar belantara jagat digital tidak menyesatkan. Selain juga ada kepastian dan kenyamanan dalam menopang model pers berkelanjutan dalam jangka waktu panjang.

Marwah Pers

Mengadaptasi perubahan dengan migrasi ke digital bukan berarti juga menjadi pemakluman media arus utama kehilangan marwahnya sebagai institusi pers. Media arus utama harus mengedepankan kredibilitas informasi melalui asas keberimbangan, kehati-hatian, keakuratan data, bukan semata-mata mengejar kecepatan. Model transmisional yang menjadi ciri komunikasi di digital, wajib mendapatkan warna berbeda dari kerja para insan pers. Tak sekadar clickbait dengan menarik pembaca pada judul yang sensasional, provokatif, dan menggiring pada kedangkalan cara berpikir dan ketidakpekaan sosial. Pers harus tetap di koridornya menghadirkan data, fakta, ulasan berlandaskan fungsi pers sebagai pemberi informasi, pengontrol, serta suar dalam pejalanan peradaban.

Salah satu yang menjadi pembeda pers dengan sosial media tentu saja terletak pada tanggungjawab sosialnya. Sebagai media yang melembaga maka pers terikat dengan etika jurnalistik dan kaidah-kaidah dalam UU seperti UU No.40/1999 tentang Pers, UU No.32/2022 tentang penyiaran juga Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Perilaku Siaran (P3SPS). Riset tentang kepercayaan publik pada media masa di masa pandemi yang dilakukan oleh Dewan Pers bersama Universitas Dr. Moestopo Beragama yang dilakukan Mei-Juli 2021 menunjukkan hasil publik masih cukup memercayai media arus utama sebagai media konfirmasi untuk informasi yang mereka dapatkan di media sosial. Kepercayaan pada media arus utama pada 2021 berada di level cukup percaya dan percaya. Media daring cukup dipercaya 47,8%, televisi 44,2%, radio 40,1%, surat kabar pekanan 40,1% dan surat kabar harian 35,8%. Data ini memang menurun jika dibanding dengan riset sejenis pada 2019. Pada 2019 media daring cukup dipercaya 50,69%, radio cukup dipercaya 50,69%, televisi cukup dipercaya 41,57%, surat kabar mingguan/tabloid 52,06%, sedangkan surat kabar harian cukup dipercaya 48,43%.

Model pers berkelanjutan harus diperkuat paling tidak dalam dua hal. Pertama, memperkuat kapasitas sumberdaya manusia yang menjadi insan pers. Tuntutan perubahan yang cepat, wajib direspons oleh industri media dengan menguatkan pengetahuan, skill dan sikap para jurnalis yang akan memproduksi, mereporduksi, mendistribusikan informasi hingga mengukur atau mengonfirmasi respons khalayak. Salah satu unsur kerja jurnalis yang paling dekat berpengaruh ke kontens media, tentu saja insan persnya itu sendiri.

Menurut Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese dalam bukunya Mediating the Message: Theories of Influence on Mass Media Content (1991:121), ada lima faktor yang biasanya membentuk hierarki pengaruh dalam media terutama memengaruhi teks yakni individu pekerja media, rutinitas kerja media, level organisasi seperti ownership, level ekstramedia (narasumber, pengiklan dan pemerintah), serta level ideologi. Model pers berkelanjutan tak cukup hanya mengandalkan kemauan mengadaptasi perubahan, tetapi sumberdaya manusia yang menjadi pilar utamanya diabaikan baik dari sisi kompetensi maupun kesejahteraan mereka.

Kedua, memperkuat ekosistem pers terutama di dimensi regulasi dan tatakelola kelembagaan media arus utama saat migrasi ke digital dengan praktik konvergensi. Kepastian aturan yang melindungi peran dan fungsi pers, serta rambu-rambu kerja pers multiplaform yang tetap mengindahkan asas kerja pers bertanggungjawab menjadi kebutuhan. Hal ini penting agar pers tetap bisa memosisikan diri dengan jelas dan tegas di era keberlimpahan informasi, berbeda dengan media sosial yang sifatnya personal.

Puncak peringatan Hari Pers Naisonal (HPN) 2022 yang berlangsung 9 Februari di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), seyogianya tidak sekadar menjadi pertemuan rutin yang bersifat seremonial, melainkan menjadi ajang perjumpaan dalam merumuskan dan menguatkan model pers berkelanjutan secara komprehensif. Selamat Hari Pers Nasional, terus berkontribusi menguatkan peradaban komunikasi di Indonesia.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More