Polemik 198 Pesantren Dicap Terafiliasi Jaringan Teror, Begini Penjelasan BNPT
Senin, 31 Januari 2022 - 19:48 WIB
"Karena itulah, sangat tidak benar dan tidak beralasan adanya narasi tuduhan terhadap BNPT yang seolah mengeneralisir dan menstigma negatif terhadap pondok pesantren yang ada di Indonesia, apalagi menuduh data tersebut bagian dari bentuk Islamofobia," kata mantan Kabag Banops Densus 88 itu.
Nurwakhid menjelaskan, dalam pelaksanaan program BNPT telah melibatkan para tokoh agama melalui forum gugus tugas pemuka agama BNPT. Dalam konteks pelibatan pesantren, BNPT telah melakukan silaturrahmi kebangsaan dengan mengunjungi pesantren di berbagai wilayah di Indonesia secara berkala.
"Agar tidak keluar dari subtansi dan tujuan data itu disampaikan, saya ingin menegaskan bahwa data tersebut harus dibaca sebagai upaya peningkatan deteksi dini dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya radikalisme dan terorisme yang telah melakukan infiltrasi dan kamuflase di tengah masyarakat dalam beragam bentuk dan kanal," katanya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa berdasarkan data di Kementrian Agama jumlah Ponpes di seluruh Indonesia ada sekitar 27.722. Artinya, 198 pesantren yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme tersebut hanya sekitar 0,007% yang harus mendapatkan perhatian agar tidak meresahkan masyarakat.
Keberadaannya justru akan mencoreng citra pesantren sebagai lembaga khas nusantara yang setia membangun narasi islam rahmatan lil alamin dan wawasan kebangsaan.
Indikasi Terafiliasi Jaringan Teror
Nurwakhid menilai masyarakat perlu diberikan informasi dan pemahaman terhadap keberadaan pesantren yang terindikasi memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme. Pengetahuan ini penting disampaikan di samping sebagai bentuk pembangunan deteksi dini dan kewaspadaan, juga sebagai landasan masyarakat dalam memilih lembaga Pendidikan yang kredibel.
Dia juga mengungkapkan beberapa indikator pesantren yang disebut terafiliasi dengan jaringan terorisme. Pertama, pesantren yang secara ideologis terafiliasi dengan ideologi jaringan terorisme, dan atau melakukan kegiatan ataupun aktivitas bersama di bidang politik maupun sosial keagamaan.
Kedua, pesantren yang secara ideologis maupun organisasi terafiliasi dengan jaringan terorisme sebagai strategi kamuflase atau siasat memyembunyikan diri dan agendanya (taqiyah) dan atau strategi tamkin, yaitu strategi penguasaan wilayah ataupun pengaruh dengan mengembangkan jaringan ataupun menginfiltrasi ke organisasi maupun institusi lain.
"Ketiga, pesantren di mana oknum pengurus dan atau para santri dari Lembaga tersebut terkoneksi atau terafiliasi dengan jaringan terorisme," katanya.
Nurwakhid menjelaskan, dalam pelaksanaan program BNPT telah melibatkan para tokoh agama melalui forum gugus tugas pemuka agama BNPT. Dalam konteks pelibatan pesantren, BNPT telah melakukan silaturrahmi kebangsaan dengan mengunjungi pesantren di berbagai wilayah di Indonesia secara berkala.
"Agar tidak keluar dari subtansi dan tujuan data itu disampaikan, saya ingin menegaskan bahwa data tersebut harus dibaca sebagai upaya peningkatan deteksi dini dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya radikalisme dan terorisme yang telah melakukan infiltrasi dan kamuflase di tengah masyarakat dalam beragam bentuk dan kanal," katanya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa berdasarkan data di Kementrian Agama jumlah Ponpes di seluruh Indonesia ada sekitar 27.722. Artinya, 198 pesantren yang terindikasi terafiliasi jaringan terorisme tersebut hanya sekitar 0,007% yang harus mendapatkan perhatian agar tidak meresahkan masyarakat.
Keberadaannya justru akan mencoreng citra pesantren sebagai lembaga khas nusantara yang setia membangun narasi islam rahmatan lil alamin dan wawasan kebangsaan.
Indikasi Terafiliasi Jaringan Teror
Nurwakhid menilai masyarakat perlu diberikan informasi dan pemahaman terhadap keberadaan pesantren yang terindikasi memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme. Pengetahuan ini penting disampaikan di samping sebagai bentuk pembangunan deteksi dini dan kewaspadaan, juga sebagai landasan masyarakat dalam memilih lembaga Pendidikan yang kredibel.
Dia juga mengungkapkan beberapa indikator pesantren yang disebut terafiliasi dengan jaringan terorisme. Pertama, pesantren yang secara ideologis terafiliasi dengan ideologi jaringan terorisme, dan atau melakukan kegiatan ataupun aktivitas bersama di bidang politik maupun sosial keagamaan.
Kedua, pesantren yang secara ideologis maupun organisasi terafiliasi dengan jaringan terorisme sebagai strategi kamuflase atau siasat memyembunyikan diri dan agendanya (taqiyah) dan atau strategi tamkin, yaitu strategi penguasaan wilayah ataupun pengaruh dengan mengembangkan jaringan ataupun menginfiltrasi ke organisasi maupun institusi lain.
"Ketiga, pesantren di mana oknum pengurus dan atau para santri dari Lembaga tersebut terkoneksi atau terafiliasi dengan jaringan terorisme," katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda