Zakat untuk Pemberdayaan Potensi Ekonomi Umat
Senin, 17 Januari 2022 - 09:37 WIB
UU No 23/2011 memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan zakat. Penguatan kelembagaan BAZNAS sebagai representasi negara dalam menangani masalah-masalah keseharian warga negara adalah hal yang wajar, campur tangan negara terhadap pengupayaan kesejahteraan umum mutlak diperlukan, sehingga pengelolaan zakat oleh masyarakat menjadi efektif dan efisien.
Potensi Zakat-Potensi Ekonomi Umat
Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda. Selain untuk menggapai keridhoan serta mengharap pahala dari Allah SWT, zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Karenanya, dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud dari kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, Kesehatan dan lain-lain.
Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan persoalan ketimpangan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat.
Zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam praktik ekonomi yang telah digunakan semenjak Rasulullah SAW, dan berdasarkan catatan sejarah zakat telah memerankan peran yang sangat penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam perekonomian. Hal ini dapat terwujud jika potensi zakat benar-benar dapat dieksplorasi secara efektif dan berdaya guna.
Berdasarkan Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) per tahun 2020, potensi zakat di Indonesia senilai Rp327,6 triliun. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi dalam proses pengumpulan zakat, agar kontribusi zakat dapat terus ditingkatkan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Karena potensi yang besar inilah maka dalam dokumen Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang telah ditetapkan oleh Presiden H Joko Widodo, zakat masuk menjadi salah satu pilar penting dalam rencana strategis pembangunan ekonomi ummat Islam di Indonesia.
Beberapa isu strategis dalam optimalisasi pengelolaan zakat nasional, meliputi; 1) Efektivitas kepemimpinan pada organisasi pengelola zakat; 2) Sistem manajemen/tata Kelola organisasi; 3) Kapasitas dan kompetensi Sumber Daya Amilin-amilat; 4) Koordinasi dan konsolidasi organisasi; 5) Inovasi dalam pemanfaatan teknologi informasi; 6) kesadaran masyarakat untuk membayar zakat; 7) Praktek dan regulasi Zakat.
Secara fungsional, manfaat zakat di Indonesia memiliki kesesuaian dengan gagasan tentang arus baru ekonomi umat yang dilontarkan oleh KH Ma'ruf Amin, yang pada hakekatnya adalah upaya untuk menawarkan arah pembangunan ekonomi umat, yang pada intinya: (1) menegaskan sistem perekonomian nasional yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi.; (2) mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumberdaya alam secara arif dan berkelanjutan; (3) memperkuat sumberdaya manusia yang kompeten dan berdaya saing tinggi berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan; (4) menggerakkan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi pelaku usaha perekonomian nasional; (5) mewujudkan mitra sejajar Usaha Besar dengan Koperasi, usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi; (6) pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekonomian nasional, tetap dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI; dan (7) kelembagaan dalam mengawal Arus Ekonomi Baru Perekonomian Indonesia tersebut.
Arus baru ekonomi umat mencita-citakan timbulnya kebangkitan ekonomi umat yang melindungi seluruh umat yang dapat diartikan masyarakat secara umum, mensejahterakan semua, fokus kepada pembangunan manusia seutuhnya, dan berkeadilan.
Potensi Zakat-Potensi Ekonomi Umat
Zakat merupakan ibadah yang berdimensi ganda. Selain untuk menggapai keridhoan serta mengharap pahala dari Allah SWT, zakat merupakan ibadah yang berdimensi sosial. Karenanya, dalam sejarah Islam, zakat banyak digunakan untuk kepentingan sosial. Wujud dari kepentingan sosial tersebut dapat berupa pemberdayaan masyarakat, jaminan sosial, pendidikan, Kesehatan dan lain-lain.
Zakat ini mempunyai dimensi sosial yang sangat mulia, yang menandakan bahwa ajaran Islam telah memikirkan mengenai solusi pemecahan persoalan ketimpangan dan distribusi pendapatan yang tidak merata di masyarakat.
Zakat merupakan salah satu instrumen fiskal dalam praktik ekonomi yang telah digunakan semenjak Rasulullah SAW, dan berdasarkan catatan sejarah zakat telah memerankan peran yang sangat penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam perekonomian. Hal ini dapat terwujud jika potensi zakat benar-benar dapat dieksplorasi secara efektif dan berdaya guna.
Berdasarkan Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) per tahun 2020, potensi zakat di Indonesia senilai Rp327,6 triliun. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi dalam proses pengumpulan zakat, agar kontribusi zakat dapat terus ditingkatkan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Karena potensi yang besar inilah maka dalam dokumen Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) yang telah ditetapkan oleh Presiden H Joko Widodo, zakat masuk menjadi salah satu pilar penting dalam rencana strategis pembangunan ekonomi ummat Islam di Indonesia.
Beberapa isu strategis dalam optimalisasi pengelolaan zakat nasional, meliputi; 1) Efektivitas kepemimpinan pada organisasi pengelola zakat; 2) Sistem manajemen/tata Kelola organisasi; 3) Kapasitas dan kompetensi Sumber Daya Amilin-amilat; 4) Koordinasi dan konsolidasi organisasi; 5) Inovasi dalam pemanfaatan teknologi informasi; 6) kesadaran masyarakat untuk membayar zakat; 7) Praktek dan regulasi Zakat.
Secara fungsional, manfaat zakat di Indonesia memiliki kesesuaian dengan gagasan tentang arus baru ekonomi umat yang dilontarkan oleh KH Ma'ruf Amin, yang pada hakekatnya adalah upaya untuk menawarkan arah pembangunan ekonomi umat, yang pada intinya: (1) menegaskan sistem perekonomian nasional yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi.; (2) mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumberdaya alam secara arif dan berkelanjutan; (3) memperkuat sumberdaya manusia yang kompeten dan berdaya saing tinggi berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan; (4) menggerakkan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi pelaku usaha perekonomian nasional; (5) mewujudkan mitra sejajar Usaha Besar dengan Koperasi, usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi; (6) pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekonomian nasional, tetap dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI; dan (7) kelembagaan dalam mengawal Arus Ekonomi Baru Perekonomian Indonesia tersebut.
Arus baru ekonomi umat mencita-citakan timbulnya kebangkitan ekonomi umat yang melindungi seluruh umat yang dapat diartikan masyarakat secara umum, mensejahterakan semua, fokus kepada pembangunan manusia seutuhnya, dan berkeadilan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda