Modal Besar, Tantangan, dan Peluang Indonesia di 2022
Rabu, 12 Januari 2022 - 15:00 WIB
Sehingga mulai 2022 ini, di saat wabah mulai melandai, merupakan kesempatan terbaik untuk mengejar waktu yang terbuang. Dan, waktu itu singkat sekali. Pasalnya pada awal 2024 sudah sibuk pemilu legislatif dan pada akhir 2023 suhu politik meningkat. Jadi, para menteri harus benar-benar fokus, bekerja sungguh-sungguh, dan harus bisa menggunakan waktunya 24 jam penuh untuk mengerjakan tupoksinya. Gaspol, istilah milenialnya.
Nah, masalahnya saat ini ada menteri-menteri yang mencampuradukkan antara tugasnya sebagai menteri dengan kepentingan pribadinya untuk menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).
Tidak ada yang 100% jika mendua. Jadi jangan biarkan Presiden bekerja sendiri. Harus loyal tegak lurus. Tanya pada nuraninya sendiri, tanya pada hatinya sendiri. Pasti tahu jawabannya. Jadi harus memilih mau nyapres atau mau menjadi menteri.
Kekuatan dan Kekurangan Pemerintah
Kekuatan pemerintahan sekarang terletak pada Presiden Joko Widodo. Kepercayaan dan dukungan rakyat kepada Presiden Jokowi sangat besar. Itu yang utama. Sedangkan kekuatan Jokowi adalah visinya yang sangat bagus dan pengambilan keputusannya yang juga sangat bagus. Karena itu, ring satunya, para pembantunya, khususnya para menteri, juga harus bagus. Para menteri harus memiliki komitmen yang murni untuk menyukseskan visi-misi Presiden. Jangan menteri malah menjadi predator kekuasaan. Ini berbahaya. Predator hanya bisa hidup dengan memangsa. Salah satu bentuk predator kekuasaan adalah orang yang terobsesi pada kekuasaan.
Seandainya, ini seandainya, jika konstitusi dan hukum mengizinkan, jika rakyat mendukung, dan jika parlemen menyetujui, tentu akan sangat bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia jika masa tugas Presiden Jokowi ditambah dua tahun sebagai kompensasi waktunya yang hilang selama pandemi ini.
Apalagi saat ini Indonesia berada pada posisi Presidensi G20. Posisi ini sangat strategis. Memang ada yang bilang bahwa hal itu hanya soal pergiliran saja. Dari sisi prosesnya memang betul seperti itu. Namun faktanya kursi itu diduduki Indonesia, riilnya oleh Jokowi. Tentu di dalamnya ada banyak opportunity, peluang. Indonesia bisa memanfaatkan posisi itu untuk mempromosikan Indonesia. Untuk mendatangkan investasi. Salah satu hal yang sangat penting adalah bagaimana menyelesaikan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Kita tidak tahu apakah pemimpin berikutnya memiliki komitmen kuat atau tidak terhadap pembangunan IKN yang baru.
Kekurangan pemerintahan sekarang ada pada beberapa gelintir menterinya saja, karena secara umum sudah sangat bagus. Hal itu bisa dilihat pada isu-isu yang menonjol di sekitar kinerja pemerintah. Artinya, hanya menyangkut beberapa gelintir saja. Faktornya sudah jelas. Ada yang tidak fokus, ada yang kurang mampu, dan ada yang sibuk mengurusi kepentingan pribadinya. Padahal visi Presiden sudah jelas, regulasi juga sudah jelas, tapi kebijakannya malah bertentangan.
Soal harga kebutuhan rakyat “melangit” saat ini pun salah satu bukti kurang koordinasi, lemah kepemimpinan, dan lemah manajerial. Jadi solusinya adalah reshuffle. Sama seperti menteri kesehatan soal pandemi saat itu (Desember 2020). Begitu diganti langsung beres.
Di era media sosial dan eraposttruthsaat ini rakyat juga harus cermat dan hati-hati. Banyak hoaks berseliweran. Cek dulu saat mendapat informasi. Jangan mudah diadu-domba.
Nah, masalahnya saat ini ada menteri-menteri yang mencampuradukkan antara tugasnya sebagai menteri dengan kepentingan pribadinya untuk menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).
Tidak ada yang 100% jika mendua. Jadi jangan biarkan Presiden bekerja sendiri. Harus loyal tegak lurus. Tanya pada nuraninya sendiri, tanya pada hatinya sendiri. Pasti tahu jawabannya. Jadi harus memilih mau nyapres atau mau menjadi menteri.
Kekuatan dan Kekurangan Pemerintah
Kekuatan pemerintahan sekarang terletak pada Presiden Joko Widodo. Kepercayaan dan dukungan rakyat kepada Presiden Jokowi sangat besar. Itu yang utama. Sedangkan kekuatan Jokowi adalah visinya yang sangat bagus dan pengambilan keputusannya yang juga sangat bagus. Karena itu, ring satunya, para pembantunya, khususnya para menteri, juga harus bagus. Para menteri harus memiliki komitmen yang murni untuk menyukseskan visi-misi Presiden. Jangan menteri malah menjadi predator kekuasaan. Ini berbahaya. Predator hanya bisa hidup dengan memangsa. Salah satu bentuk predator kekuasaan adalah orang yang terobsesi pada kekuasaan.
Seandainya, ini seandainya, jika konstitusi dan hukum mengizinkan, jika rakyat mendukung, dan jika parlemen menyetujui, tentu akan sangat bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia jika masa tugas Presiden Jokowi ditambah dua tahun sebagai kompensasi waktunya yang hilang selama pandemi ini.
Apalagi saat ini Indonesia berada pada posisi Presidensi G20. Posisi ini sangat strategis. Memang ada yang bilang bahwa hal itu hanya soal pergiliran saja. Dari sisi prosesnya memang betul seperti itu. Namun faktanya kursi itu diduduki Indonesia, riilnya oleh Jokowi. Tentu di dalamnya ada banyak opportunity, peluang. Indonesia bisa memanfaatkan posisi itu untuk mempromosikan Indonesia. Untuk mendatangkan investasi. Salah satu hal yang sangat penting adalah bagaimana menyelesaikan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Kita tidak tahu apakah pemimpin berikutnya memiliki komitmen kuat atau tidak terhadap pembangunan IKN yang baru.
Kekurangan pemerintahan sekarang ada pada beberapa gelintir menterinya saja, karena secara umum sudah sangat bagus. Hal itu bisa dilihat pada isu-isu yang menonjol di sekitar kinerja pemerintah. Artinya, hanya menyangkut beberapa gelintir saja. Faktornya sudah jelas. Ada yang tidak fokus, ada yang kurang mampu, dan ada yang sibuk mengurusi kepentingan pribadinya. Padahal visi Presiden sudah jelas, regulasi juga sudah jelas, tapi kebijakannya malah bertentangan.
Soal harga kebutuhan rakyat “melangit” saat ini pun salah satu bukti kurang koordinasi, lemah kepemimpinan, dan lemah manajerial. Jadi solusinya adalah reshuffle. Sama seperti menteri kesehatan soal pandemi saat itu (Desember 2020). Begitu diganti langsung beres.
Di era media sosial dan eraposttruthsaat ini rakyat juga harus cermat dan hati-hati. Banyak hoaks berseliweran. Cek dulu saat mendapat informasi. Jangan mudah diadu-domba.
tulis komentar anda