Aliansi Ulama-Negara Hambat Demokrasi dan Pembangunan di Dunia Muslim
Selasa, 28 Desember 2021 - 13:22 WIB
Fakta ketertinggalan negara-negara muslim kontemporer itu sebenarnya membingungkan ketika kita mempelajari sejarah awal dunia muslim yang justru menunjukkan kemajuan sosio-ekonomi dan ilmu pengetahuan. Khususnya di antara Abad ke-8 dan ke-11, ketika dunia muslim menciptakan banyak kota besar dan melahirkan para filsuf terkemuka dunia. Saat itu, perkembangan dunia muslim jauh lebih berkembang dibandingkan Eropa.
Lalu apa yang menjelaskan perbedaan dunia muslim pada masa-masa awal yang penuh kejayaan dengan dunia muslim saat ini yang dikepung oleh berbagai krisis? Setidaknya terdapat dua pendapat umum untuk menjelaskan fenomena itu: karena ajaran Islam itu sendiri dan faktor kolonialisme Barat. Walakin, kedua pendapat ini tidak dapat menjelaskan masalah dunia muslim.
Mereka yang menyalahkan ajaran Islam sebagai penghambat kemajuan gagal menjelaskan pencapaian ilmiah dan sosio-ekonomi dunia muslim pada masa awal. Selama empat abad, masyarakat muslim memiliki kelas intelektual dan ekonomi yang dinamis. Keduanya membentuk Golden Age perdagangan dan ilmu pengetahuan. Para polimatik muslim memberikan kontribusi ilmiah yang luar biasa dalam pencapaian matematika, optik, dan kedokteran. Para muslimlah yang mengajarkan orang-orang Eropa Barat mengenai instrumen keuangan dan metode produksi kertas. Oleh karena itu, pendapat kalangan esensialis yang menyalahkan ajaran Islam bermasalah.
Begitu pula para ahli yang mendaraskan kegagalan dunia muslim kontemporer akibat kolonialisme Barat. Stagnansi ekonomi dan ilmu pengetahuan di dunia muslim telah muncul jauh sebelum kolonisasi Barat yang masif pada Abad ke-18. Melihat perkembangan saat ini, beberapa negara non-muslim paska-kolonial di Asia dan Amerika Latin juga telah sukses mencapai pembangunan dan demokratisasi. Itu menunjukkan bahwa kemajuan sangat mungkin terjadi meskipun di negara terkait memiliki masa lalu kelam dengan kolonialisme.
Penyebab Utama Krisis: Aliansi Ulama-Negara
Daripada menyalahkan ajaran Islam ataupun intervensi Barat, seperti yang dipotret buku saya Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan, penyebab utama otoritarianisme dan ketertinggalan di sebagian besar masyarakat muslim adalah aliansi ulama-negara.
Antara Abad ke-8 dan ke-11-ketika umat Islam yang terafiliasi dalam berbagai mazhab teologi dan saling bahu-membahu dengan umat Kristen, Yahudi, dan lainnya dalam membentuk Golden Age-terdapat pemisahan antara ulama dan kekuasaan dalam tingkat tertentu. Pada masa itu, sebagian besar ulama bekerja secara swadaya pada sektor perdagangan. Realita sejarah ini membantah klise modern yang menyatakan bahwa ajaran Islam secara inheren menolak pemisahan agama dan kekuasaan.
Aliansi erat ulama dan kekuasaan mulai muncul pada pertengahan Abad ke-11. Kombinasi ini secara bertahap meminggirkan para cendekia independen dan kelas pedagang, yang kemudian menyebabkan stagnansi ekonomi dan intelektual selama berabad-abad di dunia muslim.
Selama Abad ke-19, para pemimpin reformis mencoba melemahkan aliansi kekuasaan dengan para ulama, dan pada awal Abad ke-20, hampir semua negara mayoritas muslim menampilkan dirinya sebagai negara sekular. Namun para reformis-sekularis ini tetap terjebak pada masalah klasik: mereka terlalu berpusat pada negara. Alih-alih mendorong munculnya kelas intelektual dan ekonomi yang dinamis, justru mereka memperluas peran birokrat militer dan sipil atas kendali politik dan ekonomi.
Kebijakan gagal kaum sekularis ini mendorong kebangkitan para Islamis sejak tahun 1970-an. Selama setengah abad, banyak negara Muslim, seperti Iran, Pakistan, Mesir, dan Turki mengalami islamisasi sebagai proyek sosial, politik, dan legislatif merespons kegagalan agenda reformis-sekularis. Alhasil, fenomena ini menghidupkan dan menguatkan kembali aliansi ulama-negara.
Lalu apa yang menjelaskan perbedaan dunia muslim pada masa-masa awal yang penuh kejayaan dengan dunia muslim saat ini yang dikepung oleh berbagai krisis? Setidaknya terdapat dua pendapat umum untuk menjelaskan fenomena itu: karena ajaran Islam itu sendiri dan faktor kolonialisme Barat. Walakin, kedua pendapat ini tidak dapat menjelaskan masalah dunia muslim.
Mereka yang menyalahkan ajaran Islam sebagai penghambat kemajuan gagal menjelaskan pencapaian ilmiah dan sosio-ekonomi dunia muslim pada masa awal. Selama empat abad, masyarakat muslim memiliki kelas intelektual dan ekonomi yang dinamis. Keduanya membentuk Golden Age perdagangan dan ilmu pengetahuan. Para polimatik muslim memberikan kontribusi ilmiah yang luar biasa dalam pencapaian matematika, optik, dan kedokteran. Para muslimlah yang mengajarkan orang-orang Eropa Barat mengenai instrumen keuangan dan metode produksi kertas. Oleh karena itu, pendapat kalangan esensialis yang menyalahkan ajaran Islam bermasalah.
Begitu pula para ahli yang mendaraskan kegagalan dunia muslim kontemporer akibat kolonialisme Barat. Stagnansi ekonomi dan ilmu pengetahuan di dunia muslim telah muncul jauh sebelum kolonisasi Barat yang masif pada Abad ke-18. Melihat perkembangan saat ini, beberapa negara non-muslim paska-kolonial di Asia dan Amerika Latin juga telah sukses mencapai pembangunan dan demokratisasi. Itu menunjukkan bahwa kemajuan sangat mungkin terjadi meskipun di negara terkait memiliki masa lalu kelam dengan kolonialisme.
Penyebab Utama Krisis: Aliansi Ulama-Negara
Daripada menyalahkan ajaran Islam ataupun intervensi Barat, seperti yang dipotret buku saya Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan, penyebab utama otoritarianisme dan ketertinggalan di sebagian besar masyarakat muslim adalah aliansi ulama-negara.
Antara Abad ke-8 dan ke-11-ketika umat Islam yang terafiliasi dalam berbagai mazhab teologi dan saling bahu-membahu dengan umat Kristen, Yahudi, dan lainnya dalam membentuk Golden Age-terdapat pemisahan antara ulama dan kekuasaan dalam tingkat tertentu. Pada masa itu, sebagian besar ulama bekerja secara swadaya pada sektor perdagangan. Realita sejarah ini membantah klise modern yang menyatakan bahwa ajaran Islam secara inheren menolak pemisahan agama dan kekuasaan.
Aliansi erat ulama dan kekuasaan mulai muncul pada pertengahan Abad ke-11. Kombinasi ini secara bertahap meminggirkan para cendekia independen dan kelas pedagang, yang kemudian menyebabkan stagnansi ekonomi dan intelektual selama berabad-abad di dunia muslim.
Selama Abad ke-19, para pemimpin reformis mencoba melemahkan aliansi kekuasaan dengan para ulama, dan pada awal Abad ke-20, hampir semua negara mayoritas muslim menampilkan dirinya sebagai negara sekular. Namun para reformis-sekularis ini tetap terjebak pada masalah klasik: mereka terlalu berpusat pada negara. Alih-alih mendorong munculnya kelas intelektual dan ekonomi yang dinamis, justru mereka memperluas peran birokrat militer dan sipil atas kendali politik dan ekonomi.
Kebijakan gagal kaum sekularis ini mendorong kebangkitan para Islamis sejak tahun 1970-an. Selama setengah abad, banyak negara Muslim, seperti Iran, Pakistan, Mesir, dan Turki mengalami islamisasi sebagai proyek sosial, politik, dan legislatif merespons kegagalan agenda reformis-sekularis. Alhasil, fenomena ini menghidupkan dan menguatkan kembali aliansi ulama-negara.
tulis komentar anda