Gotong Royong Membangun Perspektif Petani Swadaya Menuju Keberlanjutan
Selasa, 21 Desember 2021 - 15:35 WIB
Berbagai pihak itu di antaranya, swasta, baik dari sektor kakao, kelapa sawit, dan forestry.Kemudian masyarakat sipil lewat upaya restorasi, inklusivitas petani swadaya dan praktik pertanian berkelanjutan, serta penghargaan hak masyarakat adat.
Dialog lintas pemerhati dan praktisi Jurisdiksi menjadi penting untuk mendorong akselerasi investasi hijau dan keterlibatan antar pihak untuk mendorong capaian pemerintah, sekaligus solusi konkret atas komitmen pemerintah dalam pencapaian NDC dan menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat.
Sebagai salah satu kolaborator dalam kegiatan ini, CSP sebagai forum kemitraan multipihak, bekerja bersama dengan anggotanya untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas dan mutu kakao secara nasional.
"Hal penting yang ingin ditekan dalam pencapaian sebuah kondisi kakao yang berkelanjutan di Indonesia, CSP menggunakan sebuah peta jalan untuk mengukur pencapaian penerapan inisiatif-inisiatif kolektif dari para pihak. Setiap tahunnya, pencapaian tersebut menjadi patokan utama dalam perancangan inisiatif kolektif di masa mendatang," ujar Direktur Eksekutif CSP Wahyu Wibowo.
Dia menjelaskan peta jalan pengembangan kakao berkelanjutan di Indonesia juga telah dikoordinasikan dan disinergikan dengan kebijakan program-program pemerintah di beberapa kementerian terkait. Selaras dengan hal tersebut, pemerintah menunjukan dukungan arah kebijakan secara nasional lewat pengembangan daya saing koperasi dan petani berdaya saing, inovatif, dan berkelanjutan.
Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan memiliki fasilitas untuk meningkatkan kapasitas daya saing teknis bagi Koperasi dan Petani Kecil (UKM).Serta, beberapa pelatihan untuk meningkatkan standar, prosedur dan kriteria produk untuk pasar ekspor potensi dan peluang bisnis yang lebih luas dan berkelanjutan.
Sustainability (keberlanjutan) merupakan prioritas yang harus diperhatikan UMKM karena sustainability dan environmentally friendly product menjadi fokus utama pemerintah untuk memenuhi komitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Di beberapa kabupaten yang terdepan, koperasi menjadi wadah serta peluang petani kecil untuk meningkatkan kapasitas praktek pertanian maupun hasil produk yang berkualitas, sekaligus berpartisipasi dalam rantai pasok.
Upaya ini menunjukkan kemampuan petani cocoa melalui kelembagaan koperasi dapat memenuhi permintaan global yang konsisten akan komoditas cocoa."Dalam mendorong kuantitas dan kualitas produk UKM, tahun ini kami telah memulai program rumah produksi bersama di Aceh dengan produk nilam, Kalimantan Timur dengan produk biofarmaka, Sulawesi Utara untuk produk olahan kelapa, NTT dengan produk olahan daging sapi, serta Jawa Tengah dengan produk rotan," bebernya.
Sementara Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dodik Nurochmat mengungkapkan perguruan tinggi telah menemukan komoditas agroforestry yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di sekitar hutan."Komoditas agroforestry ini memberikan nilai ekonomi tinggi, pendapatan cepat dan sekaligus sebagai media untuk menjaga hutan," ujar Prof Dodik.
Kakao merupakan salah satu tumbuhan yang sesuai karena memerlukan naungan. "Kami memiliki beberapa model yang sukses dikelola secara berkelanjutan oleh kelompok tani di Sumatera dan Sulawesi. Seandainya ini dipandang cukup baik, mungkin bisa kita kembangkan lebih luas di tempat lainnya," terangnya.
Dialog lintas pemerhati dan praktisi Jurisdiksi menjadi penting untuk mendorong akselerasi investasi hijau dan keterlibatan antar pihak untuk mendorong capaian pemerintah, sekaligus solusi konkret atas komitmen pemerintah dalam pencapaian NDC dan menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat.
Sebagai salah satu kolaborator dalam kegiatan ini, CSP sebagai forum kemitraan multipihak, bekerja bersama dengan anggotanya untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas dan mutu kakao secara nasional.
"Hal penting yang ingin ditekan dalam pencapaian sebuah kondisi kakao yang berkelanjutan di Indonesia, CSP menggunakan sebuah peta jalan untuk mengukur pencapaian penerapan inisiatif-inisiatif kolektif dari para pihak. Setiap tahunnya, pencapaian tersebut menjadi patokan utama dalam perancangan inisiatif kolektif di masa mendatang," ujar Direktur Eksekutif CSP Wahyu Wibowo.
Dia menjelaskan peta jalan pengembangan kakao berkelanjutan di Indonesia juga telah dikoordinasikan dan disinergikan dengan kebijakan program-program pemerintah di beberapa kementerian terkait. Selaras dengan hal tersebut, pemerintah menunjukan dukungan arah kebijakan secara nasional lewat pengembangan daya saing koperasi dan petani berdaya saing, inovatif, dan berkelanjutan.
Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan memiliki fasilitas untuk meningkatkan kapasitas daya saing teknis bagi Koperasi dan Petani Kecil (UKM).Serta, beberapa pelatihan untuk meningkatkan standar, prosedur dan kriteria produk untuk pasar ekspor potensi dan peluang bisnis yang lebih luas dan berkelanjutan.
Sustainability (keberlanjutan) merupakan prioritas yang harus diperhatikan UMKM karena sustainability dan environmentally friendly product menjadi fokus utama pemerintah untuk memenuhi komitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Di beberapa kabupaten yang terdepan, koperasi menjadi wadah serta peluang petani kecil untuk meningkatkan kapasitas praktek pertanian maupun hasil produk yang berkualitas, sekaligus berpartisipasi dalam rantai pasok.
Upaya ini menunjukkan kemampuan petani cocoa melalui kelembagaan koperasi dapat memenuhi permintaan global yang konsisten akan komoditas cocoa."Dalam mendorong kuantitas dan kualitas produk UKM, tahun ini kami telah memulai program rumah produksi bersama di Aceh dengan produk nilam, Kalimantan Timur dengan produk biofarmaka, Sulawesi Utara untuk produk olahan kelapa, NTT dengan produk olahan daging sapi, serta Jawa Tengah dengan produk rotan," bebernya.
Sementara Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dodik Nurochmat mengungkapkan perguruan tinggi telah menemukan komoditas agroforestry yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di sekitar hutan."Komoditas agroforestry ini memberikan nilai ekonomi tinggi, pendapatan cepat dan sekaligus sebagai media untuk menjaga hutan," ujar Prof Dodik.
Kakao merupakan salah satu tumbuhan yang sesuai karena memerlukan naungan. "Kami memiliki beberapa model yang sukses dikelola secara berkelanjutan oleh kelompok tani di Sumatera dan Sulawesi. Seandainya ini dipandang cukup baik, mungkin bisa kita kembangkan lebih luas di tempat lainnya," terangnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda