Menimbang E-Voting dan Pengawasan Pemilu 2024
Jum'at, 17 Desember 2021 - 14:30 WIB
Diskusi untuk menyederhanakan surat suara kembali mengemuka pasca Pemilu 2019 yang dianggap menyulitkan para pemilih. Hal ini diprediksi akan kembali terjadi di Pemilu 2024. Seperti adanya lima kertas surat suara untuk memilih Presiden/Wakil Presiden, Anggota DPR RI, Anggota DPD RI, Anggota DPRD Provinsi, dan Anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Tawaran wacana e-voting dijawab KPU dengan menyiapkan 6 model untuk menyederhanakan surat suara pada Pemilu 2024. Enam simulasi model surat suara tersebut yakni, pertama, model surat suara dengan menggabungkan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara, yakni Pilpres, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Semuanya dalam satu lembar surat suara. Pemberian suara dengan cara menuliskan nomor urut pada kolom yang disediakan. Surat suara model ini berisi kolom, kemudian gambar dan nomor urut partai di atas, dan berurutan dari tingkat pemilihannya, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Sementara untuk dalam model ini foto para calon anggota DPD tidak dicantumkan.
Kedua, model surat suara penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaan dengan model 1 berupa susunan partai politik dan jenis pemilihannya. Apabila pada model 1 dalam kolom terbagi 3 tingkatan, maka dalam model 2 bentuknya landscape dan memisahkan daftar DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota di masing-masing tingkatan dengan partai politiknya. Sementara daftar calon presiden di tempel di papan pengumuman, dan legislatif, serta DPRD di tempel di dalam bilik suara. Untuk cara memilihnya dengan menulis nomor urut calon di dalam kolom yang disediakan di surat suara.
Ketiga, simulasi berupa surat suara DPD dengan DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Presiden yang dipisahkan. Sehingga surat suara DPD khusus dengan mencatumkan foto. Hal ini untuk mengakomodasi isi UU yang menyebutkan dengan spesifik bahwa memungut suara dilakukan dengan cara mencoblos.
Keempat, adalah penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaannya dalam surat suara, foto DPD bisa dicantumkan tapi ada keterbatasan hanya 20 foto. Cara pemberian suara tetap dengan cara pencoblosan. Di mana semua nama, nomor calon legislatif dicantumkan dalam surat suara, sehingga surat suaranya besar dengan panjang 59,4 cm. Kekurangannya kolom untuk mencoblos kelihatan kecil, dan satu calon dan calon lainnya rapat di surat suara.
Kelima, surat suara DPD dengan calon presiden dan calon legislatif terpisah sehingga terdapat dua lembar surat suara. Hal ini agar bisa memberikan ruang yang banyak bagi calon DPD lebih dari 20 orang. Metode pemberian suara memakai pencoblosan.
Keenam, menggunakan metode pemilihan mencontreng dengan pemisahan surat suara DPD, dengan harapan supaya dapat ruang lebih bagi calon. KPU RI pun mulai mewacanakan untuk menyederhanakan sistem surat suara baik untuk Pemilu maupun Pilkada serentak 2024.
Penyederhanaan surat suara didukung masyarakat berdasarkan hasil survei litbang sebuah media nasional. Terdapat 27,1% masyarakat yang mengaku kesulitan saat menerima lima kertas suara yang harus dicoblos di TPS pada Pemilu 2019. Sementara yang tidak mengalami kesulitan mencapai 68,7%. Metode mencoblos tetap masih menjadi pilihan masyarakat. Angkanya adalah 85,2% masyarakat yang memilih mencoblos kertas suara, dan 12,6% memilih mencontreng kertas suara. Mencoblos menjadi pilihan tertinggi karena masih dianggap sebagai teknik yang paling mudah.
Kertas Tetap Jadi Pilihan
Dapat kita tarik benang merah terkait prediksi Pemilu 2024 yang akan digelar dari sisi sistem pemberian suara pemilih. Pertama, teknis pemberian suara model konvensional menggunakan surat suara dalam bentuk kertas masih dipilih oleh masyarakat dibandingkan dengan e-voting.
Tawaran wacana e-voting dijawab KPU dengan menyiapkan 6 model untuk menyederhanakan surat suara pada Pemilu 2024. Enam simulasi model surat suara tersebut yakni, pertama, model surat suara dengan menggabungkan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara, yakni Pilpres, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Semuanya dalam satu lembar surat suara. Pemberian suara dengan cara menuliskan nomor urut pada kolom yang disediakan. Surat suara model ini berisi kolom, kemudian gambar dan nomor urut partai di atas, dan berurutan dari tingkat pemilihannya, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Sementara untuk dalam model ini foto para calon anggota DPD tidak dicantumkan.
Kedua, model surat suara penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaan dengan model 1 berupa susunan partai politik dan jenis pemilihannya. Apabila pada model 1 dalam kolom terbagi 3 tingkatan, maka dalam model 2 bentuknya landscape dan memisahkan daftar DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota di masing-masing tingkatan dengan partai politiknya. Sementara daftar calon presiden di tempel di papan pengumuman, dan legislatif, serta DPRD di tempel di dalam bilik suara. Untuk cara memilihnya dengan menulis nomor urut calon di dalam kolom yang disediakan di surat suara.
Ketiga, simulasi berupa surat suara DPD dengan DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan Presiden yang dipisahkan. Sehingga surat suara DPD khusus dengan mencatumkan foto. Hal ini untuk mengakomodasi isi UU yang menyebutkan dengan spesifik bahwa memungut suara dilakukan dengan cara mencoblos.
Keempat, adalah penggabungan 5 jenis pemilihan dalam satu surat suara. Perbedaannya dalam surat suara, foto DPD bisa dicantumkan tapi ada keterbatasan hanya 20 foto. Cara pemberian suara tetap dengan cara pencoblosan. Di mana semua nama, nomor calon legislatif dicantumkan dalam surat suara, sehingga surat suaranya besar dengan panjang 59,4 cm. Kekurangannya kolom untuk mencoblos kelihatan kecil, dan satu calon dan calon lainnya rapat di surat suara.
Kelima, surat suara DPD dengan calon presiden dan calon legislatif terpisah sehingga terdapat dua lembar surat suara. Hal ini agar bisa memberikan ruang yang banyak bagi calon DPD lebih dari 20 orang. Metode pemberian suara memakai pencoblosan.
Keenam, menggunakan metode pemilihan mencontreng dengan pemisahan surat suara DPD, dengan harapan supaya dapat ruang lebih bagi calon. KPU RI pun mulai mewacanakan untuk menyederhanakan sistem surat suara baik untuk Pemilu maupun Pilkada serentak 2024.
Penyederhanaan surat suara didukung masyarakat berdasarkan hasil survei litbang sebuah media nasional. Terdapat 27,1% masyarakat yang mengaku kesulitan saat menerima lima kertas suara yang harus dicoblos di TPS pada Pemilu 2019. Sementara yang tidak mengalami kesulitan mencapai 68,7%. Metode mencoblos tetap masih menjadi pilihan masyarakat. Angkanya adalah 85,2% masyarakat yang memilih mencoblos kertas suara, dan 12,6% memilih mencontreng kertas suara. Mencoblos menjadi pilihan tertinggi karena masih dianggap sebagai teknik yang paling mudah.
Kertas Tetap Jadi Pilihan
Dapat kita tarik benang merah terkait prediksi Pemilu 2024 yang akan digelar dari sisi sistem pemberian suara pemilih. Pertama, teknis pemberian suara model konvensional menggunakan surat suara dalam bentuk kertas masih dipilih oleh masyarakat dibandingkan dengan e-voting.
Lihat Juga :
tulis komentar anda