Menimbang E-Voting dan Pengawasan Pemilu 2024
Jum'at, 17 Desember 2021 - 14:30 WIB
Yon Daryono
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Banyumas, Jateng
DENGAN terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maka pemilihan umum (pemilu) akan digelar pada 2024. Dengan demikian jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) 2022 dan 2023 dihapus dan wacananya bakal digelar pada November 2024, atau setelah pelaksanaan pemilu pada Februari 2024. Mengenai jadwal pilkada 2024 ini masih terjadi tarik ulur antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi II DPR, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Memprediksi E-Voting 2024
Perkembangan teknologi informasi yang kian maju telah berdampak pada pelaksanaan demokrasi di sejumlah negara. Termasuk dampak teknis pelaksanaan pemilu dengan mengganti teknik penyampaian suara pemilih dari konvensional berupa kertas suara yang dicoblos atau dicontreng, ke ranah digital atau dikenal dengan istilah electronic voting (e-voting).
Menurut Nursaiful (2014), e-voting atau memilih secara virtual sudah umum dilakukan di banyak negara antara lain di India, Estonia, Swiss, Spanyol, Brasil dan Australia. Di negara-negara tersebut terdapat empat macam mesin pilih yang digunakan, yakni Direct Recording Electronik (DRE) di Brasil, open source software di Australia, kemudian internet voting di Estonia yang menggunkan digital ID Card, serta crypto-voting di Spanyol.
Menurut Sinaga (2012), Indonesia penting menyambut era teknologi informasi dalam perkembangan demokrasi. Terutama tentang upaya untuk meninggalkan teknis demokrasi konvesional surat suara kertas. Sinaga menyebut ada sembilan negara yang sudah menerapkan e-voting yakni Filipina, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, India, Turki, Mesir, Yunani, dan Timor Leste.
Menurut Sinaga ada pembelajaran bagi Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan teknis pemilu. Pertama, Indonesia perlu menerapkan teknis pemungutan suara dengan Electoral Voting Machine (EVM), seperti yang sudah diterapkan di India. Tiga keuntungan bila sistem ini diterapkan, yaitu menekan tingkat kecurangan, menekan biaya pelaksanaan pemilu, dan memenuhi salah satu pilar pembangunan yang pro go green. Dengan kata lain, secara teknis, Indonesia dapat mengadopsi model EVM yang memiliki keunggulan dari segi waktu (kecepatan) dan anggaran (lebih murah).
Upaya Penyerderhanaan
Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Banyumas, Jateng
DENGAN terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, maka pemilihan umum (pemilu) akan digelar pada 2024. Dengan demikian jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) 2022 dan 2023 dihapus dan wacananya bakal digelar pada November 2024, atau setelah pelaksanaan pemilu pada Februari 2024. Mengenai jadwal pilkada 2024 ini masih terjadi tarik ulur antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi II DPR, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Memprediksi E-Voting 2024
Perkembangan teknologi informasi yang kian maju telah berdampak pada pelaksanaan demokrasi di sejumlah negara. Termasuk dampak teknis pelaksanaan pemilu dengan mengganti teknik penyampaian suara pemilih dari konvensional berupa kertas suara yang dicoblos atau dicontreng, ke ranah digital atau dikenal dengan istilah electronic voting (e-voting).
Menurut Nursaiful (2014), e-voting atau memilih secara virtual sudah umum dilakukan di banyak negara antara lain di India, Estonia, Swiss, Spanyol, Brasil dan Australia. Di negara-negara tersebut terdapat empat macam mesin pilih yang digunakan, yakni Direct Recording Electronik (DRE) di Brasil, open source software di Australia, kemudian internet voting di Estonia yang menggunkan digital ID Card, serta crypto-voting di Spanyol.
Menurut Sinaga (2012), Indonesia penting menyambut era teknologi informasi dalam perkembangan demokrasi. Terutama tentang upaya untuk meninggalkan teknis demokrasi konvesional surat suara kertas. Sinaga menyebut ada sembilan negara yang sudah menerapkan e-voting yakni Filipina, Malaysia, Jepang, Korea Selatan, India, Turki, Mesir, Yunani, dan Timor Leste.
Menurut Sinaga ada pembelajaran bagi Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan teknis pemilu. Pertama, Indonesia perlu menerapkan teknis pemungutan suara dengan Electoral Voting Machine (EVM), seperti yang sudah diterapkan di India. Tiga keuntungan bila sistem ini diterapkan, yaitu menekan tingkat kecurangan, menekan biaya pelaksanaan pemilu, dan memenuhi salah satu pilar pembangunan yang pro go green. Dengan kata lain, secara teknis, Indonesia dapat mengadopsi model EVM yang memiliki keunggulan dari segi waktu (kecepatan) dan anggaran (lebih murah).
Upaya Penyerderhanaan
tulis komentar anda