Badai Pasti Berlalu

Kamis, 23 April 2020 - 07:30 WIB
Jony Oktavian Haryanto, Guru Besar Manajemen Pemasaran, President University.
Jony Oktavian Haryanto

Guru Besar Manajemen Pemasaran, President University

DANA Moneter Internasional (IMF) baru saja merilis kabar yang kurang menggembirakan. Gara-gara Covid-19, diproyeksikan ekonomi global akan masuk dalam resesi terdalam di abad 21 ini, dengan produk domestik bruto dunia tumbuh minus 3% tahun ini. Dengan demikian, penurunan ekonomi global ini adalah yang terburuk sejak depresi besar tahun 1930-an, bahkan melebihi krisis 1998 yang melanda seluruh Asia dan merembet sampai ke seluruh dunia. Krisis ini juga lebih buruk dari krisis 2008, dengan subprime mortgage telah memicu kegagalan sistem keuangan dunia. Bahkan, lebih buruk dari krisis tahun 2001 ketika dua menara kembar World Trade Center dihantam oleh teroris Al Qaeda pada 11 September 2001.



IMF dalam laporannya menyatakan ekonomi negara-negara maju diperkirakan tertekan sekitar 6%. Hampir semua negara yang terkena imbas Covid-19 telah melakukan pengeluaran besar-besaran untuk menanggulangi virus itu sekaligus menggerakkan perekonomian yang ada. Namun, pengeluaran besar-besaran tersebut akan memicu peningkatan tajam utang dan defisit. Total utang global kini sudah lebih dari 80% dari PDB global.

Laporan di atas tentu membuat siapa pun yang membacanya menjadi ciut nyali. Belum lagi dilaporkan bahwa setiap hari ada ribuan karyawan yang dirumahkan maupun terkena gelombang PHK. Namun, berita baiknya adalah jika pandemi global gara-gara Covid-19 ini bisa diatasi pada semester II/2020 ini, maka diproyeksikan tahun depan akan ada pemulihan ekonomi dengan akselerasi tinggi.

Karena itu, penting bagi para pelaku usaha untuk bertahan di saat krisis seperti sekarang ini. Jika mampu bertahan di masa sulit ini, maka ketika krisis sudah berlalu akan ada kesempatan besar pada 2021 untuk menebus kerugian saat ini bahkan bisa meraup keuntungan lebih besar lagi. Menurut hemat saya, terdapat empat tahap penting dalam masa krisis seperti ini.

Pertama, tahap bertahan, di mana dalam situasi sekarang, pelaku usaha harus mampu bertahan sebisa mungkin untuk tidak bangkrut. Dalam tahapan ini, semua pengetatan harus dilakukan untuk meminimalkan biaya dan harus berpikir dengan cara-cara baru dalam menambah pemasukan dari sumber lain. Sebagai contoh, dari Jawa Tengah dilaporkan para pengusaha tekstil yang kesulitan menjual produk tekstil sangat pandai melihat peluang di tengah krisis ini dan beralih memproduksi APD.

Banyak pengusaha batik yang saat ini ditinggalkan konsumennya karena masyarakat hanya di rumah saja dan tidak membeli baju batik baru, maka mereka beralih memproduksi masker kain berbahan batik yang laku keras dengan motif cantik. Pengusaha supermarket sayur dan buah yang awalnya kelimpungan ditinggalkan konsumennya, namun dengan langsung beralih ke layanan daring, mereka panen besar dengan omzet meningkat jauh.

Jika tidak mampu melakukan inovasi untuk bertahan, maka yang dilakukan banyak pihak adalah merumahkan karyawannya untuk menekan biaya. Jika tindakan ini dilakukan, akan memperburuk perekonomian kita sekaligus perusahaan akan cenderung ditinggalkan karyawannya pada situasi normal nanti jika mereka mendapatkan tawaran lebih baik karena perusahaan dianggap kurang berpihak pada karyawan di masa sulit. Tidak kurang, banyak juga perusahaan besar tidak menggaji atau memotong gaji pimpinan puncak untuk penghematan biaya serta melakukan pemotongan gaji sekian persen untuk level manajer. Cara itu masih jauh lebih bijak dibanding harus melakukan PHK di masa sulit ini.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More