Kerja Keras, Kepercayaan, Komitmen, dan Hoki Ibnu Susanto

Sabtu, 11 Desember 2021 - 06:23 WIB
Ia harus bertanggung jawab untuk menghidupi adik-adiknya karena ayahnya mulai sakit-sakitan. Mulai dari bekerja di Toko Tiga milik adik kakeknya (hal. 61), Tjeng Sioe terus belajar bagaimana berbisnis. Pengetahuannya tentang pembukuan dan mengelola bisnis import berkembang pesat saat ia bergabung dengan Importir Tribina milik pamannya. Pengetahuannya dalam membina relasi dengan rekan bisnis, pengelolaan keuangan dan melakukan import ini sangat berguna saat ia memutuskan untuk memulai usaha sendiri.

Perselisihan dengan pamannya yang membuatnya dipecat dari pekerjaan justru menjadi titik balik dalam karir bisnisnya (hal. 77). Dengan prinsip: “Kerja Keras, Kepercayaan, Komitmen dan Hoki” Tjeng Sioe memulai bisnisnya. Ia tidak punya cukup modal. Tetapi kepercayaan dari relasinya dan dukungan dari sesama orang Hokchia, ia bisa mendapatkan modal untuk memulai usahanya. (Tentang masyarakat Hokchia akan saya bahas lebih lanjut di bawah.)

baca juga: Pengusaha Semringah Pemerintah Batalkan PPKM Level 3 Skala Nasional

Kepercayaan dari relasi didapat, karena para relasi tahu bahwa Tjeng Sioe adalah orang yang bekerja keras dan punya komitmen yang tinggi. Selain dari kepercayaan para relasi, kerja keras dan komitmen, Tjeng Sioe meyakini bahwa keberhasilannya juga karena faktor hoki. Faktor keberuntungan yang berasal dari atas.

Meski pendidikan Ibnu Susanto tidaklah tinggi, namun pehobi pingpong, golf dan karaoke ini tidak anti modernitas. Menyadari bahwa bisnisnya tidak akan langgeng kalau terus-menerus dikelola oleh keluarga secara tradisional, Ibnu Susanto memutuskan untuk melakukan modernisasi manajemen perusahaannya. Ia menempatkan para profesional untuk mengelola usaha, sementara keterlibatan anggota keluarga di pengelolaan bisnis mulai dikurangi (hal. 129).

Sebagai seorang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang mampu, dan meyakini bahwa salah satu faktor yang membuatnya berhasil adalah karena hoki, Ibnu Susanto tidak lupa untuk berkontribusi di bidang sosial. Ibnu Susanto meneladani sang ayah yang berjiwa sosial sangat besar. Meski miskin, U Ie Neng – ayah Ibnu Susanto selalu mengutamakan membantu sesama.

baca juga: Optimistis Sambut Tahun Baru, 87 Persen Pengusaha Waralaba Siap Ekspansi di 2022

Tergerak akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak muda, Ibnu Susanto mendirikan kembali sekolah Pah Tsung. Sebagai alumni Pah Tsung, Ibnu Susanto ingin mengabdikan sebagian harta dan hidupnya melalui sekolah tersebut. Kebetulan di era Gus Dur, kesempatan untuk membuka sekolah ini terbuka (hal. 161). Dengan dukungan para donator dan guru-guru profesional, sekolah Pah Tsung memberi kontribusi yang besar bagi pendidikan di Indonesia.

Dalam buku ini juga disinggung serba sedikit tentang kehidupan keluarga Ibnu Susanto (hal. 211). Ibnu Susanto sangat mencintai keluarganya. Ia sangat menghargai ayahnya dan berbakti kepada ibu tirinya. Ia juga menghargai kontribusi pamannya, meski mereka berdua tidak akur. Ibnu Susanto adalah lelaki yang setia dan meyakini bahwa keluarga yang bahagia sangat berpengaruh pada keberhasilan karir.

Seperti telah saya singgung di atas, salah satu kekuatan buku ini adalah karena Robert Adhi Ksp memberikan latar belakang sejarah, sosial dan ekonomi yang memadai sehingga kita bisa memahami keberhasilan sosok Ibnu Susanto. Robert Adhi Ksp membeberkan komunitas Hokchia di Indonesia. Ia juga memberikan gambaran mengapa orang-orang Hokchia atau sering juga disebut sebagai Fuqing sampai berimigrasi dari wilayahnya di Tiongkok ke Hindia Belanda.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More