Kerja Keras, Kepercayaan, Komitmen, dan Hoki Ibnu Susanto
loading...
A
A
A
Handoko Widagdo
Pencinta Buku
Buku “Semangat Baja Ibnu Susanto” karya Robert Adhi Ksp ini menarik dari dua hal, yakni sosok yang ditulis dan cara menulisnya. Dengan menempatkan Ibnu Susanto dalam konteks sejarah, kondisi sosial dan ekonomi membuat si penulis berhasil menampilkan sosok Ibnu Susanto tanpa perlu melakukan glorifikasi.
baca juga: Surat Pribadi Tokoh Dunia: dari Hitler Cuti hingga Da Vinci Lamar Kerja
Kehidupan Ibnu Susanto tentu menarik untuk diteladani. Sebab Ibnu Susanto adalah contoh orang yang bekerja keras dari sejak muda sehingga menjadi sukses. Dan cara Robert Adhi Ksp dalam menulis biografi Ibnu Susanto, membuat kehidupan Ibnu Susanto menjadi pembeda terhadap biografi pengusaha lainnya.
Konteks politik di Tiongkok dan proses imigrasi orang-orang Hokchia ke Hindia Belanda, kebijakan-kebijakan politik sosial dan ekonomi di Indonesia sejak masa kecil Ibnu Susanto sampai saat beliau mengelola bisnis, membuat kisah yang dituliskan tentang beliau menjadi lebih menarik.
Siapakah Ibnu Susanto? Terlahir sebagai U Tjeng Sioe pada tanggal 16 Mei 1941, Ibnu Susanto dikenal sebagai soerang pengusaha besi dan baja terkemuka di Indonesia. Melalui Perusahaan Sarana Central Bajatama (hal. 100) dan PT Spindo Tbk (hal. 104), Ibnu Susanto menjadi pemain utama bisnis baja di Indonesia. Perusahaan Sarana Central Bajatama fokus kepada produksi galvalum, sedangkan PT Spindo fokus kepada produksi pipa baja. Selain berbisnis di sektor baja, Ibnu Susanto juga mempunyai bisnis di bidang lainnya.
baca juga: Laku Hidup Vegetarian Tokoh Dunia, dari RA Kartini hingga Gandhi
U Tjeng Sioe lahir di Cisauk (Serpong) dari keluarga yang ekonominya pas-pasan. Tjeng Sioe sempat berencana untuk ikut pulang ke Tiongkok akibat diterapkannya PP 10 di tahun 1959, tetapi gagal. Ia mensyukuri kegagalannya pulang ke Tiongkok. Sebab nasib teman-temannya yang pulang ke Tiongkok ternyata sangat buruk. Sejak gagal pulang ke Tiongkok, Tjeng Sioe yang kemudian mengganti namanya menjadi Ibnu Susanto bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
Ia harus bertanggung jawab untuk menghidupi adik-adiknya karena ayahnya mulai sakit-sakitan. Mulai dari bekerja di Toko Tiga milik adik kakeknya (hal. 61), Tjeng Sioe terus belajar bagaimana berbisnis. Pengetahuannya tentang pembukuan dan mengelola bisnis import berkembang pesat saat ia bergabung dengan Importir Tribina milik pamannya. Pengetahuannya dalam membina relasi dengan rekan bisnis, pengelolaan keuangan dan melakukan import ini sangat berguna saat ia memutuskan untuk memulai usaha sendiri.
Perselisihan dengan pamannya yang membuatnya dipecat dari pekerjaan justru menjadi titik balik dalam karir bisnisnya (hal. 77). Dengan prinsip: “Kerja Keras, Kepercayaan, Komitmen dan Hoki” Tjeng Sioe memulai bisnisnya. Ia tidak punya cukup modal. Tetapi kepercayaan dari relasinya dan dukungan dari sesama orang Hokchia, ia bisa mendapatkan modal untuk memulai usahanya. (Tentang masyarakat Hokchia akan saya bahas lebih lanjut di bawah.)
baca juga: Pengusaha Semringah Pemerintah Batalkan PPKM Level 3 Skala Nasional
Kepercayaan dari relasi didapat, karena para relasi tahu bahwa Tjeng Sioe adalah orang yang bekerja keras dan punya komitmen yang tinggi. Selain dari kepercayaan para relasi, kerja keras dan komitmen, Tjeng Sioe meyakini bahwa keberhasilannya juga karena faktor hoki. Faktor keberuntungan yang berasal dari atas.
Meski pendidikan Ibnu Susanto tidaklah tinggi, namun pehobi pingpong, golf dan karaoke ini tidak anti modernitas. Menyadari bahwa bisnisnya tidak akan langgeng kalau terus-menerus dikelola oleh keluarga secara tradisional, Ibnu Susanto memutuskan untuk melakukan modernisasi manajemen perusahaannya. Ia menempatkan para profesional untuk mengelola usaha, sementara keterlibatan anggota keluarga di pengelolaan bisnis mulai dikurangi (hal. 129).
Sebagai seorang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang mampu, dan meyakini bahwa salah satu faktor yang membuatnya berhasil adalah karena hoki, Ibnu Susanto tidak lupa untuk berkontribusi di bidang sosial. Ibnu Susanto meneladani sang ayah yang berjiwa sosial sangat besar. Meski miskin, U Ie Neng – ayah Ibnu Susanto selalu mengutamakan membantu sesama.
baca juga: Optimistis Sambut Tahun Baru, 87 Persen Pengusaha Waralaba Siap Ekspansi di 2022
Tergerak akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak muda, Ibnu Susanto mendirikan kembali sekolah Pah Tsung. Sebagai alumni Pah Tsung, Ibnu Susanto ingin mengabdikan sebagian harta dan hidupnya melalui sekolah tersebut. Kebetulan di era Gus Dur, kesempatan untuk membuka sekolah ini terbuka (hal. 161). Dengan dukungan para donator dan guru-guru profesional, sekolah Pah Tsung memberi kontribusi yang besar bagi pendidikan di Indonesia.
Dalam buku ini juga disinggung serba sedikit tentang kehidupan keluarga Ibnu Susanto (hal. 211). Ibnu Susanto sangat mencintai keluarganya. Ia sangat menghargai ayahnya dan berbakti kepada ibu tirinya. Ia juga menghargai kontribusi pamannya, meski mereka berdua tidak akur. Ibnu Susanto adalah lelaki yang setia dan meyakini bahwa keluarga yang bahagia sangat berpengaruh pada keberhasilan karir.
Seperti telah saya singgung di atas, salah satu kekuatan buku ini adalah karena Robert Adhi Ksp memberikan latar belakang sejarah, sosial dan ekonomi yang memadai sehingga kita bisa memahami keberhasilan sosok Ibnu Susanto. Robert Adhi Ksp membeberkan komunitas Hokchia di Indonesia. Ia juga memberikan gambaran mengapa orang-orang Hokchia atau sering juga disebut sebagai Fuqing sampai berimigrasi dari wilayahnya di Tiongkok ke Hindia Belanda.
baca juga: PPKM Level 3 Batal Berlaku untuk Seluruh Indonesia, Pengusaha Gembira
Kondisi wilayah yang tidak subur, kemiskinan dan kekacauan politik membuat orang-orang Hokchia menjadi perantau yang tangguh (hal. 13). Orang-orang Hokchia juga mempunyai solidaritas yang sangat tinggi di antara mereka (hal. 83). Informasi ini tentu sangat berguna untuk memahami sosok Ibnu Susanto yang bekerja keras, punya komitmen yang tinggi serta mendapat dukungan dari kaum Hokchia di awal bisnisnya.
Robert Adhi Ksp juga memasukkan kebijakan ekonomi dalam menjelaskan tahapan perjalanan bisnis Ibnu Susanto. Konteks kebijakan Pemerintah yang memberikan fasilitas dan kemudahan ekspor-impor bahan baku (hal. 81) dipakai sebagai faktor yang mendukung keberhasilan Ibnu Susanto di awal karir bisnisnya. Krisis 1998 digunakan untuk menjelaskan betapa komitmen dan kerja keras Ibnu Susanto mampu mengatasi usahanya yang hampir bangkrut (hal. 112). Kebijakan penjualan aset konglomerat melalui BPPN (hal. 122) dijadikan langkah dalam menjelaskan diversifikasi bisnis Ibnu Susanto.
Judul : Semangat Baja Ibnu Susanto
Penulis : Robert Adhi Ksp
Tahun Terbit : 2021
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tebal : xiv + 306
ISBN : 978-623-346-335-5
Pencinta Buku
Buku “Semangat Baja Ibnu Susanto” karya Robert Adhi Ksp ini menarik dari dua hal, yakni sosok yang ditulis dan cara menulisnya. Dengan menempatkan Ibnu Susanto dalam konteks sejarah, kondisi sosial dan ekonomi membuat si penulis berhasil menampilkan sosok Ibnu Susanto tanpa perlu melakukan glorifikasi.
baca juga: Surat Pribadi Tokoh Dunia: dari Hitler Cuti hingga Da Vinci Lamar Kerja
Kehidupan Ibnu Susanto tentu menarik untuk diteladani. Sebab Ibnu Susanto adalah contoh orang yang bekerja keras dari sejak muda sehingga menjadi sukses. Dan cara Robert Adhi Ksp dalam menulis biografi Ibnu Susanto, membuat kehidupan Ibnu Susanto menjadi pembeda terhadap biografi pengusaha lainnya.
Konteks politik di Tiongkok dan proses imigrasi orang-orang Hokchia ke Hindia Belanda, kebijakan-kebijakan politik sosial dan ekonomi di Indonesia sejak masa kecil Ibnu Susanto sampai saat beliau mengelola bisnis, membuat kisah yang dituliskan tentang beliau menjadi lebih menarik.
Siapakah Ibnu Susanto? Terlahir sebagai U Tjeng Sioe pada tanggal 16 Mei 1941, Ibnu Susanto dikenal sebagai soerang pengusaha besi dan baja terkemuka di Indonesia. Melalui Perusahaan Sarana Central Bajatama (hal. 100) dan PT Spindo Tbk (hal. 104), Ibnu Susanto menjadi pemain utama bisnis baja di Indonesia. Perusahaan Sarana Central Bajatama fokus kepada produksi galvalum, sedangkan PT Spindo fokus kepada produksi pipa baja. Selain berbisnis di sektor baja, Ibnu Susanto juga mempunyai bisnis di bidang lainnya.
baca juga: Laku Hidup Vegetarian Tokoh Dunia, dari RA Kartini hingga Gandhi
U Tjeng Sioe lahir di Cisauk (Serpong) dari keluarga yang ekonominya pas-pasan. Tjeng Sioe sempat berencana untuk ikut pulang ke Tiongkok akibat diterapkannya PP 10 di tahun 1959, tetapi gagal. Ia mensyukuri kegagalannya pulang ke Tiongkok. Sebab nasib teman-temannya yang pulang ke Tiongkok ternyata sangat buruk. Sejak gagal pulang ke Tiongkok, Tjeng Sioe yang kemudian mengganti namanya menjadi Ibnu Susanto bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
Ia harus bertanggung jawab untuk menghidupi adik-adiknya karena ayahnya mulai sakit-sakitan. Mulai dari bekerja di Toko Tiga milik adik kakeknya (hal. 61), Tjeng Sioe terus belajar bagaimana berbisnis. Pengetahuannya tentang pembukuan dan mengelola bisnis import berkembang pesat saat ia bergabung dengan Importir Tribina milik pamannya. Pengetahuannya dalam membina relasi dengan rekan bisnis, pengelolaan keuangan dan melakukan import ini sangat berguna saat ia memutuskan untuk memulai usaha sendiri.
Perselisihan dengan pamannya yang membuatnya dipecat dari pekerjaan justru menjadi titik balik dalam karir bisnisnya (hal. 77). Dengan prinsip: “Kerja Keras, Kepercayaan, Komitmen dan Hoki” Tjeng Sioe memulai bisnisnya. Ia tidak punya cukup modal. Tetapi kepercayaan dari relasinya dan dukungan dari sesama orang Hokchia, ia bisa mendapatkan modal untuk memulai usahanya. (Tentang masyarakat Hokchia akan saya bahas lebih lanjut di bawah.)
baca juga: Pengusaha Semringah Pemerintah Batalkan PPKM Level 3 Skala Nasional
Kepercayaan dari relasi didapat, karena para relasi tahu bahwa Tjeng Sioe adalah orang yang bekerja keras dan punya komitmen yang tinggi. Selain dari kepercayaan para relasi, kerja keras dan komitmen, Tjeng Sioe meyakini bahwa keberhasilannya juga karena faktor hoki. Faktor keberuntungan yang berasal dari atas.
Meski pendidikan Ibnu Susanto tidaklah tinggi, namun pehobi pingpong, golf dan karaoke ini tidak anti modernitas. Menyadari bahwa bisnisnya tidak akan langgeng kalau terus-menerus dikelola oleh keluarga secara tradisional, Ibnu Susanto memutuskan untuk melakukan modernisasi manajemen perusahaannya. Ia menempatkan para profesional untuk mengelola usaha, sementara keterlibatan anggota keluarga di pengelolaan bisnis mulai dikurangi (hal. 129).
Sebagai seorang yang dibesarkan dalam keluarga yang kurang mampu, dan meyakini bahwa salah satu faktor yang membuatnya berhasil adalah karena hoki, Ibnu Susanto tidak lupa untuk berkontribusi di bidang sosial. Ibnu Susanto meneladani sang ayah yang berjiwa sosial sangat besar. Meski miskin, U Ie Neng – ayah Ibnu Susanto selalu mengutamakan membantu sesama.
baca juga: Optimistis Sambut Tahun Baru, 87 Persen Pengusaha Waralaba Siap Ekspansi di 2022
Tergerak akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak muda, Ibnu Susanto mendirikan kembali sekolah Pah Tsung. Sebagai alumni Pah Tsung, Ibnu Susanto ingin mengabdikan sebagian harta dan hidupnya melalui sekolah tersebut. Kebetulan di era Gus Dur, kesempatan untuk membuka sekolah ini terbuka (hal. 161). Dengan dukungan para donator dan guru-guru profesional, sekolah Pah Tsung memberi kontribusi yang besar bagi pendidikan di Indonesia.
Dalam buku ini juga disinggung serba sedikit tentang kehidupan keluarga Ibnu Susanto (hal. 211). Ibnu Susanto sangat mencintai keluarganya. Ia sangat menghargai ayahnya dan berbakti kepada ibu tirinya. Ia juga menghargai kontribusi pamannya, meski mereka berdua tidak akur. Ibnu Susanto adalah lelaki yang setia dan meyakini bahwa keluarga yang bahagia sangat berpengaruh pada keberhasilan karir.
Seperti telah saya singgung di atas, salah satu kekuatan buku ini adalah karena Robert Adhi Ksp memberikan latar belakang sejarah, sosial dan ekonomi yang memadai sehingga kita bisa memahami keberhasilan sosok Ibnu Susanto. Robert Adhi Ksp membeberkan komunitas Hokchia di Indonesia. Ia juga memberikan gambaran mengapa orang-orang Hokchia atau sering juga disebut sebagai Fuqing sampai berimigrasi dari wilayahnya di Tiongkok ke Hindia Belanda.
baca juga: PPKM Level 3 Batal Berlaku untuk Seluruh Indonesia, Pengusaha Gembira
Kondisi wilayah yang tidak subur, kemiskinan dan kekacauan politik membuat orang-orang Hokchia menjadi perantau yang tangguh (hal. 13). Orang-orang Hokchia juga mempunyai solidaritas yang sangat tinggi di antara mereka (hal. 83). Informasi ini tentu sangat berguna untuk memahami sosok Ibnu Susanto yang bekerja keras, punya komitmen yang tinggi serta mendapat dukungan dari kaum Hokchia di awal bisnisnya.
Robert Adhi Ksp juga memasukkan kebijakan ekonomi dalam menjelaskan tahapan perjalanan bisnis Ibnu Susanto. Konteks kebijakan Pemerintah yang memberikan fasilitas dan kemudahan ekspor-impor bahan baku (hal. 81) dipakai sebagai faktor yang mendukung keberhasilan Ibnu Susanto di awal karir bisnisnya. Krisis 1998 digunakan untuk menjelaskan betapa komitmen dan kerja keras Ibnu Susanto mampu mengatasi usahanya yang hampir bangkrut (hal. 112). Kebijakan penjualan aset konglomerat melalui BPPN (hal. 122) dijadikan langkah dalam menjelaskan diversifikasi bisnis Ibnu Susanto.
Judul : Semangat Baja Ibnu Susanto
Penulis : Robert Adhi Ksp
Tahun Terbit : 2021
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Tebal : xiv + 306
ISBN : 978-623-346-335-5
(hdr)