Kemendagri: Membangun Smart City Harus Sesuai dengan Masalah dan Kebutuhan Masyarakat
Senin, 29 November 2021 - 22:25 WIB
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (pemda) membangun tata kelola pemerintahan dan infrastruktur wilayah yang bisa menjawab tantangan zaman. Terutama dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI) untuk kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kemendagri Safrizal mengatakan kota-kota di belahan dunia telah mengusung konsep dan merancang pembangunan wilayah dengan berbagai perangkat digital. Tujuannya menjadikan wilayahnya smart city sehingga akses masyarakat terhadap pelayanan publik menjadi mudah.
Teknologi baru, menurut dia, juga bisa menjadi solusi terhadap sejumlah persoalan seperti integrasi transportasi, kesehatan, energi, pengelolaan sampah, dan ekonomi. Dengan ekosistem digital, pemerintah pusat dan pemda bisa lebih mudah dalam mengelola data kependudukan, tata kota, dan perencanaan pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. Semua bisa dikumpulkan dalam big data tidak lagi terpisah dalam dokumen-dokumen kertas yang harus dicari dan memakan waktu jika dibutuhkan.
“Pemda jadi mudah memantau pergerakan penduduk dan pelaksanaan pembangunan. Dengan pemanfaatan TI dan data digital, pemerintah bisa menunjukkan penggunaan anggaran. Ini akan memberikan kepercayaan masyarakat terhadap segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah,” ujarnya, Senin (29/11/2021).
Menurut dia, sejumlah provinsi, kabupaten, dan kota secara perlahan mengonsep sendiri smart city dengan menyesuaikan dengan kebutuhan wilayahnya. Ditjen Bina Adwil telah menunjukkan tiga kota percontohan untuk proyek smart city, yakni DKI Jakarta, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota Makassar. DKI Jakarta sebagai Ibu Kota negara tentu masih menjadi rujukan tentang penerapan teknologi, pelayanan publik, pembangunan kota, dan integrasi layanan.
Sebagai contoh, pemerintah pusat bersama DKI Jakarta dan daerah penyangga tengah merancang integrasi berbagai moda transportasi, seperti Transjakarta, JakLingko, commuter line, moda raya terpadu (MRT), lintas raya terpadu (LRT), dan Transjabodetabek. Saat ini, para pemangku kepentingan terus merumuskan integrasi layanan tiket dan tarif sehingga mempermudah akses masyarakat dalam bepergian dan berbiaya murah.
Safrizal menerangkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Kota Makassar tak kalah kreatif dalam berinovasi untuk pelayanan publiknya. Banyuwangi memiliki mal pelayanan publik. Jadi, masyarakat cukup datang ke suatu tempat untuk mengurus segala keperluan terkait pemerintahan. Dia menyebut Banyuwangi juga punya aplikasi Smart Kampung untuk data kependudukan dan usaha.
“Pemkab Banyuwangi pun telah mampu mengajak masyarakat untuk beradaptasi dengan teknologi. Lewat smart kampung, masyarakat tidak lagi mengeluarkan biaya untuk ke sana-ke mari mengurus administrasi yang diperlukan. Segala potensi daerah bisa dicatat, dikembangkan, dan dipasarkan,” paparnya.
Dengan satu data itu, kata Safrizal, Pemkab Banyuwangi dengan mudah memetakan kekurangan dan kelebihannya. Kemudian, menentukan program dan kebijakan yang tepat untuk memolesnya. "Ujung-ujungnga perekonomian desa bisa menggeliat. Ini menjadi menahan laju urbanisasi karena masyarakat bisa mendapatkan penghidupan yang layak," ucapnya.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kemendagri Safrizal mengatakan kota-kota di belahan dunia telah mengusung konsep dan merancang pembangunan wilayah dengan berbagai perangkat digital. Tujuannya menjadikan wilayahnya smart city sehingga akses masyarakat terhadap pelayanan publik menjadi mudah.
Teknologi baru, menurut dia, juga bisa menjadi solusi terhadap sejumlah persoalan seperti integrasi transportasi, kesehatan, energi, pengelolaan sampah, dan ekonomi. Dengan ekosistem digital, pemerintah pusat dan pemda bisa lebih mudah dalam mengelola data kependudukan, tata kota, dan perencanaan pembangunan jangka pendek, menengah, dan panjang. Semua bisa dikumpulkan dalam big data tidak lagi terpisah dalam dokumen-dokumen kertas yang harus dicari dan memakan waktu jika dibutuhkan.
“Pemda jadi mudah memantau pergerakan penduduk dan pelaksanaan pembangunan. Dengan pemanfaatan TI dan data digital, pemerintah bisa menunjukkan penggunaan anggaran. Ini akan memberikan kepercayaan masyarakat terhadap segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah,” ujarnya, Senin (29/11/2021).
Menurut dia, sejumlah provinsi, kabupaten, dan kota secara perlahan mengonsep sendiri smart city dengan menyesuaikan dengan kebutuhan wilayahnya. Ditjen Bina Adwil telah menunjukkan tiga kota percontohan untuk proyek smart city, yakni DKI Jakarta, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota Makassar. DKI Jakarta sebagai Ibu Kota negara tentu masih menjadi rujukan tentang penerapan teknologi, pelayanan publik, pembangunan kota, dan integrasi layanan.
Sebagai contoh, pemerintah pusat bersama DKI Jakarta dan daerah penyangga tengah merancang integrasi berbagai moda transportasi, seperti Transjakarta, JakLingko, commuter line, moda raya terpadu (MRT), lintas raya terpadu (LRT), dan Transjabodetabek. Saat ini, para pemangku kepentingan terus merumuskan integrasi layanan tiket dan tarif sehingga mempermudah akses masyarakat dalam bepergian dan berbiaya murah.
Safrizal menerangkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Kota Makassar tak kalah kreatif dalam berinovasi untuk pelayanan publiknya. Banyuwangi memiliki mal pelayanan publik. Jadi, masyarakat cukup datang ke suatu tempat untuk mengurus segala keperluan terkait pemerintahan. Dia menyebut Banyuwangi juga punya aplikasi Smart Kampung untuk data kependudukan dan usaha.
“Pemkab Banyuwangi pun telah mampu mengajak masyarakat untuk beradaptasi dengan teknologi. Lewat smart kampung, masyarakat tidak lagi mengeluarkan biaya untuk ke sana-ke mari mengurus administrasi yang diperlukan. Segala potensi daerah bisa dicatat, dikembangkan, dan dipasarkan,” paparnya.
Dengan satu data itu, kata Safrizal, Pemkab Banyuwangi dengan mudah memetakan kekurangan dan kelebihannya. Kemudian, menentukan program dan kebijakan yang tepat untuk memolesnya. "Ujung-ujungnga perekonomian desa bisa menggeliat. Ini menjadi menahan laju urbanisasi karena masyarakat bisa mendapatkan penghidupan yang layak," ucapnya.
tulis komentar anda