G-20: Mediator Pembangunan Ekonomi
Selasa, 16 November 2021 - 23:51 WIB
Pada sisi kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengharapkan hingga akhir 2021, negara di dunia dapat melakukan vaksinasi hingga 40 persen dari populasinya dan 70 persen tercapai pada pertengahan 2022. Persoalannya adalah persediaan dan distribusi vaksin tidak merata secara global, terlebih akses terhadap vaksin. Laman Our World in Data Agustus 2021 secara gamblang menunjukkan vaknisasi berjalan timpang. Negara-negara maju telah memvaksinasi lebih dari 50% penduduknya, sedangkan negara berkembang masih berjibaku dengan terbatasnya ketersediaan vaksin.
Di bidang ekonomi, Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan G20 adalah tantangan yang dihadapi UMKM dalam mempenetrasi pasar global. UMKM kini semakin dituntut untuk beradaptasi memanfaatkan teknologi digital dan berkontribusi terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Hasil kesepakatan G-20 ini sepatutnya perlu menjadi dukungan dan dorongan bagi UMKM Indonesia agar dapat meningkatkan daya saing di kancah internasional.
Upaya meningkatkan daya saing UMKM dan penetrasi pasar global, perlu dukungan negara-negara besar, terutama menciptakan persaingan yang adil, membangun kolaborasi melalui supervisi untuk bisa memasuki pasar dalam negeri mereka. Digitalisasi UMKM sangat bergantung pada inovasi dan teknologi yang umumnya tidak dimiliki negara berkembang. Tanpa adanya regulasi yang mumpuni di tingkat internasional, persaingan UMKM di era digital hanya menghasilkan para “pemenang” yang justru mematikan usaha dan industri kecil nasional.
Selanjutnya, tak kalah penting, yakni terkait isu energi. Salah satu komitmen negara-negara G20 dalam komunike bersama adalah aksi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Paris Agreement dan Agenda 2030. Hal itu diperkuat pula dengan komitmen untuk mendorong sektor-sektor ekonomi menjadi net zero emission atau bebas emisi karbon. Terkait hal itu, pemerintah Indonesia akan terus mendukung agenda iklim G20. Salah satu komitmen ditunjukkan dengan mendukung agenda iklim melalui reformasi fiskal untuk mempercepat transisi hijau. Untuk itu, saat ini Indonesia sedang dalam proses menerbitkan peraturan penetapan harga karbon dan pengembangan Kerangka Kerja Fiskal Perubahan Iklim.
Memanfaatkan G-20 untuk Pembangunan
Indonesia telah menjadi anggota G-20 sejak forum intergovernmental ini dibentuk pada tahun 1999. Bagi Indonesia, klub eksklusif ini merupakan arena bergengsi tinggi tempat Indonesia dapat berkontestasi dalam berbagai upaya pencapaian kepentingan nasionalnya. Posisi strategis yang dimiliki G-20 sepatutnya mampu memberikan banyak manfaat serta potensi keuntungan yang cukup strategis bagi pencapaian kepentingan ekonomi Indonesia di level internasional. Oleh sebab itu, hasil G-20 perlu sejalan dengan kebutuhan pembangunan Indonesia.
Indonesia sebagai negara berkembang tentu mengalami berbagai tantangan yang tak mudah, baik internal maupun eksternal, sebagai anggota G-20. Meski demikian, di tengah berbagai tantangan yang ada, pemerintah harus bisa membawa kepentingan-kepentingan ekonomi domestik ke dalam agenda G-20. Indonesia harus mampu membentuk agenda G-20 agar sejalan dengan kepentingan nasional untuk mendukung pembangunan.
Selain membawa kepentingan pembangunan nasional, kepemimpinan Indonesia dalam G-20 di tahun 2022 juga memiliki peluang yang sangat strategis untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang. Sebagai negara berkembang pertama yang memegang kepemimpinan dalam lima tahun terakhir, kepemimpinan Indonesia dapat menjadi jalan pembuka bagi terciptanya pemulihan ekonomi yang tidak hanya terjadi di negara maju saja, namun juga di negara berkembang lainnya. Semoga.
Di bidang ekonomi, Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan G20 adalah tantangan yang dihadapi UMKM dalam mempenetrasi pasar global. UMKM kini semakin dituntut untuk beradaptasi memanfaatkan teknologi digital dan berkontribusi terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Hasil kesepakatan G-20 ini sepatutnya perlu menjadi dukungan dan dorongan bagi UMKM Indonesia agar dapat meningkatkan daya saing di kancah internasional.
Upaya meningkatkan daya saing UMKM dan penetrasi pasar global, perlu dukungan negara-negara besar, terutama menciptakan persaingan yang adil, membangun kolaborasi melalui supervisi untuk bisa memasuki pasar dalam negeri mereka. Digitalisasi UMKM sangat bergantung pada inovasi dan teknologi yang umumnya tidak dimiliki negara berkembang. Tanpa adanya regulasi yang mumpuni di tingkat internasional, persaingan UMKM di era digital hanya menghasilkan para “pemenang” yang justru mematikan usaha dan industri kecil nasional.
Selanjutnya, tak kalah penting, yakni terkait isu energi. Salah satu komitmen negara-negara G20 dalam komunike bersama adalah aksi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Paris Agreement dan Agenda 2030. Hal itu diperkuat pula dengan komitmen untuk mendorong sektor-sektor ekonomi menjadi net zero emission atau bebas emisi karbon. Terkait hal itu, pemerintah Indonesia akan terus mendukung agenda iklim G20. Salah satu komitmen ditunjukkan dengan mendukung agenda iklim melalui reformasi fiskal untuk mempercepat transisi hijau. Untuk itu, saat ini Indonesia sedang dalam proses menerbitkan peraturan penetapan harga karbon dan pengembangan Kerangka Kerja Fiskal Perubahan Iklim.
Memanfaatkan G-20 untuk Pembangunan
Indonesia telah menjadi anggota G-20 sejak forum intergovernmental ini dibentuk pada tahun 1999. Bagi Indonesia, klub eksklusif ini merupakan arena bergengsi tinggi tempat Indonesia dapat berkontestasi dalam berbagai upaya pencapaian kepentingan nasionalnya. Posisi strategis yang dimiliki G-20 sepatutnya mampu memberikan banyak manfaat serta potensi keuntungan yang cukup strategis bagi pencapaian kepentingan ekonomi Indonesia di level internasional. Oleh sebab itu, hasil G-20 perlu sejalan dengan kebutuhan pembangunan Indonesia.
Indonesia sebagai negara berkembang tentu mengalami berbagai tantangan yang tak mudah, baik internal maupun eksternal, sebagai anggota G-20. Meski demikian, di tengah berbagai tantangan yang ada, pemerintah harus bisa membawa kepentingan-kepentingan ekonomi domestik ke dalam agenda G-20. Indonesia harus mampu membentuk agenda G-20 agar sejalan dengan kepentingan nasional untuk mendukung pembangunan.
Selain membawa kepentingan pembangunan nasional, kepemimpinan Indonesia dalam G-20 di tahun 2022 juga memiliki peluang yang sangat strategis untuk menyuarakan kepentingan negara berkembang. Sebagai negara berkembang pertama yang memegang kepemimpinan dalam lima tahun terakhir, kepemimpinan Indonesia dapat menjadi jalan pembuka bagi terciptanya pemulihan ekonomi yang tidak hanya terjadi di negara maju saja, namun juga di negara berkembang lainnya. Semoga.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda