Hukuman Habib Rizieq Dipangkas 2 Tahun, Kuasa Hukum Persiapkan PK
Senin, 15 November 2021 - 22:37 WIB
JAKARTA - Tim penasihat hukum langsung menyiapkan langkah-langkah usai Mahkamah Agung (MA) mengurangi vonis hukuman terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) dari 4 tahun menjadi 2 tahun. MA menilai hukuman yang dijatuhkan kepada Habib Rizieq dalam kasus pemalsuan hasil tes swab Covid-19 di RS Ummi Bogor, terlalu berat.
"Tim advokasi Habib Rizieq Shihab akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI," ujar salah satu tim penasihat hukum Habib Rizieq Azis Yanuar, dalam keterangannya, Senin (15/11/2021).
Pengajuan PK itu dilakukan karena Azis merasa Habib Rizieq dalam kasus RS UMMI tidak layak dipenjara walau sehari. Sebab hanya kasus prokes dan itupun hanya ucapan 'baik-baik saja'. Apalagi dalam pertimbangan Majelis Hakim Kasasi mengakui bahwa dalam kasus RS UMMI tidak ada keonaran, kecuali hanya ramai di media massa saja. Majelis Hakim Kasasi juga menilai bahwa kasus RS UMMI hanya rangkaian kasus prokes Covid-19.
"Dengan pengakuan tersebut semestinya Majelis Hakim Kasasi menggunakan tafsir resmi keonaran dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 yang sudah tercantum dalam penjelasannya, sehingga seyogyanya IB-HRS dibebaskan," ujar dia.
Tim pensahet hukum juga akan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 1 Tahun 1946, karena sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian. "Sering dijadikan sebagai alat politik untuk jerat orang yang tidak disukai rezim, sehingga IB-HRS menjadi salah satu korbannya," pungkasnya.
"Tim advokasi Habib Rizieq Shihab akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI," ujar salah satu tim penasihat hukum Habib Rizieq Azis Yanuar, dalam keterangannya, Senin (15/11/2021).
Pengajuan PK itu dilakukan karena Azis merasa Habib Rizieq dalam kasus RS UMMI tidak layak dipenjara walau sehari. Sebab hanya kasus prokes dan itupun hanya ucapan 'baik-baik saja'. Apalagi dalam pertimbangan Majelis Hakim Kasasi mengakui bahwa dalam kasus RS UMMI tidak ada keonaran, kecuali hanya ramai di media massa saja. Majelis Hakim Kasasi juga menilai bahwa kasus RS UMMI hanya rangkaian kasus prokes Covid-19.
"Dengan pengakuan tersebut semestinya Majelis Hakim Kasasi menggunakan tafsir resmi keonaran dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 yang sudah tercantum dalam penjelasannya, sehingga seyogyanya IB-HRS dibebaskan," ujar dia.
Tim pensahet hukum juga akan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 1 Tahun 1946, karena sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian. "Sering dijadikan sebagai alat politik untuk jerat orang yang tidak disukai rezim, sehingga IB-HRS menjadi salah satu korbannya," pungkasnya.
(thm)
tulis komentar anda