Peluang Ikan Nila Danau Toba Menjadi Primadona dan Komoditas Andalan Ekspor
Jum'at, 12 November 2021 - 10:42 WIB
Saat ini, terdapat 4 klasifikasi jenis produk ikan nila yang diperjual-belikan di pasar global, antara lain Tilapia Segar (HS 03027100), Tilapia Beku (HS 03032300), Fillet Tilapia Segar (HS 03043100), dan Fillet Tilapia Beku (HS 03046100).
Fillet Tilapia Beku menjadi jenis produk dengan permintaan paling tinggi dibandingkan dengan 3 jenis produk lainnya. Hingga saat ini, Cina menjadi negara penghasil ikan nila terbesar pertama di dunia. Di tahun 2019 misalnya, Cina menghasilkan 1,8 juta ton ikan nila dan mengekspornya ke berbagai negara di dunia.
Sayangnya, beberapa negara menganggap ikan nila yang berasal dari Cina tidak baik untuk dikonsumsi karena praktik budidaya yang salah. Beberapa ikan yang dibudidayakan di Cina rentan terhadap risiko terkontaminasi bakteri dan penggunaan antibiotik dalam perawatannya. Kondisi tersebut sebenarnya bisa menjadi peluang baik bagi Indonesia, mengingat nilai ekspor ikan nila Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina.
Di tahun 2019 saja, Indonesia menghasilkan 900 juta ton ikan nila dan berhasil mengekspor sebanyak 12.000 ton atau setara dengan USD66,96 juta. Ikan nila dapat menjadi primadona dan komoditas ekspor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data BPS terdapat peningkatan ekspor ikan nila dari tahun 2017 hingga tahun 2020. Di masa pandemi tahun 2020 saja, nilai ekspor ikan nila naik sebesar 17,13% dari total nilai USD66,96 juta di tahun 2019 menjadi USD78,43 juta di tahun 2020.
Budidaya ikan nila terbesar di Indonesia ada di Danau Toba, Sumatera Utara menjadi wilayah produksi budidaya ikan nila terbesar dan memberi kontribusi hingga 91,66% dari total nilai ekspor ikan nila di Indonesia. Amerika Serikat menjadi salah satu negara tujuan ekspor ikan nila Danau Toba dengan volume mencapai 51,29% dari total volume ekspor. Selain Amerika Serikat, ekspor juga dilakukan ke beberapa negara lain, seperti Kanada, Belanda, Taiwan, Jerman, Singapura, Polandia, Belgia, Cina, Malaysia, Afrika Selatan, Thailand, dan UK.
Danau Toba menjadi salah satu tempat budidaya ikan nila dengan volume produksi yang besar. Di tahun 2020 saja, BPS mencatat produksi budidaya ikan nila di Danau Toba mencapai 80.941 ton dan memiliki nilai ekonomi total sebesar Rp3,5 triliun.
Tidak heran apabila ekspor ikan nila Danau Toba memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba, sementara sektor pariwisata baru memberi kontribusi sebesar 2%. Ikan nila Danau Toba memiliki potensi yang besar untuk menjadi komoditas ekspor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, perlu dibuat aturan yang tepat dan dilaksanakan dengan baik untuk memastikan bahwa budidaya ikan nila tidak merugikan lingkungan di sekitar Danau Toba. Pemeliharaan terhadap lingkungan menjadi sangat penting karena akan memberi efek timbal balik terhadap kualitas budidaya ikan.
Lingkungan yang alami, bersih, dan terjaga akan menghasilkan ikan yang sehat, penuh kandungan gizi. Sebaliknya, ketika lingkungan tercemar, kuantitas serta kualitas dari ikan yang dibudidayakan juga akan menurun. Jangan sampai, peluang untuk menjadi eksportir ikan nila gagal dan malah berujung pada kerusakan lingkungan.
Fillet Tilapia Beku menjadi jenis produk dengan permintaan paling tinggi dibandingkan dengan 3 jenis produk lainnya. Hingga saat ini, Cina menjadi negara penghasil ikan nila terbesar pertama di dunia. Di tahun 2019 misalnya, Cina menghasilkan 1,8 juta ton ikan nila dan mengekspornya ke berbagai negara di dunia.
Sayangnya, beberapa negara menganggap ikan nila yang berasal dari Cina tidak baik untuk dikonsumsi karena praktik budidaya yang salah. Beberapa ikan yang dibudidayakan di Cina rentan terhadap risiko terkontaminasi bakteri dan penggunaan antibiotik dalam perawatannya. Kondisi tersebut sebenarnya bisa menjadi peluang baik bagi Indonesia, mengingat nilai ekspor ikan nila Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina.
Di tahun 2019 saja, Indonesia menghasilkan 900 juta ton ikan nila dan berhasil mengekspor sebanyak 12.000 ton atau setara dengan USD66,96 juta. Ikan nila dapat menjadi primadona dan komoditas ekspor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data BPS terdapat peningkatan ekspor ikan nila dari tahun 2017 hingga tahun 2020. Di masa pandemi tahun 2020 saja, nilai ekspor ikan nila naik sebesar 17,13% dari total nilai USD66,96 juta di tahun 2019 menjadi USD78,43 juta di tahun 2020.
Budidaya ikan nila terbesar di Indonesia ada di Danau Toba, Sumatera Utara menjadi wilayah produksi budidaya ikan nila terbesar dan memberi kontribusi hingga 91,66% dari total nilai ekspor ikan nila di Indonesia. Amerika Serikat menjadi salah satu negara tujuan ekspor ikan nila Danau Toba dengan volume mencapai 51,29% dari total volume ekspor. Selain Amerika Serikat, ekspor juga dilakukan ke beberapa negara lain, seperti Kanada, Belanda, Taiwan, Jerman, Singapura, Polandia, Belgia, Cina, Malaysia, Afrika Selatan, Thailand, dan UK.
Danau Toba menjadi salah satu tempat budidaya ikan nila dengan volume produksi yang besar. Di tahun 2020 saja, BPS mencatat produksi budidaya ikan nila di Danau Toba mencapai 80.941 ton dan memiliki nilai ekonomi total sebesar Rp3,5 triliun.
Tidak heran apabila ekspor ikan nila Danau Toba memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba, sementara sektor pariwisata baru memberi kontribusi sebesar 2%. Ikan nila Danau Toba memiliki potensi yang besar untuk menjadi komoditas ekspor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, perlu dibuat aturan yang tepat dan dilaksanakan dengan baik untuk memastikan bahwa budidaya ikan nila tidak merugikan lingkungan di sekitar Danau Toba. Pemeliharaan terhadap lingkungan menjadi sangat penting karena akan memberi efek timbal balik terhadap kualitas budidaya ikan.
Lingkungan yang alami, bersih, dan terjaga akan menghasilkan ikan yang sehat, penuh kandungan gizi. Sebaliknya, ketika lingkungan tercemar, kuantitas serta kualitas dari ikan yang dibudidayakan juga akan menurun. Jangan sampai, peluang untuk menjadi eksportir ikan nila gagal dan malah berujung pada kerusakan lingkungan.
tulis komentar anda