Peluang Ikan Nila Danau Toba Menjadi Primadona dan Komoditas Andalan Ekspor
loading...
A
A
A
Dr Jannus TH Siahaan
Pemerhati Industri Aquaculture
SELASA, 9 November 2021, masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba menerima bantuan sampan dan benih ikan mas serta ikan tilapia (nila) dari Pemprov Sumatera Utara. Bantuan ini menjadi salah satu cara pemerintah daerah dalam mendorong budidaya perikanan di sekitar Danau Toba.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ikan memiliki kandungan nutrisi dan protein yang tinggi. Protein memiliki manfaat untuk membangun tulang dan otot, menyembuhkan jaringan, mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh, mencerna makanan, serta menyeimbangkan hormon.
Ditambah lagi, harga ikan mungkin lebih terjangkau dibandingkan daging dan ayam. Kandungan asam lemak omega 3, kalsium, vitamin D, dan fosfor banyak terkandung pada ikan. Tak hanya itu, ikan juga kaya akan vitamin dan mineral lain, seperti vitamin B2, zat besi, zink, yodium, magnesium, dan kalium.
Tidak hanya dikenal sebagai sumber protein saja. Ikan juga dikenal sebagai salah satu sumber pangan yang bergizi tinggi, memiliki fungsi sebagai antioksidan, memiliki peran penting dalam peningkatan gizi balita, mencegah stunting pada anak sejak masa kehamilan, membantu meningkatkan kecerdasan otak, serta mengurangi risiko penyakit. Manfaat inilah yang menjadikan ikan selalu dicari untuk dikonsumsi, tak terkecuali ikan tilapia yang dikenal sebagai ikan air tawar tinggi protein namun rendah kalori.
Permintaan terhadap ikan tilapia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh adanya pergeseran pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat global. Organisasi Pangan Dunia (FAO) melihat adanya tren dari masyarakat global yang lebih memilih untuk mengkonsumsi bahan pangan yang aman dan menyehatkan. Ikan tilapia dianggap sebagai salah satu sumber pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein.
Selain tinggi protein, ikan tilapia yang sering dijuluki ayam air (chicken on the water) mengandung omega 3 yang bermanfaat bagi kesehatan jantung. Meskipun tidak memiliki kandungan omega 3 sebanyak ikan tuna, ikan tilapia tetap saja memiliki kandungan omega 3 yang lebih banyak dibandingkan dengan daging sapi, babi, ayam, atau kalkun.
Kenaikan konsumsi ikan tilapia di dunia ditandai dengan adanya kenaikan total impor ikan nila dari tahun 2017 ke tahun 2018. International Trade Center (ITC) mencatat kenaikan total nilai impor ikan nila sebesar 6,75% dari USD1,35 miliar di tahun 2017 menjadi USD1,44 miliar di tahun 2018. FAO memperkirakan jumlah konsumsi ikan nila akan terus meningkat setiap tahunnya. Pasar ikan nila global ditargetkan akan mencapai USD9,2 miliar di tahun 2027, atau naik 2,20% dari tahun 2020 yang berada di angka USD7,9 miliar.
Saat ini, terdapat 4 klasifikasi jenis produk ikan nila yang diperjual-belikan di pasar global, antara lain Tilapia Segar (HS 03027100), Tilapia Beku (HS 03032300), Fillet Tilapia Segar (HS 03043100), dan Fillet Tilapia Beku (HS 03046100).
Fillet Tilapia Beku menjadi jenis produk dengan permintaan paling tinggi dibandingkan dengan 3 jenis produk lainnya. Hingga saat ini, Cina menjadi negara penghasil ikan nila terbesar pertama di dunia. Di tahun 2019 misalnya, Cina menghasilkan 1,8 juta ton ikan nila dan mengekspornya ke berbagai negara di dunia.
Sayangnya, beberapa negara menganggap ikan nila yang berasal dari Cina tidak baik untuk dikonsumsi karena praktik budidaya yang salah. Beberapa ikan yang dibudidayakan di Cina rentan terhadap risiko terkontaminasi bakteri dan penggunaan antibiotik dalam perawatannya. Kondisi tersebut sebenarnya bisa menjadi peluang baik bagi Indonesia, mengingat nilai ekspor ikan nila Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina.
Di tahun 2019 saja, Indonesia menghasilkan 900 juta ton ikan nila dan berhasil mengekspor sebanyak 12.000 ton atau setara dengan USD66,96 juta. Ikan nila dapat menjadi primadona dan komoditas ekspor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data BPS terdapat peningkatan ekspor ikan nila dari tahun 2017 hingga tahun 2020. Di masa pandemi tahun 2020 saja, nilai ekspor ikan nila naik sebesar 17,13% dari total nilai USD66,96 juta di tahun 2019 menjadi USD78,43 juta di tahun 2020.
Budidaya ikan nila terbesar di Indonesia ada di Danau Toba, Sumatera Utara menjadi wilayah produksi budidaya ikan nila terbesar dan memberi kontribusi hingga 91,66% dari total nilai ekspor ikan nila di Indonesia. Amerika Serikat menjadi salah satu negara tujuan ekspor ikan nila Danau Toba dengan volume mencapai 51,29% dari total volume ekspor. Selain Amerika Serikat, ekspor juga dilakukan ke beberapa negara lain, seperti Kanada, Belanda, Taiwan, Jerman, Singapura, Polandia, Belgia, Cina, Malaysia, Afrika Selatan, Thailand, dan UK.
Danau Toba menjadi salah satu tempat budidaya ikan nila dengan volume produksi yang besar. Di tahun 2020 saja, BPS mencatat produksi budidaya ikan nila di Danau Toba mencapai 80.941 ton dan memiliki nilai ekonomi total sebesar Rp3,5 triliun.
Tidak heran apabila ekspor ikan nila Danau Toba memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba, sementara sektor pariwisata baru memberi kontribusi sebesar 2%. Ikan nila Danau Toba memiliki potensi yang besar untuk menjadi komoditas ekspor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, perlu dibuat aturan yang tepat dan dilaksanakan dengan baik untuk memastikan bahwa budidaya ikan nila tidak merugikan lingkungan di sekitar Danau Toba. Pemeliharaan terhadap lingkungan menjadi sangat penting karena akan memberi efek timbal balik terhadap kualitas budidaya ikan.
Lingkungan yang alami, bersih, dan terjaga akan menghasilkan ikan yang sehat, penuh kandungan gizi. Sebaliknya, ketika lingkungan tercemar, kuantitas serta kualitas dari ikan yang dibudidayakan juga akan menurun. Jangan sampai, peluang untuk menjadi eksportir ikan nila gagal dan malah berujung pada kerusakan lingkungan.
Pemerhati Industri Aquaculture
SELASA, 9 November 2021, masyarakat di sekitar kawasan Danau Toba menerima bantuan sampan dan benih ikan mas serta ikan tilapia (nila) dari Pemprov Sumatera Utara. Bantuan ini menjadi salah satu cara pemerintah daerah dalam mendorong budidaya perikanan di sekitar Danau Toba.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ikan memiliki kandungan nutrisi dan protein yang tinggi. Protein memiliki manfaat untuk membangun tulang dan otot, menyembuhkan jaringan, mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh, mencerna makanan, serta menyeimbangkan hormon.
Ditambah lagi, harga ikan mungkin lebih terjangkau dibandingkan daging dan ayam. Kandungan asam lemak omega 3, kalsium, vitamin D, dan fosfor banyak terkandung pada ikan. Tak hanya itu, ikan juga kaya akan vitamin dan mineral lain, seperti vitamin B2, zat besi, zink, yodium, magnesium, dan kalium.
Tidak hanya dikenal sebagai sumber protein saja. Ikan juga dikenal sebagai salah satu sumber pangan yang bergizi tinggi, memiliki fungsi sebagai antioksidan, memiliki peran penting dalam peningkatan gizi balita, mencegah stunting pada anak sejak masa kehamilan, membantu meningkatkan kecerdasan otak, serta mengurangi risiko penyakit. Manfaat inilah yang menjadikan ikan selalu dicari untuk dikonsumsi, tak terkecuali ikan tilapia yang dikenal sebagai ikan air tawar tinggi protein namun rendah kalori.
Permintaan terhadap ikan tilapia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh adanya pergeseran pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat global. Organisasi Pangan Dunia (FAO) melihat adanya tren dari masyarakat global yang lebih memilih untuk mengkonsumsi bahan pangan yang aman dan menyehatkan. Ikan tilapia dianggap sebagai salah satu sumber pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein.
Selain tinggi protein, ikan tilapia yang sering dijuluki ayam air (chicken on the water) mengandung omega 3 yang bermanfaat bagi kesehatan jantung. Meskipun tidak memiliki kandungan omega 3 sebanyak ikan tuna, ikan tilapia tetap saja memiliki kandungan omega 3 yang lebih banyak dibandingkan dengan daging sapi, babi, ayam, atau kalkun.
Kenaikan konsumsi ikan tilapia di dunia ditandai dengan adanya kenaikan total impor ikan nila dari tahun 2017 ke tahun 2018. International Trade Center (ITC) mencatat kenaikan total nilai impor ikan nila sebesar 6,75% dari USD1,35 miliar di tahun 2017 menjadi USD1,44 miliar di tahun 2018. FAO memperkirakan jumlah konsumsi ikan nila akan terus meningkat setiap tahunnya. Pasar ikan nila global ditargetkan akan mencapai USD9,2 miliar di tahun 2027, atau naik 2,20% dari tahun 2020 yang berada di angka USD7,9 miliar.
Saat ini, terdapat 4 klasifikasi jenis produk ikan nila yang diperjual-belikan di pasar global, antara lain Tilapia Segar (HS 03027100), Tilapia Beku (HS 03032300), Fillet Tilapia Segar (HS 03043100), dan Fillet Tilapia Beku (HS 03046100).
Fillet Tilapia Beku menjadi jenis produk dengan permintaan paling tinggi dibandingkan dengan 3 jenis produk lainnya. Hingga saat ini, Cina menjadi negara penghasil ikan nila terbesar pertama di dunia. Di tahun 2019 misalnya, Cina menghasilkan 1,8 juta ton ikan nila dan mengekspornya ke berbagai negara di dunia.
Sayangnya, beberapa negara menganggap ikan nila yang berasal dari Cina tidak baik untuk dikonsumsi karena praktik budidaya yang salah. Beberapa ikan yang dibudidayakan di Cina rentan terhadap risiko terkontaminasi bakteri dan penggunaan antibiotik dalam perawatannya. Kondisi tersebut sebenarnya bisa menjadi peluang baik bagi Indonesia, mengingat nilai ekspor ikan nila Indonesia menempati urutan kedua setelah Cina.
Di tahun 2019 saja, Indonesia menghasilkan 900 juta ton ikan nila dan berhasil mengekspor sebanyak 12.000 ton atau setara dengan USD66,96 juta. Ikan nila dapat menjadi primadona dan komoditas ekspor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data BPS terdapat peningkatan ekspor ikan nila dari tahun 2017 hingga tahun 2020. Di masa pandemi tahun 2020 saja, nilai ekspor ikan nila naik sebesar 17,13% dari total nilai USD66,96 juta di tahun 2019 menjadi USD78,43 juta di tahun 2020.
Budidaya ikan nila terbesar di Indonesia ada di Danau Toba, Sumatera Utara menjadi wilayah produksi budidaya ikan nila terbesar dan memberi kontribusi hingga 91,66% dari total nilai ekspor ikan nila di Indonesia. Amerika Serikat menjadi salah satu negara tujuan ekspor ikan nila Danau Toba dengan volume mencapai 51,29% dari total volume ekspor. Selain Amerika Serikat, ekspor juga dilakukan ke beberapa negara lain, seperti Kanada, Belanda, Taiwan, Jerman, Singapura, Polandia, Belgia, Cina, Malaysia, Afrika Selatan, Thailand, dan UK.
Danau Toba menjadi salah satu tempat budidaya ikan nila dengan volume produksi yang besar. Di tahun 2020 saja, BPS mencatat produksi budidaya ikan nila di Danau Toba mencapai 80.941 ton dan memiliki nilai ekonomi total sebesar Rp3,5 triliun.
Tidak heran apabila ekspor ikan nila Danau Toba memberi kontribusi sebesar 21% untuk Produk Domestik Regional Bruto di wilayah Danau Toba, sementara sektor pariwisata baru memberi kontribusi sebesar 2%. Ikan nila Danau Toba memiliki potensi yang besar untuk menjadi komoditas ekspor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Akan tetapi, perlu dibuat aturan yang tepat dan dilaksanakan dengan baik untuk memastikan bahwa budidaya ikan nila tidak merugikan lingkungan di sekitar Danau Toba. Pemeliharaan terhadap lingkungan menjadi sangat penting karena akan memberi efek timbal balik terhadap kualitas budidaya ikan.
Lingkungan yang alami, bersih, dan terjaga akan menghasilkan ikan yang sehat, penuh kandungan gizi. Sebaliknya, ketika lingkungan tercemar, kuantitas serta kualitas dari ikan yang dibudidayakan juga akan menurun. Jangan sampai, peluang untuk menjadi eksportir ikan nila gagal dan malah berujung pada kerusakan lingkungan.
(poe)