KPK Ungkap 334 Pelaku Usaha Jadi Tersangka Korupsi
Jum'at, 05 November 2021 - 20:30 WIB
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan setidaknya 334 pelaku usaha merupakan pelaku korupsi berdasarkan data penanganan perkara KPK 2004 - 31 Maret 2021.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat kegiatan Sinergi Pemberantasan Korupsi Dunia Usaha Provinsi Maluku dalam Rangka Membangun Iklim Usaha yang Kondusif dan Bebas dari Korupsi, di Ambon, Kamis, 4 November 2021.
"Dari data tersebut, modus terbanyak yang ditangani adalah penyuapan dan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Selain melibatkan penyelenggara negara, juga melibatkan pelaku usaha sebagai pihak yang menjadi pemberi suap atau menjadi penyedia barang dan jasa untuk pemerintah. Motifnya beragam. Mulai dari balas jasa atas pekerjaan atau pelayanan yang telah diberikan hingga tujuan untuk mempertahankan hubungan bisnis dalam jangka panjang," ujarnya, Jumat (5/11/2021).
Hal ini, menimbulkan keprihatinan bersama karena praktik korupsi dalam dunia usaha akan menimbulkan multiflier effect. Selain itu, mengakibatkan inefisiensi proyek, kualitas yang buruk, serta harga barang dan jasa yang jauh di atas harga sebenarnya.
Dalam koordinasi dengan pelaku usaha, KPK mencatat sejumlah persoalan yang harus dibenahi bersama. Di antaranya terkait transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan jasa, kemudahan dalam perizinan serta dukungan pemerintah daerah dalam melibatkan pelaku usaha lokal dalam program pemerintah.
Di sisi lain, kata Ghufron, pelaku usaha berharap tidak ada lagi indikasi pengaturan pemenang tender dalam proses PBJ sehingga tercipta proses yang adil dan bebas dari korupsi. Demikian juga di sektor perizinan, Ghufron menjelaskan, pelaku usaha berharap tidak ada lagi tambahan biaya di luar prosedur ataupun persyaratan yang mempersulit kegiatan bisnis di daerah, dan waktu perizinan dipercepat.
Untuk itu, Ghufron berharap adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, pemerintah pusat dan BUMN untuk memutus rantai korupsi tersebut dengan mengurai dan mencari solusi atas persoalan ini. “Kehadiran KPK dalam forum ini untuk membangun harapan. KPK akan mengawal tugas dan fungsi kita sesuai dengan koridor wewenang dan tanggung jawab masing-masing,” tutupnya.
Maka dari itu, KPK meminta kepada pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya serta badan usaha untuk memiliki satu visi yang sama yaitu mewujudkan iklim usaha Indonesia yang sehat dan adil. “Kami harapkan pemerintah dan instansi OPD terkait, ada KKP dan Bea Cukai ini agar satu nafas, yaitu memastikan prosedurnya pasti, syaratnya pasti, maka dunia usahanya menjadi fair,” kata Ghufron.
Menurut Ghufron, yang dibutuhkan sektor usaha adalah dua hal, yaitu kepastian syarat dan prosedur, serta persaingan usaha yang adil. “Kalau dunia usaha tidak fair, rusak pasarnya,” kata Ghufron.
Di kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nathaniel Orno sependapat risiko yang menimpa sektor usaha, swasta dan korporasi menurutnya disebabkan karena berbelitnya perizinan, praktik penyuapan dan gratifikasi. “Harus dibenahi dengan pembenahan sistem, sehingga dunia usaha dapat menjalankan usahanya dengan baik dan tidak ditemukan celah untuk melakukan suap dan gratifikasi dalam memuluskan usaha bisnisnya,” tegas Barnabas Orno.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat kegiatan Sinergi Pemberantasan Korupsi Dunia Usaha Provinsi Maluku dalam Rangka Membangun Iklim Usaha yang Kondusif dan Bebas dari Korupsi, di Ambon, Kamis, 4 November 2021.
"Dari data tersebut, modus terbanyak yang ditangani adalah penyuapan dan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Selain melibatkan penyelenggara negara, juga melibatkan pelaku usaha sebagai pihak yang menjadi pemberi suap atau menjadi penyedia barang dan jasa untuk pemerintah. Motifnya beragam. Mulai dari balas jasa atas pekerjaan atau pelayanan yang telah diberikan hingga tujuan untuk mempertahankan hubungan bisnis dalam jangka panjang," ujarnya, Jumat (5/11/2021).
Hal ini, menimbulkan keprihatinan bersama karena praktik korupsi dalam dunia usaha akan menimbulkan multiflier effect. Selain itu, mengakibatkan inefisiensi proyek, kualitas yang buruk, serta harga barang dan jasa yang jauh di atas harga sebenarnya.
Dalam koordinasi dengan pelaku usaha, KPK mencatat sejumlah persoalan yang harus dibenahi bersama. Di antaranya terkait transparansi dan akuntabilitas proses pengadaan barang dan jasa, kemudahan dalam perizinan serta dukungan pemerintah daerah dalam melibatkan pelaku usaha lokal dalam program pemerintah.
Di sisi lain, kata Ghufron, pelaku usaha berharap tidak ada lagi indikasi pengaturan pemenang tender dalam proses PBJ sehingga tercipta proses yang adil dan bebas dari korupsi. Demikian juga di sektor perizinan, Ghufron menjelaskan, pelaku usaha berharap tidak ada lagi tambahan biaya di luar prosedur ataupun persyaratan yang mempersulit kegiatan bisnis di daerah, dan waktu perizinan dipercepat.
Untuk itu, Ghufron berharap adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, pemerintah pusat dan BUMN untuk memutus rantai korupsi tersebut dengan mengurai dan mencari solusi atas persoalan ini. “Kehadiran KPK dalam forum ini untuk membangun harapan. KPK akan mengawal tugas dan fungsi kita sesuai dengan koridor wewenang dan tanggung jawab masing-masing,” tutupnya.
Maka dari itu, KPK meminta kepada pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya serta badan usaha untuk memiliki satu visi yang sama yaitu mewujudkan iklim usaha Indonesia yang sehat dan adil. “Kami harapkan pemerintah dan instansi OPD terkait, ada KKP dan Bea Cukai ini agar satu nafas, yaitu memastikan prosedurnya pasti, syaratnya pasti, maka dunia usahanya menjadi fair,” kata Ghufron.
Menurut Ghufron, yang dibutuhkan sektor usaha adalah dua hal, yaitu kepastian syarat dan prosedur, serta persaingan usaha yang adil. “Kalau dunia usaha tidak fair, rusak pasarnya,” kata Ghufron.
Di kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Maluku Barnabas Nathaniel Orno sependapat risiko yang menimpa sektor usaha, swasta dan korporasi menurutnya disebabkan karena berbelitnya perizinan, praktik penyuapan dan gratifikasi. “Harus dibenahi dengan pembenahan sistem, sehingga dunia usaha dapat menjalankan usahanya dengan baik dan tidak ditemukan celah untuk melakukan suap dan gratifikasi dalam memuluskan usaha bisnisnya,” tegas Barnabas Orno.
(cip)
tulis komentar anda