Menteri PPPA: Pembangunan di Indonesia Masih Belum Perhatikan Kesetaraan Gender
Jum'at, 22 Oktober 2021 - 03:19 WIB
JAKARTA - Pembangunan di Indonesia belum dirasakan setara oleh kaum perempuan . Padahal, hak setiap warga negara untuk menikmati dan berpartisipasi dalam pembangunan diberbagai bidang.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, hal itu disebabkan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan belum sepenuhnya memperhatikan perbedaan kebutuhan, pengalaman, dan kondisi lainnya di masyarakat, baik itu yang bersifat kodrati maupun hasil konstruksi sosial.
Dalam konteks pembangunan, ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara perempuan dan laki-laki berdampak pada adanya kesenjangan beberapa hal, di antaranya banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki. Termasuk penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.
Kondisi tersebut semakin parah sejak pandemi Covid-19, yang menyebabkan perempuan kian terdampak ketimpangan yang melebar. Pasalnya, perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal yang justru paling terdampak pandemi. Padahal, pada kenyataannya perempuan memegang banyak peranan penting, di antaranya membantu mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
“Perempuan menentukan kualitas generasi penerus, demikian juga kepemimpinan perempuan meningkatkan ekonomi, ketahanan pangan dan membuka berbagai peluang lintas generasi. Selain itu, dalam perjuangan melawan Covid-19, perempuan menjadi tulang punggung dari proses pemulihan di dalam komunitas, baik secara sosial maupun ekonomi,” ungkapnya.
Bintang juga menyoroti kesenjangan gender di lingkungan kerja. KPPPA melaporkan terjadi beberapa tindakan pelanggaran hak perempuan di tempat kerja. Contohnya, pemberian gaji yang lebih rendah daripada laki-laki, PHK pada perempuan hamil, tidak diberikannya cuti haid, kurangnya fasilitas bagi para pekerja perempuan untuk memberikan ASI, dan sebagainya.
Semua pihak termasuk daerah, lanjut dia, harus gencar melakukan upaya kesetaraan gender. Sebab saat ini kesenjangan antar gender masih terjadi di beberapa wilayah. "Mewujudkan kesetaraan gender adalah hal yang harus dilakukan. Kesetaraan gender tentu akan meningkatakan pembangunan diberbagai sektor termasuk ekonomi. Sebab itu, upaya ini harus dilakukan secara kolaboratif sehingga target kesetaraan gender pada 2025 dapat terwujud," harapnya.
Dia menceritakan, perjuangan meraih kesetaraan perempuan sudah dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Perjuangan ini terbukti melalui peningkatan angka indeks pembangunan manusia (IPM), indeks pembangunan gender (IPG), dan indeks pemberdayaan gender (IDG). Hal ini berbanding lurus dengan besarnya kesempatan perempuan untuk bersekolah, berpendapat di ruang domestik maupun publik serta mengisi ruang-ruang kepemimpinan.
Meski demikian, kesempatan ini masih belum diterima perempuan secara merata, masih banyak perempuan yang belum mendapatkan haknya. Maka itu, tetap saja perempuan Indonesia harus kembali bersatu memperjuangkan hal tersebut.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, hal itu disebabkan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan belum sepenuhnya memperhatikan perbedaan kebutuhan, pengalaman, dan kondisi lainnya di masyarakat, baik itu yang bersifat kodrati maupun hasil konstruksi sosial.
Dalam konteks pembangunan, ketimpangan relasi kuasa yang terjadi antara perempuan dan laki-laki berdampak pada adanya kesenjangan beberapa hal, di antaranya banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan yang setara dengan laki-laki. Termasuk penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya.
Kondisi tersebut semakin parah sejak pandemi Covid-19, yang menyebabkan perempuan kian terdampak ketimpangan yang melebar. Pasalnya, perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal yang justru paling terdampak pandemi. Padahal, pada kenyataannya perempuan memegang banyak peranan penting, di antaranya membantu mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.
“Perempuan menentukan kualitas generasi penerus, demikian juga kepemimpinan perempuan meningkatkan ekonomi, ketahanan pangan dan membuka berbagai peluang lintas generasi. Selain itu, dalam perjuangan melawan Covid-19, perempuan menjadi tulang punggung dari proses pemulihan di dalam komunitas, baik secara sosial maupun ekonomi,” ungkapnya.
Bintang juga menyoroti kesenjangan gender di lingkungan kerja. KPPPA melaporkan terjadi beberapa tindakan pelanggaran hak perempuan di tempat kerja. Contohnya, pemberian gaji yang lebih rendah daripada laki-laki, PHK pada perempuan hamil, tidak diberikannya cuti haid, kurangnya fasilitas bagi para pekerja perempuan untuk memberikan ASI, dan sebagainya.
Semua pihak termasuk daerah, lanjut dia, harus gencar melakukan upaya kesetaraan gender. Sebab saat ini kesenjangan antar gender masih terjadi di beberapa wilayah. "Mewujudkan kesetaraan gender adalah hal yang harus dilakukan. Kesetaraan gender tentu akan meningkatakan pembangunan diberbagai sektor termasuk ekonomi. Sebab itu, upaya ini harus dilakukan secara kolaboratif sehingga target kesetaraan gender pada 2025 dapat terwujud," harapnya.
Dia menceritakan, perjuangan meraih kesetaraan perempuan sudah dilakukan sejak 10 tahun yang lalu. Perjuangan ini terbukti melalui peningkatan angka indeks pembangunan manusia (IPM), indeks pembangunan gender (IPG), dan indeks pemberdayaan gender (IDG). Hal ini berbanding lurus dengan besarnya kesempatan perempuan untuk bersekolah, berpendapat di ruang domestik maupun publik serta mengisi ruang-ruang kepemimpinan.
Meski demikian, kesempatan ini masih belum diterima perempuan secara merata, masih banyak perempuan yang belum mendapatkan haknya. Maka itu, tetap saja perempuan Indonesia harus kembali bersatu memperjuangkan hal tersebut.
tulis komentar anda