Mengatasi Pandemi, Menyuburkan Pertumbuhan Ekonomi

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 07:59 WIB
Bagaimana relevansinya dengan kondisi saat ini ketika pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai 3 Juli 2021 yang kemudian terus diperpanjang? Apakah pelbagai sumbang saran tersebut telah dilakukan pemerintah? Ya! Namun, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, lonjakan kasus positif Covid-19 kali ini bersumber dari kluster mudik padahal pemerintah sudah melarang masyarakat untuk mudik. Selain itu, hal itu juga disebabkan oleh serbuan varian Corona Delta dan Mu yang lebih menular dan berbahaya. Sebaliknya, masyarakat masih belum menerapkan protokol kesehatan dengan baik dan benar.

baca juga: RI Butuh Banyak Orang dengan Gelar Doktoral Demi Pemulihan Ekonomi

Vaksinasi pun belum mampu menyentuh sebagian besar penduduk sehingga belum tercipta imunitas komunal (herd immunity). Padahal tingkat pencapaian vaksinasi yang tinggi akan sangat membantu dalam menggairahkan ekonomi nasional. Sejatinya, PPKM Darurat itu sejalan dengan sumbang saran ke-6 bahwa kebijakan ekonomi agar lebih berorientasi pada korban yakni mengupayakan keselamatan dan kesehatan manusia. Tetapi PPKM juga dapat membuat banyak perusahaan untuk mengerem kapasitas produksi sehingga arus kas (cash flow) akan terganggu. Untunglah, debitur yang terpapar pandemi sudah mengajukan restrukurisasi kredit.

baca juga: Dukung Pemulihan Ekonomi, Kemlu RI Garap Pasar Eropa Tengah dan Timur

Tentu, pertumbuhan ekonomi bisa tertekan. Oleh karena itu, pemerintah telah menambah Rp225,54 triliun sebagai anggaran program PEN dari Rp699,43 triliun menjadi Rp924,97 triliun. Anggaran itu untuk membiaya program Perlindungan Sosial, Kesehatan, Program Prioritas, Dukungan UMKM dan Korporasi dan Insentif Usaha. Khusus untuk meningkatkan daya beli (purchasing power) masyarakat menengah-kecil yang diperkirakan akan turun kembali, pemerintah mengucurkan kembali bantuan sosial tunai (BST) dengan anggaran Rp6,1 triliun. Selain BST untuk 10 juta keluarga selama 2 bulan, pemerintah juga memperpanjang pemberian diskon tarif listrik selama 3 bulan bagi 32,6 juta pelanggan. Demikian pula pemberian kuota internet kepada 27,67 juta pelajar, mahasiswa, tenaga pengajar dan dosen.

baca juga: Kunci Pemulihan Ekonomi, Kebangkitan UMKM Perempuan Jadi Perhatian

Kedua, ingat bahwa ketika pemerintah fokus untuk menangkis serbuan kasus Covid-19, sudah selayaknya bagi BI untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap rencana pengetatan kebijakan moneter (tapering off) oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed). Apa bentuk pengetatan itu? Suku bunga acuan AS (The Fed Fund Rate/FFR) yang kini 0,25% diperkirakan akan segera naik ketika pertumbuhan ekonomi AS kian tinggi. Apa potensi risikonya? Dana panas (hot money) yang tersimpan rapih di negara berkembang termasuk Indonesia bisa terbang pulang kampung kembali ke AS (capital outflow). Akibat berikutnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bisa terdepresiasi (melemah) yang kini mencapai Rp14.253 per 6 Oktober 2021.

baca juga: Efisiensi Sektor Logistik Percepat Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi

Ketiga, oleh karena itu, peran bank makin dituntut untuk menyalurkan kredit lebih deras ke UMKM. Mengapa? Karena segmen itu mampu menyerap 100 juta lebih tenaga kerja sehingga mengurangi tingkat pengangguran. Hendaknya bank tak hanya asal aman (safety player) dalam berbisnis. Namun bank harus berani ambil risiko yang telah diperhitungkan (calculated risk). Bank dituntut untuk berani menghadapi perubahan dengan bertindak adaptif dan kreatif dengan membiayai sektor yang mampu menyerap banyak tenaga kerja (Paul Sutaryono, Koran Tempo, 5 Juli 2021).

baca juga: Resmi Dibuka, Toraja Highland Festival Diharap Dorong Pemulihan Ekonomi
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More