BNPT Fasilitasi Pihak Tak Percaya Radikalisme Berkunjung ke Lapas Teroris
Senin, 11 Oktober 2021 - 05:07 WIB
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ( BNPT ) siap berdiskusi dan memfasilitasi orang yang tidak percaya radikalisme dan terorisme di Indonesia dengan berkunjung ke lapas teroris. Hal itu untuk menanggapi masih adanya pihak yang mewacanakan pembubaran BNPT dan Densus 88.
Ironisnya mereka justru pejabat publik dan tokoh masyarakat. Mereka menuduh keberadaan Densus 88 dan BNPT sudah tidak relevan lagi dan dinilai hanya menjadi alat pemecah belah rakyat. Mereka juga menilai isu terorisme dan radikalisme sudah menjadi komoditas bisnis dan politik.
"Saya dukung dan akan beri fasilitas mengunjungi lapas bagi pelaku terorisme, tentunya sesuai aturan maupun SOP, supaya kita dapat sama-sama menyaksikan dan berkomunikasi langsung bahwa ini nyata dan tidak rekayasa," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid di Jakarta, Minggu (10/10/2021).
Baca juga: Minta Densus 88 Dibubarkan, Lemkapi Sebut Fadli Zon Pentingkan Politik
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak antikritik untuk menyerap masukan dari masyarakat. Namun hal itu selayaknya disampaikan dengan cara yang baik dan berdasarkan data-data yang konkret.
"Kami, (BNPT) tidak antikritik. Justru kami senang jika ada masukan yang bagus untuk evaluasi dan perbaikan ke depan," tuturnya.
Nurwakhid mengatakan BNPT maupun Densus 88 Anti Teror merupakan lembaga pemerintah yang diberi amanah UU untuk melakukan penanggulangan radikalisme dan terorisme secara holistik. Penanggulangannya melalui soft approach atau pendekatan lunak di hulu yaitu pencegahan yang dilakukan oleh BNPT dan hard approach atau penegakan hukum di hilir melalui penindakan atau law enforcement oleh Densus 88 AT sesuai UU Nomor 5 tahun 2018.
"Kalau ada yang mengatakan terorisme sudah tidak relevan lagi, atau hanya menjadi ajang politik, itu salah dan tidak mendasar," katanya. Nurwahid menegaskan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama justru akar masalahnya adalah ideologi keagamaan yang dipahami secara distorsif dan menyimpang.
Ironisnya mereka justru pejabat publik dan tokoh masyarakat. Mereka menuduh keberadaan Densus 88 dan BNPT sudah tidak relevan lagi dan dinilai hanya menjadi alat pemecah belah rakyat. Mereka juga menilai isu terorisme dan radikalisme sudah menjadi komoditas bisnis dan politik.
"Saya dukung dan akan beri fasilitas mengunjungi lapas bagi pelaku terorisme, tentunya sesuai aturan maupun SOP, supaya kita dapat sama-sama menyaksikan dan berkomunikasi langsung bahwa ini nyata dan tidak rekayasa," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid di Jakarta, Minggu (10/10/2021).
Baca juga: Minta Densus 88 Dibubarkan, Lemkapi Sebut Fadli Zon Pentingkan Politik
Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak antikritik untuk menyerap masukan dari masyarakat. Namun hal itu selayaknya disampaikan dengan cara yang baik dan berdasarkan data-data yang konkret.
"Kami, (BNPT) tidak antikritik. Justru kami senang jika ada masukan yang bagus untuk evaluasi dan perbaikan ke depan," tuturnya.
Nurwakhid mengatakan BNPT maupun Densus 88 Anti Teror merupakan lembaga pemerintah yang diberi amanah UU untuk melakukan penanggulangan radikalisme dan terorisme secara holistik. Penanggulangannya melalui soft approach atau pendekatan lunak di hulu yaitu pencegahan yang dilakukan oleh BNPT dan hard approach atau penegakan hukum di hilir melalui penindakan atau law enforcement oleh Densus 88 AT sesuai UU Nomor 5 tahun 2018.
"Kalau ada yang mengatakan terorisme sudah tidak relevan lagi, atau hanya menjadi ajang politik, itu salah dan tidak mendasar," katanya. Nurwahid menegaskan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama justru akar masalahnya adalah ideologi keagamaan yang dipahami secara distorsif dan menyimpang.
tulis komentar anda