BNPT Fasilitasi Pihak Tak Percaya Radikalisme Berkunjung ke Lapas Teroris
Senin, 11 Oktober 2021 - 05:07 WIB
Baca juga: Usul Densus 88 Dibubarkan, Fadli Zon Diminta Tabayun
Menurutnya, potensi radikalisme tetap harus diwaspadai. Hasil survei 2020 menunjukkan bahwa indeks potensi radikalisme di Indonesia masih berkisar 12,2%. Indikatornya, jelas Nurwahid, ditunjukkan dengan pemikiran dan sikap anti-Pancasila, pro khilafah, ekslusif, intoleran, antibudaya dan kearifan lokal, dan membenci pemerintah dengan menyebarkan hoaks, adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah masyarakat, dan membangun ketidak percayaan masyarakat kepada pemimpin atau pemerintahan yang sah.
Namun dari survei itu masih menggembirakan karena lebih dari 87,8% masyarakat menolak dengan tegas radikalisme dan terorisme.
"Nah, 87,8% masyarakat moderat tersebut sedang dan akan kita vaksinasi ideologi supaya imun dan terjaga dari paparan radikalisme dan terorisme. Sedangkan yang 12,2% potensial radikalisme kita berikan moderasi berbangsa dan beragama melalui strategi kontra radikalisasi, berupa kontra narasi, kontra ideologi, dan kontra propaganda," katanya.
Untuk itu, Nurwakhid mengajak dan mendorong seluruh elemen bangsa terutama masyarakat moderat untuk aktif membangun narasi-narasi perdamaian, persatuan, toleransi, cinta Tanah Air dan bangsa untuk membangun harmonisasi bangsa menuju Indonesia yang aman, damai dan maju. Sementara terhadap mereka yang sudah menjadi tersangka, terdakwa, terpidana maupun mantan narapidana tindak pidana terorisme termasuk keluarganya diberikan program deradikalisasi oleh pemerintah.
Alumnus Akpol 1989 itu menyebutkan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, sampai saat ini Densus 88 dan BNPT sudah berhasil mencegah atau menggagalkan lebih dari 1.350 tersangka terorisme yang akan melakukan aksinya dengan melakukan strategi preventive justice atau preventive strike, yaitu ditangkap atau ditindak sebelum melakukan aksi teror kemudian diproses hukum.
"Intinya, radikalisme dan terorisme masih ada, mengancam dan membahayakan eksistensi Ideologi negara Pancasila maupun integrasi NKRI," katanya.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
Menurutnya, potensi radikalisme tetap harus diwaspadai. Hasil survei 2020 menunjukkan bahwa indeks potensi radikalisme di Indonesia masih berkisar 12,2%. Indikatornya, jelas Nurwahid, ditunjukkan dengan pemikiran dan sikap anti-Pancasila, pro khilafah, ekslusif, intoleran, antibudaya dan kearifan lokal, dan membenci pemerintah dengan menyebarkan hoaks, adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah masyarakat, dan membangun ketidak percayaan masyarakat kepada pemimpin atau pemerintahan yang sah.
Namun dari survei itu masih menggembirakan karena lebih dari 87,8% masyarakat menolak dengan tegas radikalisme dan terorisme.
"Nah, 87,8% masyarakat moderat tersebut sedang dan akan kita vaksinasi ideologi supaya imun dan terjaga dari paparan radikalisme dan terorisme. Sedangkan yang 12,2% potensial radikalisme kita berikan moderasi berbangsa dan beragama melalui strategi kontra radikalisasi, berupa kontra narasi, kontra ideologi, dan kontra propaganda," katanya.
Untuk itu, Nurwakhid mengajak dan mendorong seluruh elemen bangsa terutama masyarakat moderat untuk aktif membangun narasi-narasi perdamaian, persatuan, toleransi, cinta Tanah Air dan bangsa untuk membangun harmonisasi bangsa menuju Indonesia yang aman, damai dan maju. Sementara terhadap mereka yang sudah menjadi tersangka, terdakwa, terpidana maupun mantan narapidana tindak pidana terorisme termasuk keluarganya diberikan program deradikalisasi oleh pemerintah.
Alumnus Akpol 1989 itu menyebutkan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, sampai saat ini Densus 88 dan BNPT sudah berhasil mencegah atau menggagalkan lebih dari 1.350 tersangka terorisme yang akan melakukan aksinya dengan melakukan strategi preventive justice atau preventive strike, yaitu ditangkap atau ditindak sebelum melakukan aksi teror kemudian diproses hukum.
"Intinya, radikalisme dan terorisme masih ada, mengancam dan membahayakan eksistensi Ideologi negara Pancasila maupun integrasi NKRI," katanya.
Lihat Juga: Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman untuk Siswa, Bebas dari Intoleransi, Kekerasan, dan Bullying
(abd)
tulis komentar anda