Jokowi Tetapkan 3.103 Anggota Komcad, Pengamat Militer: Perkuat Pertahanan Negara
Kamis, 07 Oktober 2021 - 13:49 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini menetapkan 3.103 anggota Komponen Cadangan (Komcad) 2021 di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus), Batujajar, Bandung Barat, Jawa Barat.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, perkembangan lingkungan strategis global menunjukkan adanya pergeseran paradigma terhadap ancaman keamanan nasional. Saat ini, ancaman tersebut tidak hanya dalam bentuk konvensional atau reguler, namun juga dalam bentuk nonkonvensional atau irregular yang bersifat kompleks, multidimensional, nonlinear, asimetris dan melibatkan aktor non-negara (nonstate actor).
Di Indonesia, kata Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati, pergeseran ancaman ini dirumuskan dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN). Di mana ancaman terdiri dari tiga jenis yakni, ancaman militer, ancaman non militer, dan ancaman hibrida. Ancaman yang dimaksud dalam pasal tersebut dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, pelanggaran wilayah perbatasan, dan perompakan dan pencurian sumber daya alam.
Selain itu, sambung Nuning, terdapat ancaman bencana alam, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud ancaman lain yang membahayakan kedaulatan dan persatuan negara. ”Untuk itu, tantangan yang dihadapi dalam dinamika lingkungan strategis global menempatkan bahwa ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya berdimensi militer,” ujarnya, Kamis (7/10/2021).
Berkaitan dengan itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
”Dalam konteks menghadapi pergeseran spektrum ancaman keamanan nasional serta perlunya pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara yang bersifat semesta, maka pembentukan komponen cadangan, komponen pendukung dan program bela negara adalah sebuah keniscayaan yang relevan dalam menjawab tantangan ke depan,” tegasnya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini menyebut, amanat UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara untuk mengatur komponen cadangan dan komponen pendukung dalam suatu undang-undang sudah dilaksanakan oleh pemerintah melalui penerbitan Undang-Undang No 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, berikut Peraturan Pemerintah (PP) No 3 Tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaannya. Untuk itu, hadirnya PP tersebut sebagai konsidenran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara merupakan hal yang tepat.
”PP ini mengatur mengenai Pembentukan Komcad yang ditujukan untuk memperkuat komponen utama pertahanan negara yakni TNI, serta Penyelenggaraan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN), yang dikenal dengan program bela negara. Di banyak negara, pembentukan Komcad dan program bela negara ditujukan untuk mengantisipasi potensi ancaman eksternal sekaligus bagian dari upaya strategi penangkalan (deterrence strategy),” katanya.
Diakuinya, memang ada pihak yang khawatir adanya Komcad ini akan muncul dinamika sosial baru yang justru akan mengganggu stabilitas keamanan. Namun, kekhawatiran banyak pihak atas pembentukan Komcad karena belum memahami sepenuhnya regulasi yang berlaku. Menurut Nuning, Komcad tidak akan menjadi tentara bayaran karena Komcad dibiayai sepenuhnya dengan APBN dan tunduk pada aturan hukum negara. Komcad akan ditempa agar memiliki disiplin yang tinggi dan kesadaran bela negara untuk dapat membantu semua lapisan masyarakat, khususnya dalam misi-misi sosial kemanusiaan.
Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai, perkembangan lingkungan strategis global menunjukkan adanya pergeseran paradigma terhadap ancaman keamanan nasional. Saat ini, ancaman tersebut tidak hanya dalam bentuk konvensional atau reguler, namun juga dalam bentuk nonkonvensional atau irregular yang bersifat kompleks, multidimensional, nonlinear, asimetris dan melibatkan aktor non-negara (nonstate actor).
Di Indonesia, kata Nuning, panggilan akrab Susaningtyas Kertopati, pergeseran ancaman ini dirumuskan dalam pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN). Di mana ancaman terdiri dari tiga jenis yakni, ancaman militer, ancaman non militer, dan ancaman hibrida. Ancaman yang dimaksud dalam pasal tersebut dapat berwujud agresi, terorisme, komunisme, separatisme, pemberontakan bersenjata, pelanggaran wilayah perbatasan, dan perompakan dan pencurian sumber daya alam.
Selain itu, sambung Nuning, terdapat ancaman bencana alam, kerusakan lingkungan, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serangan siber, serangan nuklir, serangan biologi, serangan kimia, atau wujud ancaman lain yang membahayakan kedaulatan dan persatuan negara. ”Untuk itu, tantangan yang dihadapi dalam dinamika lingkungan strategis global menempatkan bahwa ancaman keamanan nasional saat ini tidak hanya berdimensi militer,” ujarnya, Kamis (7/10/2021).
Berkaitan dengan itu, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menegaskan sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
”Dalam konteks menghadapi pergeseran spektrum ancaman keamanan nasional serta perlunya pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara yang bersifat semesta, maka pembentukan komponen cadangan, komponen pendukung dan program bela negara adalah sebuah keniscayaan yang relevan dalam menjawab tantangan ke depan,” tegasnya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini menyebut, amanat UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara untuk mengatur komponen cadangan dan komponen pendukung dalam suatu undang-undang sudah dilaksanakan oleh pemerintah melalui penerbitan Undang-Undang No 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, berikut Peraturan Pemerintah (PP) No 3 Tahun 2021 tentang peraturan pelaksanaannya. Untuk itu, hadirnya PP tersebut sebagai konsidenran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara merupakan hal yang tepat.
”PP ini mengatur mengenai Pembentukan Komcad yang ditujukan untuk memperkuat komponen utama pertahanan negara yakni TNI, serta Penyelenggaraan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN), yang dikenal dengan program bela negara. Di banyak negara, pembentukan Komcad dan program bela negara ditujukan untuk mengantisipasi potensi ancaman eksternal sekaligus bagian dari upaya strategi penangkalan (deterrence strategy),” katanya.
Diakuinya, memang ada pihak yang khawatir adanya Komcad ini akan muncul dinamika sosial baru yang justru akan mengganggu stabilitas keamanan. Namun, kekhawatiran banyak pihak atas pembentukan Komcad karena belum memahami sepenuhnya regulasi yang berlaku. Menurut Nuning, Komcad tidak akan menjadi tentara bayaran karena Komcad dibiayai sepenuhnya dengan APBN dan tunduk pada aturan hukum negara. Komcad akan ditempa agar memiliki disiplin yang tinggi dan kesadaran bela negara untuk dapat membantu semua lapisan masyarakat, khususnya dalam misi-misi sosial kemanusiaan.
tulis komentar anda