Masyarakat Takut Gelombang Kedua Covid-19 tetapi Malah Pergi ke Sana Kemari
Selasa, 02 Juni 2020 - 13:20 WIB
JAKARTA - Ketua Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Pratiwi Sudarmono mengatakan, gelombang kedua pandemi Covid-19 bisa terjadi jika pergerakan ataupun aktivitas masyarakat di luar rumah masih tinggi.
"Saya sangat mengerti bahwa masyarakat itu sangat khawatir akan gelombang kedua. Namun ketakutan itu tidak diikuti dengan perilaku yang appropriate," kata Pratiwi di Media Center Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Masyarakat, kata Pratiwi, takut terjadi gelombang kedua Covid-19 tetapi justru sekarang masyarakat merasa lebih leluasa untuk pergi ke sana kemari. "Ada yang pergi tanpa masker, pergi ke tempat berkerumun. Mulai mencoba minum kopi, pergi ke restoran, dan seterusnya. Jadi ketakutannya iya, tapi perilakunya nggak."
Pratiwi menegaskan, gelombang kedua pandemi Covid-19 itu bisa saja terjadi karena sekarang pergerakan masyarakat luar biasa. "Dari kemarin Lebaran orang pergi mudik, kemudian akan kembali lagi ke Jakarta. Jadi ada pergerakan orang yang banyak, juga masuknya ABK atau tenaga kerja dari luar negeri ke Indonesia," jelasnya.
Menurut Pratiwi, virus Covid-19 dari waktu ke waktu terus melakukan perubahan."Melakukan mutasi-mutasi, mutasi secara kontinu, karena dia virus RNA, tentu saja bisa saja dia berkembang juga di suatu daerah lebih banyak dari kemarin." ( ).
Karena banyak masyarakat yang memiliki pergerakan bebas di luar rumah tanpa menghiraukan protokol kesehatan, potensi penularan Covid-19 akan semakin tinggi. "Dan karena tidak ada pembatasan yang jelas sehingga orang tidak takut lagi, sehingga tidak ada orang work from home lagi misalnya, maka dengan sendirinya kemungkinan tertular itu tinggi," kata Pratiwi.
Pratiwi mengatakan, dari data yang dimilikinya diketahui bahwa virus-virus Covid-19 mempunyai perbedaan-perbedaan. "Namun perbedaan-perbedaan itu tidak cukup bermakna untuk mengatakan bahwa ini bukan virus SARS Cov-2, jadi tetap ini adalah virus SARS Cov-2. Cuma ada namanya variasi-variasi." ( Baca juga: Wabah Corona dan Urgensi Tobacco Distancing ).
Beberapa variasi tersebut antara lain bisa diketahui ke mana saja virus Covid-19 itu telah pergi. "Apakah virus itu datang dari Wuhan langsung ke Indonesia misalnya. Dan tanggal berapa dia sampai kita misalnya. Yang pertama datang kan adalah dari bulan Januari itu masuk ke Indonesia. Dan apakah virus itu sudah jalan dari Wuhan ke Singapura, ke Eropa, ke Amerika, baru masuk ke Indonesia. Itu yang dikatakan ada di daerah Jawa Timur, jadi itu berbeda dari strain yang ada di Jakarta," jelas Pratiwi.
Pratiwi mengatakan, pihaknya sedang melakukan sequencing (teknik pembacaan urutan basa nitrogen pada DNA) virus Covid-19. Dengan begitu, akan semakin tahu dari mana saja virus itu datang sehingga bisa dikenali karakteristiknya dan penanganannya. "Misalnya yang datang ke Indonesia timur, apakah sama dengan Indonesia barat. Dan kemudian nanti kita klop-kan dengan berbagai karakter, semua itu bisa dipelajari," jelasnya.
"Saya sangat mengerti bahwa masyarakat itu sangat khawatir akan gelombang kedua. Namun ketakutan itu tidak diikuti dengan perilaku yang appropriate," kata Pratiwi di Media Center Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Masyarakat, kata Pratiwi, takut terjadi gelombang kedua Covid-19 tetapi justru sekarang masyarakat merasa lebih leluasa untuk pergi ke sana kemari. "Ada yang pergi tanpa masker, pergi ke tempat berkerumun. Mulai mencoba minum kopi, pergi ke restoran, dan seterusnya. Jadi ketakutannya iya, tapi perilakunya nggak."
Pratiwi menegaskan, gelombang kedua pandemi Covid-19 itu bisa saja terjadi karena sekarang pergerakan masyarakat luar biasa. "Dari kemarin Lebaran orang pergi mudik, kemudian akan kembali lagi ke Jakarta. Jadi ada pergerakan orang yang banyak, juga masuknya ABK atau tenaga kerja dari luar negeri ke Indonesia," jelasnya.
Menurut Pratiwi, virus Covid-19 dari waktu ke waktu terus melakukan perubahan."Melakukan mutasi-mutasi, mutasi secara kontinu, karena dia virus RNA, tentu saja bisa saja dia berkembang juga di suatu daerah lebih banyak dari kemarin." ( ).
Karena banyak masyarakat yang memiliki pergerakan bebas di luar rumah tanpa menghiraukan protokol kesehatan, potensi penularan Covid-19 akan semakin tinggi. "Dan karena tidak ada pembatasan yang jelas sehingga orang tidak takut lagi, sehingga tidak ada orang work from home lagi misalnya, maka dengan sendirinya kemungkinan tertular itu tinggi," kata Pratiwi.
Pratiwi mengatakan, dari data yang dimilikinya diketahui bahwa virus-virus Covid-19 mempunyai perbedaan-perbedaan. "Namun perbedaan-perbedaan itu tidak cukup bermakna untuk mengatakan bahwa ini bukan virus SARS Cov-2, jadi tetap ini adalah virus SARS Cov-2. Cuma ada namanya variasi-variasi." ( Baca juga: Wabah Corona dan Urgensi Tobacco Distancing ).
Beberapa variasi tersebut antara lain bisa diketahui ke mana saja virus Covid-19 itu telah pergi. "Apakah virus itu datang dari Wuhan langsung ke Indonesia misalnya. Dan tanggal berapa dia sampai kita misalnya. Yang pertama datang kan adalah dari bulan Januari itu masuk ke Indonesia. Dan apakah virus itu sudah jalan dari Wuhan ke Singapura, ke Eropa, ke Amerika, baru masuk ke Indonesia. Itu yang dikatakan ada di daerah Jawa Timur, jadi itu berbeda dari strain yang ada di Jakarta," jelas Pratiwi.
Pratiwi mengatakan, pihaknya sedang melakukan sequencing (teknik pembacaan urutan basa nitrogen pada DNA) virus Covid-19. Dengan begitu, akan semakin tahu dari mana saja virus itu datang sehingga bisa dikenali karakteristiknya dan penanganannya. "Misalnya yang datang ke Indonesia timur, apakah sama dengan Indonesia barat. Dan kemudian nanti kita klop-kan dengan berbagai karakter, semua itu bisa dipelajari," jelasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda