Mendagri Sebut Pemkot Jadi Pilar Utama dalam Merawat Toleransi
Jum'at, 01 Oktober 2021 - 06:11 WIB
Sementara Wakil Ketua Dewan Pengurus APEKSI sekaligus Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, kunci utama dalam menyelesaikan persoalan toleransi ada pada komunikasi.
Ia menuturkan, Indonesia adalah wilayah majemuk. Maka dari itu, untuk persatukan semua perlu berpegang teguh pada Bhinneka Tunggal Ika hingga Pancasila.
"Kalau melihat dari sejarah dan pengalaman, maka yang kita lakukan ini cukup mengingatkan pada masyarakat, bahwa kita tinggal di negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan segala perbedaan yang sudah disepakati sejak awal, kemudian konteksnya adalah membangun bangsa sesuai bidang masing-masing," ungkapnya.
Country Representative The Asia Foundation, Sandra Hamid, pada kesempatan itu menekankan pentingnya upaya kolaborasi multipihak. Menurut Sandra, kolaborasi masyarakat dengan pemerintah adalah kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah, terutama di tingkat lokal.
Ia menegaskan, masalah toleransi bisa ditangani jika semua pihak dapat mengantisipasinya sejak dini dan kemudian melakukan mitigasi serta responsif.
"Masalah itu memang harus dihadapi dan diselesaikan. Sayangnya dalam penyelesaian kita kadang-kadang terlambat. Bila terlambat, maka akhirnya terjadi menjadi besar dan ruang gerak kita menjadi jadi lebih sedikit untuk mencari solusi," ujarnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara juga senada. Kata dia, negara tidak bisa kerja sendiri, harus ada dukungan dari banyak elemen masyarakat.
Ia menjelaskan, pihaknya mencatat bahwa pemerintah daerah masuk urutan ketiga aduan terbanyak di Komnas HAM. Paling banyak aduan masuk adalah soal toleransi dan kebebasan beragama/berkeyakinan.
"Kiranya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, tokoh agama, kampus dan penegak hukum menjadi penting, supaya hak konstitusional warga dapat dijaga," ujarnya.
Namun demikian, Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan, pihaknya mencatat ada kemajuan parsial di 98 daerah monitor. Lalu juga terdapat kemajuan kolektif, di mana semua kota kini bergegegas menuju arah lebih baik.
Ia menuturkan, Indonesia adalah wilayah majemuk. Maka dari itu, untuk persatukan semua perlu berpegang teguh pada Bhinneka Tunggal Ika hingga Pancasila.
"Kalau melihat dari sejarah dan pengalaman, maka yang kita lakukan ini cukup mengingatkan pada masyarakat, bahwa kita tinggal di negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan segala perbedaan yang sudah disepakati sejak awal, kemudian konteksnya adalah membangun bangsa sesuai bidang masing-masing," ungkapnya.
Country Representative The Asia Foundation, Sandra Hamid, pada kesempatan itu menekankan pentingnya upaya kolaborasi multipihak. Menurut Sandra, kolaborasi masyarakat dengan pemerintah adalah kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah, terutama di tingkat lokal.
Ia menegaskan, masalah toleransi bisa ditangani jika semua pihak dapat mengantisipasinya sejak dini dan kemudian melakukan mitigasi serta responsif.
"Masalah itu memang harus dihadapi dan diselesaikan. Sayangnya dalam penyelesaian kita kadang-kadang terlambat. Bila terlambat, maka akhirnya terjadi menjadi besar dan ruang gerak kita menjadi jadi lebih sedikit untuk mencari solusi," ujarnya.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara juga senada. Kata dia, negara tidak bisa kerja sendiri, harus ada dukungan dari banyak elemen masyarakat.
Ia menjelaskan, pihaknya mencatat bahwa pemerintah daerah masuk urutan ketiga aduan terbanyak di Komnas HAM. Paling banyak aduan masuk adalah soal toleransi dan kebebasan beragama/berkeyakinan.
"Kiranya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, tokoh agama, kampus dan penegak hukum menjadi penting, supaya hak konstitusional warga dapat dijaga," ujarnya.
Namun demikian, Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan, pihaknya mencatat ada kemajuan parsial di 98 daerah monitor. Lalu juga terdapat kemajuan kolektif, di mana semua kota kini bergegegas menuju arah lebih baik.
tulis komentar anda