Mendagri Sebut Pemkot Jadi Pilar Utama dalam Merawat Toleransi

Jum'at, 01 Oktober 2021 - 06:11 WIB
loading...
Mendagri Sebut Pemkot...
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian mengatakan, pemerintah kota (Pemkot) merupakan pilar utama dalam merawat toleransi antarumat beragama. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ), Tito Karnavian mengatakan, pemerintah kota (Pemkot) merupakan pilar utama dalam merawat toleransi antarumat beragama. Upaya menegakkan kota penuh toleransi harus dikembangkan, agar bisa memberi dampak luas untuk wilayah di luar perkotaan.

Baca Juga: Mendagri
Baca juga: Posko PPKM Tingkat Desa Capai 100%, 15 Provinsi Diapresiasi Kemendagri
Mendagri Sebut Pemkot Jadi Pilar Utama dalam Merawat Toleransi

"Keberagaman yang ada pada bangsa kita harus dirawat, untuk tidak menjadi konflik memecah anak bangsa yang saling menghancurkan," kata Tito dalam Webiar Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) bertajuk 'Pemerintah Kota Sebagai Pilar Penting Toleransi', Kamis (30/9/2021).

Menurut Tito, di Indonesia terdapat peraturan yang bisa menjadi pedoman untuk merawat rasa toleransi antar umat beragama. Peraturan tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Serta, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2013 mengenai Penanganan Gangguan Keamanaan Dalam Negeri. Kemudian, Ketua Dewan Pengurus APEKSI dan Wali Kota Bogor, Bima Arya, berharap pemkot dapat terus belajar dari kota-kota yang sudah berhasil mengatasi persoalan toleransi.

Menurut mantan Kapolri ini, hal tersebut perlu dilakukan karena perbedaan keberagaman adalah keniscayaan dan harus diperjuangkan.

"Tidak ada yang gratis, tidak ada yang cuma-cuma. Semua pasti harus terus dijaga dan dikuatkan. Semangat untuk menyampaikan pesan bersama dalam keberagaman harus konsisten, harus dicicil setiap persoalan yang mengancam kebersamaan dalam keberagaman," pungkasnya.

Sementara Wakil Ketua Dewan Pengurus APEKSI sekaligus Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, kunci utama dalam menyelesaikan persoalan toleransi ada pada komunikasi.

Ia menuturkan, Indonesia adalah wilayah majemuk. Maka dari itu, untuk persatukan semua perlu berpegang teguh pada Bhinneka Tunggal Ika hingga Pancasila.

"Kalau melihat dari sejarah dan pengalaman, maka yang kita lakukan ini cukup mengingatkan pada masyarakat, bahwa kita tinggal di negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan segala perbedaan yang sudah disepakati sejak awal, kemudian konteksnya adalah membangun bangsa sesuai bidang masing-masing," ungkapnya.

Country Representative The Asia Foundation, Sandra Hamid, pada kesempatan itu menekankan pentingnya upaya kolaborasi multipihak. Menurut Sandra, kolaborasi masyarakat dengan pemerintah adalah kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah, terutama di tingkat lokal.

Ia menegaskan, masalah toleransi bisa ditangani jika semua pihak dapat mengantisipasinya sejak dini dan kemudian melakukan mitigasi serta responsif.

"Masalah itu memang harus dihadapi dan diselesaikan. Sayangnya dalam penyelesaian kita kadang-kadang terlambat. Bila terlambat, maka akhirnya terjadi menjadi besar dan ruang gerak kita menjadi jadi lebih sedikit untuk mencari solusi," ujarnya.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara juga senada. Kata dia, negara tidak bisa kerja sendiri, harus ada dukungan dari banyak elemen masyarakat.

Ia menjelaskan, pihaknya mencatat bahwa pemerintah daerah masuk urutan ketiga aduan terbanyak di Komnas HAM. Paling banyak aduan masuk adalah soal toleransi dan kebebasan beragama/berkeyakinan.

"Kiranya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, tokoh agama, kampus dan penegak hukum menjadi penting, supaya hak konstitusional warga dapat dijaga," ujarnya.

Namun demikian, Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani mengatakan, pihaknya mencatat ada kemajuan parsial di 98 daerah monitor. Lalu juga terdapat kemajuan kolektif, di mana semua kota kini bergegegas menuju arah lebih baik.

"Yang paling mencolok ada pada RPJMD, regulasi daerah yang menjadi terobosan di tingkat lokal dalan menjamin kebebasan. Ini suatu yang luar biasa. Lalu juga ada pada anggaran daerah. Pada 2015 kami mencatat ada peningkatan anggaran untuk kerja-kerja FKUB," terangnya.

Pada kesempatan tersebut hadir beberapa Wali Kota dan pejabat daerah. Mereka menceritakan praktik baik atas sikap toleransi masyarakat antar umat beragama, di setiap daerah yang dipimpin.

Wali Kota Kupang, Jefirstson R. Riwu Kore, mengatakan telah membuat peraturan daerah (Perda), guna memfasilitasi semua permasalahan rumah ibadah. Kemudian, ia juga membuat Perda yang memastikan adanya legalitas dari tiap-tiap rumah ibadah.

"Artinya Perda itu memberikan seluas-luasnya masyarakat untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing," jelasnya.

Kemudian, Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana mengatakan, pihaknya kerap melibatkan tokoh masyarakat dan agama di setiap keputusan. Menurut dia, pelibatan tokoh-tokoh sangat penting dan wujud dari kolaborasi semua pihak.

"Misal vaksinasi yang sedang santer, kami melakukan dan imbau lewat tokoh agama, lewat FKUB. Alhamdulillah masyarakat ikut dan 75% sudah tervaksinasi. Kalau kami lewat pemerintah, door to door mereka enggak mau," tutupnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1333 seconds (0.1#10.140)