Memaknai Hari Jadi OKI ke-52 dan Refleksi bagi Indonesia

Senin, 27 September 2021 - 19:54 WIB
Meskipun OKI sudah mendeklarasikan transformasi kerja sama ke arah pragmatif pada level antarpemerintah, namun tidak dapat dimungkiri organisasi ini masih dihadapkan kepada tantangan klasik khas negara berkembang. Mulai dari ketegangan hubungan antarnegara anggota, konflik domestik, angka kemiskinan yang masih tinggi, isu kesehatan hingga kesejahteraan.

Fakta mayoritas anggota OKI negara berkembang dan beberapa saling kurang rukun memang benar adanya. Namun, bukan berarti OKI tidak mempunyai peluang kerja sama untuk meraih kemajuan.

Para pemimpin negara anggota OKI telah melihat visi ke depan peluang tersebut sebagaimana tertuang dalam dokumen-dokumen OKI. Dalam Program Aksi OKI-2025 termaktub semangat bersama bahwa solidaritas Islam, kemitraan dan kerja sama harus dimajukan. Disepakati pula hubungan historis yang telah ada dan kedekatan budaya diantara anggota OKI perlu digalakkan untuk meningkatkan kerja sama politik, sosial dan ekonomi.

Faktor pendukung lainnya, adanya fakta sejumlah negara OKI mempunyai produk domestik bruto (PDB) per kapita nomimal lebih dari USD23.000, USD28.000, bahkan USD40.000. Tingkatan PDB per capita ini justru melampaui negara maju di Eropa dan Asia. Di samping itu, banyak negara-negara OKI dianugerahi potensi ekonomi yang tidak boleh diremehkan baik di bidang sumber daya alam, sumber daya manusia maupun ilmu pengetahuan teknologi.

Melihat peta situasi di atas, kita patut optimis transformasi kerja sama OKI di era ini tetap relevan dan mempunyai masa depan. Tentunya dengan syarat kita mampu menggali peluang dan mau mengimplementasikannya dalam bentuk kerja nyata. Peluang dapat dikatakan banyak, namun masih berserakan, terpencar dan perlu digali bersama dengan semangat transformasi seperti yang telah digariskan para pemimpin negara anggota OKI.

Sebagai contoh banyak negara Timur Tengah lama dikenal sebagai negara pengekspor utama minyak bumi. Namun, menyadari minyak bumi fosil tidak dapat diperbarui, mereka mulai memikirkan pengembangan pertanian yang membutuhkan kerja sama dengan negara lain. Sementara negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia dikenal sebagai negara agraris, kaya akan sumber daya alam, kaya tenaga kerja, maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, namun masih sangat membutuhkan investasi asing. Sementara itu, negara dari kawasan Afrika juga dikenal kaya akan sumber daya alam, namun memerlukan investasi asing dan tenaga kerja ahli dan terampil.

Refleksi bagi Indonesia

Indonesia mempunyai modal politik yang sangat baik di mana citra Indonesia sebagai pendukung OKI termasuk dukungan secara konsisten terhadap kemerdekaan Palestina. Selain itu Indonesia juga mempunyai modal sejarah politik yang besar sebagai negara pencetus Gerakan Non Blok dan penggagas Konferensi Asia-Afrika. Untuk melengkapinya, peran Indonesia di kawasannya di mana Indonesia merupakan salah satu founding nations pendiri ASEAN dan mempunyai reputasi besar sebagai juru damai di kawasan.

Berbekal modal politik tersebut, Indonesia mempunyai peluang besar dalam meningkatkan kerja sama di semua bidang guna memajukan kepentingan nasional. Kementerian Luar Negeri RI telah menggarisbawahi prioritas politik luar negeri kita hingga 2024 bertumpu pada empat prioritas; yaitu diplomasi ekonomi, peningkatan kontribusi kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia, kedaulatan dan kebangsaan, dan perlindungan.

Dalam diplomasi ekonomi, Indonesia bertekad melakukan kapitalisasi penguatan pasar domestik Indonesia yang merupakan pasar besar dengan populasi penduduk lebih mencapai 270 juta jiwa. Untuk itu Indonesia harus mampu menjadikan pasar domestik sebagai leverage atau daya tawar untuk menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan di tingkat bilateral maupun regional.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More