Wacana 3 Periode Disebut Pernah Muncul di Era SBY
Senin, 13 September 2021 - 19:21 WIB
Menurut Wiwiek, dalam sistem demokrasi yang disepakati dan dijalankan sejak tahun 1998 itu, diperlukan konsistensi dan komitmen semua komponen bangsa, termasuk oleh elite-elite ini harus terikat dengan komitmen itu, bukan malah membuat ricuh, membuat gaduh dan membuat kebingungan.
Dia menegaskan, tidak hanya pemilu, ukuran aturan hukum juga harus diikuti dan ditaati agar jabatan publik itu tidak diisi orang yang sama dalam waktu terlalu lama. Jadi, pemilu itu tujuannya supaya ada sirkulasi kepemimpinan nasional.
"Dan kita pernah punya permasalahan karena lama di orde baru itu sirkulasinya macet. Ketika ada reformasi, kita mulai gagah untuk memilih pemimpin dan itu ternyata memang karena tidak dipayungi secara cukup, karena di ketatanegaraan kita itu yang diatur cuman hanya tahapan-tahapannya, bukan substansi dari calon itu sendiri," terang Wiwiek.
Oleh karena itu menurut dia, seharusnya dilakukan suatu perubahan-perubahan agar kualifikasi dari calon presiden dan calon wakil presiden sejak awal benar-benar rigid dan tidak sembarangan.
Sejarahnya diketahui, riwayat hidupnya itu betul-betul dibuka ke publik, tidak bisa tidak diketahui oleh publik, bagaimana kualifikasi, kapasitas dan kompetensinya.
"Hukum harus memastikan bahwa setiap orang itu mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Pembatasan masa jabatan dua periode sebagaimana diatur dalam konstitusi, itu menurut saya adalah bagian dari menjaga negara Indonesia sebagai negara demokrasi di mana pembatasan yang demikian tersebut diterima dalam praktik HAM secara universal, dan bukan dianggap sebagai pembatasan HAM," tegasnya.
Dia menegaskan, tidak hanya pemilu, ukuran aturan hukum juga harus diikuti dan ditaati agar jabatan publik itu tidak diisi orang yang sama dalam waktu terlalu lama. Jadi, pemilu itu tujuannya supaya ada sirkulasi kepemimpinan nasional.
"Dan kita pernah punya permasalahan karena lama di orde baru itu sirkulasinya macet. Ketika ada reformasi, kita mulai gagah untuk memilih pemimpin dan itu ternyata memang karena tidak dipayungi secara cukup, karena di ketatanegaraan kita itu yang diatur cuman hanya tahapan-tahapannya, bukan substansi dari calon itu sendiri," terang Wiwiek.
Oleh karena itu menurut dia, seharusnya dilakukan suatu perubahan-perubahan agar kualifikasi dari calon presiden dan calon wakil presiden sejak awal benar-benar rigid dan tidak sembarangan.
Sejarahnya diketahui, riwayat hidupnya itu betul-betul dibuka ke publik, tidak bisa tidak diketahui oleh publik, bagaimana kualifikasi, kapasitas dan kompetensinya.
"Hukum harus memastikan bahwa setiap orang itu mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Pembatasan masa jabatan dua periode sebagaimana diatur dalam konstitusi, itu menurut saya adalah bagian dari menjaga negara Indonesia sebagai negara demokrasi di mana pembatasan yang demikian tersebut diterima dalam praktik HAM secara universal, dan bukan dianggap sebagai pembatasan HAM," tegasnya.
(maf)
tulis komentar anda