Robert Walter Monginsidi, Namanya Bagaikan Hantu yang Ditakuti Pasukan Belanda

Rabu, 25 Agustus 2021 - 05:32 WIB
Ranggong Daeng Romo menjadi panglima dari barisan LAPRIS ini, sedangkan Robert diserahi tugas Sekretaris Jenderal yang langsung memimpin operasi. Adapun program perjuangan LAPRIS ialah membasmi dan membersihkan mata-mata serta kaki tangan NICA (Belanda), menggangu lalu lintas dengan menghadang mobil tentara dan polisi Belanda, menghalangi kendaraan yang mengangkut barang dan bahan untuk kepentingan Belanda, membakar dan memusnahkan rumah serta bangunan vital milik pemerintah dan tentara Belanda, dan merampas senjata musuh.

Dia tidak tinggal di markas saja, tetapi ia langsung memberi contoh di lapangan, ia bergerak di sekitar kota Makasar (Ujung Pandang), Woga, Jeneponto, Malino dan Camba. Robert sendiri langsung memimpin pasukan Harimau Indonesia (HI). Pada tanggal 3 November 1946, dalam suatu pertempuran di Kota Barombong, Robert terluka dan terpaksa mengundurkan diri untuk sementara.

Sesudah sembuh, ia kembali melakukan aksi-aksi penyerangan lagi. Pada tanggal 21 Januari 1947, di Kassi-Kassi, terjadi pertempuran, disini gugur Emmi Saelan seorang pejuang putri yang sempat menewaskan delapan orang tentara Belanda dengan granat yang diledakkannya, tetapi Robert dapat meloloskan diri dari kepungan Belanda yang ketat itu.

Belanda makin gentar menghadapi Robert. Mereka memberi pengumuman, siapa yang dapat menangkap Robert hidup atau mati akan diberikan hadiah tetapi dia tidak pernah berhasil ditangkap.

Pasukan Belanda makin hari makin memperkuat penekanannya terhadap para pemuka pejuang. Banyak di antara mereka yang tertangkap, gugur atau meninggalkan Sulawesi Selatan menuju Pulau Jawa. Jumlah pemuda pejuang makin tipis, tetapi Robert tetap berdiri dengan teguh, “Saya berani berjuang untuk nusa dan bangsa, karena itu pula saya harus berani menanggung akibatnya”. Ia tetapi kuat dengan pendiriannya bahkan ia sering berjuang seorang diri mengacau pasukan Belanda yang terlatih dengan modern itu.

Pasukan Belanda makin mengganas untuk menekan perlawanan dan perjuangan rakyat Sulawesi Selatan, Belanda melakukan pembunuhan besar-besaran yang dipimpin oleh Algojo yang terkenal bengisnya, yaitu Kapten Raymond Paul Pierre Westerling. Belanda mengancam, barang siapa yang menyembunyikan, membantu dan melindungi kaum pejuang yang bergerilya di daerah maka mereka kan dibunuh.

Puncak tindakan sewenang-wenang Westerling telah terjadi pada bulan Desember 1946. Mereka melakukan pembersihan dengan cara besar-besaran dan tanpa peri kemanusiaan sehingga puluhan ribu rakyat tua-muda, laki, perempuan yang terbunuh secara massal, tidak kurang dari 40.000 jiwa telah menjadi korban keganasan pasukan Westerling selama waktu itu.

Selama itu Robert selalu dapat meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda. Namun pada tanggal 28 Februari 1947 merupakan hari nahas baginya. Pada hari itu Robert tertangkap oleh pasukan Belanda dan kemudian dimasukkan ke penjara di Hoogepod Ujung Pandang. Di penjara itu Belanda membujuknya agar melepaskan perjuangannya dan kalau bersedia akan diberi hadiah-hadiah dan kedudukan yang menggiurkan. Tetapi Robert tetap menolak, ia berkata “Tetap setia pada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Berani berjuang untuk kepentingan nusa dan bangsa dan berani pula menanggung segala akibatnya”.

Sementara itu kawan-kawan Robert di luar berjuang keras untuk membebaskannya dari penjara. Mereka menyelundupkan 2 buah granat tangan yang dimasukkan ke dalam makanan kiriman. Bersama dengan Abdullah, Lahade, Yoseph dan Lewa Daeng Matari, Robert dengan bersenjatakan 2 granat berhasil lolos dari penjara dengan melalui atap dapur pada tanggal 19 Oktober 1946. Alangkah marahnya pasukan Belanda melihat sel-sel penjara tempat Robert dan kawan-kawannya itu sudah kosong, mereka lalu mengerahkan segenap kemampuannya untuk mencari Robert.

Rupanya sudah ketentuan Tuhan Yang Maha Esa, hanya sembilan hari Robert dapat menghirup udara kemerdekaan. Pada jam 05.00 pagi hari tanggal 26 Oktober 1948 selagi Wolter berada di Klapperkan Lorong 22 A Nomor 3, Kampung Maricayya, Ujung Pandang, ia disergap oleh pasukan Belanda, karena ada yang mengkhianatinya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More