Di Balik Runtuhnya Afghanistan

Rabu, 25 Agustus 2021 - 06:06 WIB
Ketiga, sikap atau “politik mutung” Ashraf Ghani dalam bentuk meninggalkan Afghanistan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak manapun. Hal ini dilakukan oleh Ashraf Ghani pada saat semua proses sedang berlangsung, tidak hanya Taliban yang menyatakan akan ke Kabul secara damai, tapi juga proses perundingan antara perwakilan Taliban dengan perwakilan pemerintah di Qatar.

Ibarat permainan tarik-tambang, sikap Ashraf Ghani di atas tak ubahnya orang yang menghentikan tarikannya secara mendadak di saat pihak lain menarik sekeras mungkin untuk memenangkan pertandingan yang ada. Kondisi inilah yang membuat Afghanistan kacau balau; di satu sisi Taliban dengan mudah menguasai Kabul, di sisi lain masyarakat trauma dengan pemerintahan Taliban, di sisi yang berbeda ada proses evakuasi warga AS. Hingga akhirnya sebagian masyarakat Afghanistan merasa “evakuasi” dan keluar dari Afghanistan adalah solusi yang tepat. Maka terjadilah pemandangan yang sangat memilukan di Bandara Kabul sebagaimana dijelaskan di atas.

Dalam hemat penulis, sikap atau politik mutung Ashraf Ghani dan kondisi pasukan Afghanistan tidak terbaca secara cermat oleh penasehat dan pejabat Gedung Putih. Hal ini bisa dibuktikan dengan komentar pejabat-pejabat AS yang sempat meramalkan keruntuhan pasukan Afghanistan setelah beberapa bulan ditinggalkan oleh AS. Nyatanya pasukan Afghanistan runtuh di saat pasukan AS masih lengkap di Afghanistan. Dan yang lebih mengejutkan adalah sikap atau “politik mutung” Ashraf Ghani di atas.

Pada awalnya, Ashraf Ghani diberitakan pergi ke negara Tajikistan sebelum akhirnya diberitakan berada di Oman. Tapi belakangan (18/09) Uni Emirat Arab (UEA) mengumumkan menerima Asraf Ghani di negara Arab Teluk Kaya minyak yang dalam beberapa tahun terakhir berseberangan dengan Qatar dan belakangan mulai juga berbeda pandangan dengan Arab Saudi yang sudah bekerjasama kembali dengan Qatar. Bila Ashraf Ghani terus berada di UEA, keputusannya meninggalkan Ibu Kota Afghanistan mungkin tak hanya sikap spontan, melainkan merupakan “politik mutung” yang direncanakan untuk tahapan perang atau pertarungan politik selanjutnya. Mengingat UEA salah satu kunci politik regional dan global belakangan, sebagaimana Qatar juga demikian. Kini, Taliban yang dalam beberapa tahun terakhir berunding dengan para pihak di Qatar hampir bisa dipastikan menjadi pemegang kuasa di Afghanistan ke depan. Tapi dalam politik semua kemungkinan masih bisa terjadi di sisa waktu yang ada, apalagi Ashraf Ghani saat ini berada di UEA.

Dalam beberapa jam terakhir, Wakil Presiden Afghanistan, Amrullah Saleh, mengumumkan diri berada di dalam negeri. Bahkan Saleh mendeklarasikan sebagai presiden sementara sembari mengajak rakyat Afghanistan untuk melawan Taliban. Semua ini cukup menjadi gambaran bahwa masa depan Afghanistan masih butuh waktu untuk disimpulkan dan diputuskan.

Pada akhirnya sebagaimana dilukiskan oleh Nabil Syarafudin (2002: 14), pakar Gerakan Islam Politik yang pernah bertemu dan wawancara langsung dengan Osama bin Laden dan tokoh-tokoh Taliban di Afghanistan, negara ini (Afghanistan) acap menjadi panggung politik global, pertarungan antara banyak jaringan intelijen dan perjumpaan antara banyak jaringan teror. Semuanya membawa kepentingan yang berbeda-beda dengan lawan dan kawan yang silih berganti.
(bmm)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More